Juli, 4

605 43 3
                                    

Mungkin saya adalah perjalanan yang tak ingin kau lanjutkan, hingga akhirnya kau memilih berhenti kala kaki saya begitu gigih mempercepat langkah. - April.

Rupanya Septian lebih rumit dari tumpukan-tumpukan berkas pekerjaan yang belum April selesaikan. Beberapa hari ini April mengambil langkah untuk menjauh, mengingat Septian yang sepertinya juga tidak ingin melihat April melangkah mendekatinya. April cukup paham, hingga beberapa kali juga dia meyakinkan dirinya sendiri jika perasaannya pada Septian bukanlah cinta, hanya seperti--perasaan sesaat. Tapi, berkali-kali April mencoba, berkali-kali juga ia gagal.

"April~" April menaruh kembali berkas laporannya di meja, menatap Tina teman sebelahnya.

"Makan siang di kedai Shouse yuk? Ngga jauh dari kantor." katanya yang membuat April mengangkat berkas laporannya dan berusaha terlihat untuk sibuk.

"Ayolah."

April sungguh tidak ingin ke sana lagi, setelah kejadian-kejadian beberapa waktu yang lalu. Kedai Shouse itu milik Septian, dan demi apapun juga April sedang menghindari Septian.

April menghiraukan ucapan Tina dan kembali sibuk atau lebih tepatnya kembali sok sibuk pada pekerjaan yang sempat ia tinggalkan tadi.

"Gue traktir."

"Bukan itu masalahnya." April menjawabnya dengan cepat.

"Terus apa? Ayolah, Pril, ayo." rengek Tina dengan suara seraknya, kalau sudah begini memangnya April bisa menolaknya? Tentu tidak.

"Iya." sambil menghela napas, April menjawab ajakan Tina dan menimbulkan senyum di wajah temannya itu.

×AS×

Tadinya, April menduga jika Septian akan menyapanya dengan hangat saat kaki April memasuki kedai ini tapi dugaan April salah. Sepertinya laki-laki itu sudah berhasil membuat pertahanan kuat hingga April tak bisa menembusnya.

Septian bersikap acuh bahkan saat mata miliknya bertemu dengan milik April, tak ada senyum yang menghiasi pipi tirus laki-laki itu, tak ada sapaan hangat, tak ada kopi khusus. April seperti melihat Septian yang pertama kali saat ia bertemu dengannya beberapa waktu lalu.

"Lo liatin apa sih?" Tina mengusik lamunan April hingga April memutar balikan penglihatannya.

"Mas-mas yang itu? Ganteng ya? Ih emang ganteng kali." perkataan Tina kembali membuat April menatap Septian dari kejauhan. Laki-laki itu memang tampan maka tak salah jika Tina sepertinya menggilainya.

"Ah!" Tina menghela napas beratnya saat melihat seorang wanita mendekati Septian.

"Emang ya, udah kodratnya laki ganteng itu kalau ngga punya pacar ya udah punya bini ama buntut!" lanjut Tina dengan nada sedikit kesal.

April kenal wanita itu, wanita yang beberapa waktu lalu memeluk pinggang Septian dari belakang. Ah, mengapa rasanya tetap sakit saja setiap mengingat itu padahal April sudah diberi bendera putih oleh Septian, tapi mengapa perasaannya tak kenal lelah untuk menyerah?

April To SeptemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang