06.43Aku bangun kesiangan!
Dengan terpaksa aku meminta Aldi mengantarku ke sekolah. Meski sekolahku lebih dekat dari pada sekolah Aldi, aku tidak mau mengambil resiko.
Aku meloncat dengan tergesa dari motor Aldi selepas ban sepeda berhenti berputar.
Ketergesaan berujung mengenaskan, aku terjerembab dengan jeleknya di dekat motor Aldi. Dan tanpa membantuku, adik tengilku itu malah tertawa keras menarik perhatian siswa-siswi yang lewat.
Aku melotot pada Aldi. Membereskan buku yang kubawa, bangun, lalu mendesis pelan, "dasar adik sialan," dan berlalu begitu saja.
Mukaku merah padam, menahan kesal. Tetapi aku harus cepat masuk kelas. Tidak ada waktu untuk memikirkan cara membasmi si Aldi.
Berjalan dengan cepat. Hanya itu yang kupikirkan. Dan alangkah kesalnya aku saat kesialan datang lagi, aku terjatuh kedua kalinya hari ini, dengan jarak waktu tak sampai lima belas menit, itu adalah rekor.
Sudah tak ada waktu lagi untuk marah-marah pada si penabrak, aku harus cepat. Membereskan buku yang kubawa lagi, bangun, lalu melesat secepat yang aku bisa.
Dan beruntungnya pak Broto sedang memihakku dengan belum memasuki kelas. Kusunggingkan senyum, lalu mulai melangkah tenang.
"Ehem!"
Aku tersentak, dan berbalik. Pak Broto menatapku dengan alis terangkat sebelah, sedikit terburu aku duduk di tempatku.
"Assalamualaikum," seseorang masuk, membuatku mengalihkan pandangan.
Oka telat?
Pertanyaan itu terlintas di pikiranku, namun aku segera meringis kecil melihat pak Broto menatap Oka tajam di balik kacamata kunonya. Lihat saja, sebentar lagi Oka akan balik ke luar kelas.
***
Sudah beberapa kali aku menatap ke pintu kelas, Oka dihukum untuk berdiri di sana sampai satu jam pelajaran. Pak Broto memang sekejam itu, karena menurutku kesalahan Oka masih terbilang sepele, telat tak sampai lima menit lho.
Dan aku bisa bernafas lega setelah akhirnya Pak Broto ke luar, lalu menjemput Oka untuk masuk lagi ke kelas.
Sebentar.
Apa itu tadi?
Aku tidak sedang halu, Oka menatapku selama berjalan ke tempat duduknya di belakangku.
Memangnya ada apa?
Apa aku terlihat aneh? Sepertinya tidak, aku juga sudah memeriksa rambutku yang dikuncir kuda, tidak ada yang salah.
Apakah aku harus bertanya?
.
Sampai jam istirahat pun, aku masih berdiam tanpa bertanya seperti rencana awal.
Bertanya? Haha. Seperti yang berani saja kamu, Rin.
"Rin? Hellow! Kenapa sih ni anak?" Nana menoleh ke arah Nata sambil mengangkat sebelah alisnya.
"Arin," Nata mengguncang bahuku agak keras.
Aku tersentak, "lo kenapa sih?" lanjut Nata.
"Emang kenapa deh?" tanyaku heran.
"Ngga udah! Ayo lah ke kantin aja!" suara Nana mulai tak sabar.
"Kalian aja deh, kenyang gue," sungguh, aku malas sekali beranjak sekarang ini. Dan semua ini dikarenakan Oka yang menatapku tadi. Sebegitu berpengaruhkah Oka terhadapku?
"Kenyang sama apaan dah?" Nana memutar bola mata, aku terkekeh, dia lucu dengan pipinya yang tambah melar.
"Yaudah Rin, kita ke kantin ya!" sahut Nata akhirnya, aku mengangguk sebelum mereka menjauh.
***
Sudah sepuluh menit Nata dan Nana pergi ke kantin, selama itu juga aku lebih memilih untuk membaca novel baru dari Bang Arlan.Aku dapat mendengar langkah kaki seseorang, mungkin teman sekelasku. Aku sih memilih untuk tidak peduli dan tetap melanjutkan kegiatanku.
Aku sudah mencoba untuk tidak peduli, tetapi kenapa orang ini ribut sekali, aku merasa terganggu. Dan akhirnya aku menoleh saja ke asal suara yang diciptakannya.
Sial! Itu Oka, jadi sedari tadi aku berdua dengan Oka di kelas ini.
Aku langsung berpaling, dan meraba kantung tasku. Aku butuh permen karet untuk berjaga-jaga.
Sambil mengunyah, aku melirik sekali lagi pada Oka, dia sedang mencari sesuatu sepertinya, buku-buku dan barangnya berserakan di meja. Apakah aku harus membantunya?
Aku membalik badan perlahan menghadap Oka, "ehm, cari apa Ka?" aku bertanya pelan, semoga disahuti.
"Anu, cari kertas. Tadi gue taro di buku paket fisika," nadanya terdengar khawatir, tapi bolehkah aku senang karena dia menjelaskan apa masalahnya.
"Jatuh kali Ka," sahutku sambil melihat di bawah meja.
"Iya deh kayanya, tadi pagi gue ketabrak orang, mungkin jatuh di situ ya?" dia seprertinya bertanya pada diri sendiri, tapi dia melirikku.
Aku berdehem, ketabrak orang tadi pagi? Aku juga lho. Apa aku yang menabrak?
"Lo emang ngga ngerasa ya Rin?" tanyanya sambil terkekeh.
Pipiku memerah, aku langsung meninggalkannya tadi, tapi bukannya aku yang ditabrak?
"Lo tadi buru-buru banget kayanya," lanjutnya saat aku masih saja tak bersua.
"Eh, iya. Maaf ya Ka, gue emang buru-buru, duh! Gimana dong kertasnya?" aku benar-benar takut Oka membenciku.
"Yaudah, biar nanti dibuat lagi aja. Tenang," suaranya lembut seperti ingin menenangkanku, tidak lupa senyumnya.
Gila! Aku bisa meleleh. Aku memalingkan wajahku yang tambah memerah.
Dia merapikan kembali tasnya dan aku masih memerhatikannya. Aku bingung, apa yang harus kulakukan untuk menahannya tetap berbicara denganku.
"Nih, lain kali nyantai aja," ucapnya sambil mengulurkan tangan, bulpenku ada di sana.
Aku meraihnya lalu tersenyum, "iya, makasih."
Setelah bulpen itu berpindah tangan, Oka pergi ke luar kelas.
Ya ampun! Mimpi apa aku semalam bisa berbicara dengan Oka lagi. Segini saja cukup, dan aku akan mencoba untuk menjadi teman Oka.
Salahkah aku menganggap ini sebuah kemajuan?
TBC
270418
KAMU SEDANG MEMBACA
Okarin
Teen FictionIni tentang Arin dan pembuat gugupnya, Oka. Ini tentang Arin dan pembasmi gugupnya, permen karet. Ini tentang Arin dan para sahabatnya. Ini juga tentang bagaimana Arin menyikapi masalahnya. Intinya ini cerita masa putih abu-abu Arinda Mentari. Ps: s...