Lautan Darah

13.2K 626 14
                                    

"Kalo bintang tidak lagi menemani bulan, apa mungkin bulan akan tetap bersinar terang?"

Ucapan Arga tadi malam masih saja terngiang ngiang di pikiran Kalista. Sebenarnya ucapan Arga itu sedikit tak masuk akal. Apa pentingnya bintang dengan bulan?

"Kal," bisik seseorang. Kalista memang mendengarnya, tetapi pikirannya masih tertuju pada Arga.

"Kalista," ulangnya lagi. Kalista menoleh. Alisa sedang menatapnya cemas. Lalu ia sadar jika Pak Galang selaku guru bahasa sedang menatapnya tajam.

"Kalista," ucap Pak Galang tajam.

"Eee .. iya Pak?" sahut Kalista grogi. Lalu menelan ludahnya kasar.

"Berhenti ngelamun atau keluar dari kelas," ujar Pak Galang dengan nada tegas. Kalista hanya mengangguk paham.

Pelajaran bahasa terasa begitu lama.
Murid murid sudah mengantuk berat mendengarkan ocehan Pak Galang. Mereka berharap bel istirahat segera dibunyikan.

Kringg

Akhirnya doa murid sudah terkabul. Bel istirahat berbunyi begitu nyaring. Suara riuh dengan sorak gembira dari siswa dan siswi menggema di setiap kelas. Ada yang langsung keluar kelas tanpa menunggu guru memberikan izin, ada yang mewek karna lupa membawa uang jajan dan ada juga yang tetap setia molor di kelas.

"Eh Kal, dari tadi gue liat lo ngelamun terus. Ada masalah apa?" tanya Elisa heran.

Kalista membuang nafasnya.
"Enggak. Gapapa," ucap Kalista tersenyum seakan tak terjadi apa apa. Lalu pandangannya beralih kearah Arga yang tengah bersandar di pintu kelasnya.

"Ciee! Kalista udah ditungguin noh." Ujar Orlin genit.

"Iri ya lo Lin?," tanya Kalista sedikit menyindir. Orlin menggeleng.

"Lama," keluh Arga kesal.

"Lagian kamu ngapain nungguin aku disini?"

"Ke kantinnya barengan."

"Yaudah ayo. Jangan nyender mulu sama pintu, ntar jatuh cinta lagi."

"Emang kenapa? kamu cemburu?"

"Ihhh Argaa, masa iya aku cemburu sama pintuu!" prores Kalista. Lalu mencubit perut Arga sehingga cowok itu meringis kesakitan.

                                 • • •

Hari ini kantin tidak terlalu penuh, mungkin karna kelas dua belas sedang diliburkan. Sebab sebentar lagi mereka akan melalukan study tour ke Malaysia.

"Kita duduknya disana aja ya," perintah Kalista.

Arga hanya mendengus. Ia tak suka jika duduk berdekatan dengan orang bising. Ia hanya mengangguk saat Kalista memerintahkan untuk duduk di tengah keramaian. Padahal ini berat untuknya, duduk di tengah keramaian sangatlah bising. Apalagi saat berdekatan dengan cewek rempong yang selalu mencari kesempatan saat ia lewat.

"Kamu mau pesen apa? Ntar aku aja yang pesenin," tanya Kalista.

"Batagor, sama es jeruk."

"Jeruknya manis gak?"

"Jangan. Kamu udah manis, kalo aku diabetes gimana?"

"Gombal heh?" sahut Kalista menuju gerobak Bu Wena.

Sambil menunggu Kalista memesan makanan, Arga mengamati isi kantin yang hampir dipenuhi oleh siswa dan siswi kelas sepuluh dan sebelas. Ada yang bergosip ria bersama teman temannya, ada yang mengatri memesan, ada juga yang menepuk jidat dikarenakan lupa bawa uang jajan.

"Udah mesennya?" tanya Arga saat menyadari Kalista duduk di hadapannya.

"Udah," jawab Kalista singkat.

"Kamu tadi belajarnya gimana?"

"Lancar lancar aja, kamu gimana?" Kalista balik bertanya.

"Agak macet."

"Macet?"

"Macetnya gara gara mikirin kamu."

"Udah basi."

"Jangan ngambek. Ntar aku tambah sayang. Mau?"

Sebelum Kalista menjawab, Bu Wena datang dengan dua piring berisi batagor beserta dua es jeruk diatas nampan. Kalista langsung melahap dengan tak sabaran. Karna tadi pagi ia belum sempat sarapan. Arga yang melihat hanya tersenyum tipis.

                                   • • •

Koridor kelas sepuluh terasa sepi. Mungkin karna murid-murid lebih menghabiskan waktu istirahat di kantin daripada nongkrong di kelas.

"Kamu mau langsung ke kelas?" tanya Kalista saat sudah berada di koridor.

"Enggak. Disini aja."

"Oh. Aku masuk duluan ya?"

Baru saja Kalista ingin kelas, tiba tiba tangannya ditarik oleh tangan hangat. Siapa lagi jika pemiliknya bukan Arga?

"Jangan dulu. Temenin aku bentar."

Kalista mengangguk. Lalu duduk di kursi panjang yang terletak di depan kelasnya.

"Kal. Sepupu aku bikin pesta ulang tahun di rumahnya. Kamu mau ikut?

"Kapan?"

"Malam minggu nanti jam sepuluh, ntar aku jemput."

"Oke."

                                  • • •

Motor Arga menulusuri jalanan kota politan. Jakarta. Jalanan sore ini agak padat dengan kendaraan. Asap-asap knalpot mengepul begitu tebal. Sepasang kekasih yang satu ini masih saja di temani oleh keheningan. Tak ada yang ingin memulai pembicaraan.

Tiba tiba Arga memberhentikan motornya di depan sebuah restoran. Restoran klasik yang pernah mereka kunjungi sebelumnya.

"Makan dulu ya?" ucap Arga dengan senyumnya.

"Wah pas banget. Aku juga lagi laper hehehe."

Mereka duduk di salah satu meja restoran sambil menunggu pesanan hingga pesanan mereka datang.

"Wah," ucap Kalista.

"Cepet makan." Sahut Arga singkat.

Mereka telah menyelesaikan makannya. Perut yang tadinya keroncongan sekarang sudah agak padat.

"Kal."

"Hm?"

"Bibir kamu merah."

"Emang kalo merah kenapa sih? Cuman liptint doang Ga."

"Ntar kalo ada yang suka sama kamu gimana?"

"Biarin lah!!" sahut Kalista tertawa.

"Kalo kamu diambil orang. Besoknya tempat ini jadi lautan darah."

POSSESSIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang