Aku sampai di rumah dengan hati berbunga. Setelah tadi berbicara dengan Oka, dia jadi lebih terbuka padaku, sepertinya. Beberapa kali saat tatapan kita bertemu, ia tersenyum.
"Wah wah! Gak beres nih Bu, kak Arin mulai miring kayanya!" sial, kenapa aku punya adik seperti ini? Tangannya bahkan membuat garis di dahi saat mengucapkan kata 'miring'.
"Apaan miring Di? Arin ayo sana mandi terus makan bareng," ibu menggeleng lalu tersenyum menatapku.
Aku mengangguk lalu pergi ke kamar melakukan perintah ibu.
.
Aku sedang nonton tv bersama Aldi saat ibu memanggilku untuk membeli mentega dan kawan-kawannya ke mini market. Sebenarnya malas sekali, ingin kusuruh Aldi saja, tapi pasti ada saja yang tidak beres, jadi tugasku tinggal mengangguk saja lalu berangkat.
Aku hanya memakai training di luar celana pendekku lalu mengambil jaket.
Saat baru saja ke luar dari kamar, perutku rasanya mulas sekali, terpaksa aku harus menuntaskannya.
"Ibu! Kakak sakit perut, taro aja daftar belanjaan sama uangnya di meja," aku agak berteriak agar Ibu mendengar.
Sepuluh menit kemudian aku selesai. Saat melewati dapur aku mengambil minum sebentar.
"Kak, titip jajanan dong. Pengen ngemil gue," sahut Aldi tanpa mengalihkan tatapannya dari tv. Dapur rumahku terletak di belakang ruang tv.
"Uang, mana uang?" tanyaku menghampiri Aldi dengan tangan menengadah.
"Jajan doang Kak, pelit banget sih!" Ucapnya cemberut, tatapannya memelas.
"Itu gue anggep utang ya!" sentakku lalu berlalu. Enak saja dia, sudah durhaka malah minta beliin makanan.
Aku memilih berjalan, karena dekat.
Beberepa menit kemudian aku bertemu penjual pentol, aromanya menggoda sekali. Aku merogoh kantung jaket untuk mengambil uang sebelum mendatangi penjual pentol.
Duh, uang dan daftar belanjaanya tertinggal di meja belajarku. Bergegas aku kembali ke rumah. Untung saja belum jauh.
Sampai di rumah, Ibu menatapku heran, "lho kok balik Kak?"
"Uang sama daftar belanjaannya kelupaan Bu," kataku sambil nyengir. "Di, bentar lagi anter gue!" perintahku saat berpapasan dengan Aldi.
Aldi membalas dengan ocehan penuh penolakan, tapi aku tidak peduli. Aku sudah malas jika harus berjalan lagi.
Saat sampai di kamar aku mulai mencari uang dan daftarnya, saat kutemukan tak sengaja aku menjatuhkan buku-bukuku. Tanpa benar-benar membereskan aku menumpuk bukuku di atas meja, lalu mengambil uang dan daftarnya di lantai.
Saat aku cek, ada dua lembar kertas. Yang satu terlipat, satunya lagi tidak, dan dua lembar uang seratus ribuan. Kertas yang tidak terlipat adalah daftar belanjaan Ibu. Lalu kubuka kertas satunya lagi. Sapa tau kertas ulanganku yang nilainya rendah.
Aku mengernyit heran. Ini seperti, ....surat cinta?!
Ada beberapa kalimat yang membuatku merasa waspada.
Gue udah kenal lo dari kecil, dan sampe selama ini gue masih belum bisa berpaling. Gue pikir ini bukan cinta monyet.
Jadi, please kasih gue kesempatan buat bahagian lo, Natasha.
Wait! Apa-apaan ini? Sejak kapan surat cinta untuk Nata ada di kamarku? Pasti ada yang salah.
Tanganku bergerak cepat mencari sesuatu. Saat kutemukan langsung saja kuperiksa, dan benar, buku paket fisikaku tertukar dengan milik Oka. Di buku itu tertulis jelas nama 'Feroka R. XI IPA 2'.
Tidak mungkin kan Oka yang membuat ini untuk Nata? Pasti ada yang berusaha meletakkan ini di tas Nata tapi terjatuh ke dalam tasku. Masuk akal bukan?
"Iyalah! Kita temenan dari kecil, Sekolah juga bareng terus!"
Ucapan Oka tempo lalu terngiang di otakku. Belum lagi ucapannya tadi di sekolah.
"Yaudah, biar nanti dibuat lagi aja. Tenang,"
Apanya yang dibuat lagi? Apa yang Oka cari tadi adalah ini? Kepalaku pusing, dan hatiku rasanya remuk.
Kemajuan apa yang aku pikirkan? Tidakkah aku terlalu berharap? Memang tidak seharusnya pembicaraan tak penting tadi kuasumsikan sebagai kemajuan dalam hubungan kita, tidak maksudku aku dan Oka.
Aku dan Oka tidak akan menjadi kita, bukan?
Aku harus mengakhiri ini, awalnya perasaan ini hanya kagum belaka. Tapi kenapa aku merasa begitu kecewa. Sebelum terlambat aku harus berhenti.
Sejak awal aku memang tidak berharap lebih, jadi tidak susah untuk membuat semuanya seperti semula.
Ayolah! Ini hanya Oka, dan Nata teman baruku. Tidak mungkin aku memutuskan pertemanan kami hanya karena aku benci Oka yang malah menyukai Nata, itu hak mereka.
"Ngapain lo Kak? Gak jadi belanja nih?" ucapan Aldi menyadarkanku.
Aku menarik nafas dalam, lalu membereskan hal yang tidak penting ini. Setelahnya aku berpaling pada Aldi dengan senyum yang kubuat senormal mungin, "jadi dong, ayo!"
Aku tahu Aldi merasakan ada yang aneh dari nada suaraku. Kuputuskan untuk tidak menjelaskannya meski ia bertanya. Masalah kecil tak harus kubagi. Aku bisa menyelesaikan ini sendiri.
"Kenapa? Lo gak cocok sedih begitu. Lo kan galak!" aku menatap Aldi sebentar. Se-menyebalkan apapun dia, dia tetap adik yang terbaik untukku.
"Apasih! Katanya mau beli jajanan, ayo ih!"
TBC
280418
KAMU SEDANG MEMBACA
Okarin
Teen FictionIni tentang Arin dan pembuat gugupnya, Oka. Ini tentang Arin dan pembasmi gugupnya, permen karet. Ini tentang Arin dan para sahabatnya. Ini juga tentang bagaimana Arin menyikapi masalahnya. Intinya ini cerita masa putih abu-abu Arinda Mentari. Ps: s...