I Love You

21.6K 1K 50
                                    

"Kalistaaa! Kalistaa mana woyy!"
suara Zia yang bisa dibilang toa itu nyaris memekakkan telinga murid murid yang ingin keluar kelas.

"Eh, itu Zia kenapa sih?" ujar Orlin bingung.

"Kal, kayanya dia manggil lo deh."

"Ngapain ya si Zia nyariin gue?"

"Kal, di depan kelas ada Arga tuh, dia bilang mau ketemu sama lo." Ucap Zia. Nafasnya terengah engah.

Arga nyari gue?

"Oh, makasih Zi," sahut Kalista.

"Sweet banget sih. Arga nyariin tuh, cepet samperin. Ntar keburu dianya kesini." Ujar Orlin sambil mencolek lengan Kalista.

"Apaansih Lin?"

"Kal." panggil Arga pelan namun masih bisa terdengar oleh Kalista.

"Ngapain lo kesini?"

"Nganter kamu pulang."

"Ee.. Gue, gue, gue pulang sama Orlin! Iya kan Lin?" ucap Kalista grogi. Matanya memohon mohon agar Orlin mengganguk atau mengiyakan.

"Loh? Hari ini gue pulangnya sama nyokap. Terus Kanya pulang sama abangnya juga. Alisa sama Elisa udah dijemput sama bokapnya. Bukannya lo dijemput sama Pak Tisna?"

"Eh. Bukannya pagi tadi Kalista bilang kalo Pak Tisna lagi pulang kampung mau jengukin istrinya yang baru lahiran?" ujar Kanya menambahkan.

Duh, punya temen kok otaknya pada gak dimanfaatin semua sih?! Mana gaada yang paham lagi maksud gue, batin Kalista.

"Pulang yuk. Laper nih, mau makan di rumah," ajak Alisa seraya menepuk nepuk perutnya.

"Yuk," sahut Orlin. Lalu beranjak keluar kelas. Meninggalkan Kalista dengan Arga berdua.

Duh. Mati gue, batin Kalista.

"Gausah takut. Aku gabakal gigit. Yuk pulang?"

"Gausah, gue bisa sendiri." Ucap Kalista. Lalu beranjak keluar meninggalkan Arga sendirian. Ralat. Tangannya berhasil ditarik hingga menjadikannya menghadap wajah Arga lebih dekat. Hembusan nafasnya terasa jelas. Jantung Kalista berdetak kencang. Seolah olah ingin keluar dari tempatnya. Tatapan mata Arga yang dingin membuatnya beku. Rahangnya yang menegas menjadikannya kicep di tempat.

"Jangan grogi."

"Siapa yang bilang gue grogi?" sahut Kalista pelan.

"Mata kamu. Mata kamu yang bilang kalo kamu lagi grogi. Kalis. Aku gak sedingin yang kamu bayangin. Selamat, kamu udah berhasil meluluhkan puluhan bongkahan es di hati aku. Jadikan aku Arga yang lebih hangat. Kamu bisa?"

                                 • • •

Motor sport milik Arga mulai membelah jalan raya. Gedung gedung pencakar langit seperti tertinggal di belakang. Arga memperlaju kecepatan motornya. Lalu tak sengaja mengerem dengan dadakan. Sehingga membuat Kalista terdorong kedepan dan memeluk Arga erat. Refleks, Kalista langsung melepaskan pelukannya. Sedangkan Arga hanya tersenyum penuh kemenangan. Melihat wajah Kalista yang grogi membuatnya gemas.

"Kal. Aku laper, makan disini bentar."

Kalista turun, lalu melihat sekeliling restoran. Suasananya nyaman dan tenang. Apalagi pinggirannya yang di tumbuhi oleh pohon cemara.

Arga menggenggam tangan Kalista erat. Lalu membawa Kalista masuk ke dalam. Ini bukan kali pertamanya ia menggenggam tangan Kalista tanpa izin. Namun, jika ditepis sekalipun. Pasti ia menolak. Malahan ia mempererat genggamannya. Arga dan Kalista disambut pelayan dengan senyum mengembang. Serta mengantarnya ke meja VVIP. Padahal Arga tidak meminta lebih dulu. Atau mungkin Arga sudah memesan dari jauh jauh hari? Entahlah. Kalista sekarang lebih tertarik melihat suasana restoran. Nuansa elegan dengan cat putih dipadu dengan hitam ditambah lampu lampu diatasnya yang menerangi setiap sudut restoran. Interior yang unik sangat menarik untuk dilihat. Dan lantunan musik berhasil membawa konsumen merasa berada pada tahun 90-an.

POSSESSIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang