Surat

5.4K 231 14
                                    

Sejak dua hari terakhir, Kalista terus menerus murung. Wajahnya lesu. Beberapa kali Arga menanyakan hal itu tapi malah mendapat jawaban yang menggantung. Seperti "Gapapa." "Gaada apa-apa." "Baik-baik aja."

Apasih yang dipikirin sama Kalista? Gue ini pacarnya! Masa yang dipikiran dia gue gabisa tau? Apa harus jadi dewa dulu?

Arga resah sekaligus ingin gila. Pacarnya memang benar benar misterius. Susah ditebak. Apasih ini semua?

"Kalis, tenangin diri lo. Gue tau kok perasaan lo gimana," Kanya berusaha menenangkan.

"Dia cuman masa lalu Kal, lo harus semangat. Kejar masa depan, jangan nengok ke belakang terus," Alisa menimpali lalu diangguki oleh yang lain.

"Lo harus bilang sama Arga. Jangan biarin dia berpikiran aneh-aneh gara-gara lo kaya gini terus."

Mereka hening, tidak mau berbicara lebih banyak lagi. Setelah agak tenang, Kalista pulang. Pulang sendiri, tanpa Arga. Kekasihnya itu mengerti, kalau Kalista masih ingin sendiri. Namun, nanti, Kalista akan cerita sendiri tanpa diminta. Ia percaya.

                                   • • •

Kalista,
Sekarang hujan.
Aku boleh minta maaf?
Ah, cowok kayak aku mana boleh dimaafin?
Sepantasnya aku dihukum.
Maaf ya Kalis, dulu aku begitu.
Maaf aku muncul lagi dalam lukamu. Kalis, maaf ya? Jika maaf tak mampu membalas lukamu. Datangi saja aku, hukum saja. Aku sanggup.

Kalista memeluk lututnya. Mencoba menahan isakan. Pernyataan maaf tak dapat menyembunyikan rasa kecewanya. Jika saja rindu itu tak tercipta, sudah ia lenyapkan lukanya!

POSSESSIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang