Hati-hati kalau mau masuk hatiku, karena ada banyak pecahan kaca di dalam sana
-El-
2 jam sudah Varo mengelilingi hutan itu sendirian. Namun nihil, sejauh ini tetap tidak ada tanda-tanda keberadaan Vina.
Varo melirik jam tangan hitam yang melingkar di tangannya. Pukul 02.00 pagi, Varo menghembuskan nafas pelan dan kembali berjalan mencari Vina.
"ELLLL, LO DIMANA?"
***
"ELLLL, LO DIMANA?"Vina menoleh cepat ke arah kiri, ia menajamkan pendengarannya dan berusaha berdiri.
"Al?"
"ELLL, INI GUE AL, LO DIMANA?"
Teriak Al lagi yang membuat Vina tersenyum tipis.
"AL, GUE DISINI"
Vina berusaha berteriak, dari arah kiri, ia bisa melihat cahaya terang berjalan mendekat lalu menyorot badannya.
Tangan Varo melemas, cowok itu terdiam melihat keadaan Vina begitu buruk. Terdapat beberapa luka gores di wajahnya, Varo yang melihat itu perlahan mendekat dan berhenti tepat di depan Vina.
Vina mengerutkan alisnya, ia tersenyum tipis kepada Varo yang masih mematung di hadapannya.
"Gue nggak papa" ucap Vina pelan
Varo masih saja terdiam, cowok beralis tebal itu menatap datar ke arah Vina.
"Gue nggak papa, Al" ucap Vina lagi
Vina membulatkan mata ketika Varo tiba-tiba memeluknya dengan sangat erat. Cowok itu seakan tidak ingin kehilangan Vina untuk kedua kalinya.
"Lo selalu bilang nggak papa saat lo luka. Gue tau, luka lo saat ini nggak separah luka yang ada di hati lo. Tapi plis, jangan bilang nggak papa disaat lo luka di depan gue. Walaupun lo nggak mau cerita sekarang, gue akan tunggu sampai lo siap. Kapanpun."
Vina terdiam, lalu tanpa diduga ia membalas pelukan Varo dan menenggelamkan kepalanya di dada cowok tinggi itu.
"El akan coba nuruti kata mama"
Varo melepaskan pelukannya dan menggandeng tangan Vina untuk diajak bersender di batang pohon. Cowok itu mengumpulkan beberapa ranting dan daun kering untuk membuat api unggun. Untung saja, di saku celananya ia membawa korek api.
"Lo tidur dulu aja, kita cari jalan pulang besok pagi" ucap Varo mengusap puncak kepala gadis itu
Vina mengangguk dan berusaha mencari kehangatan di dekat api unggun. Kemudian dia menoleh ke arah Varo yang sedang menggosok-gosokkan tangannya.
Ia baru tersadar bahwa Varo hanya memakai kaos lengan panjang bewarna hitam. Ia melirik tubuhnya, kemudian tersenyum ketika mengingat Varo yang memberikannya jaket jeans saat akan berangkat jerit malam.
"Al, lo nggak kedinginan?"
Varo tersenyum dan menggeleng untuk meyakinkan Vina bahwa dia tidak kedinginan, padahal faktanya cowok itu sedang berusaha untuk tidak menggigil saat ini.
Varo yang kembali menggosok-gosokan tangannya seketika mematung saat merasakan sebuah tangan melingkar sempurna di perutnya. Ia mengedip-ngedipkan mata dan menunduk. Ini beneran tangan Vina apa tangan hantu sih?
"Gue tau lo kedinginan" ucap Vina datar yang membuat lamunan Varo buyar
Varo tersenyum lebar dan memutar badannya untuk menghadap ke arah Vina. Ia mengenggam erat tangan gadis itu dan menarik perlahan ke pelukannya.
"Kalo gini gue nggak kedinginan, ayo tidur"
Vina mengangguk dan segera memejamkan kedua matanya. Varo tersenyum saat mendengar nafas Vina mulai teratur. Cowok itu pun merapikan anak rambut yang menutupi wajah cantik gadis yang ada di dekapannya.
"Dia cantik banget sih?" ucap Varo dalam hati sambil terus mengusap pelan pipi Vina
"Gue tau El, di balik wajah dan sifat dingin lo itu, ada banyak luka di dalam sana. Gue yakin, lo yang sebenernya itu nggak kayak gini."
Varo menghembuskan nafas perlahan
"Maka dari itu, izinin gue buat bantu lo nyembuhin luka itu."
Varo menghentikan usapannya dan menatap langit
"Asal lo tau, selama ini gue nggak pernah peduli sama yang namanya cewek setelah kejadian itu. Kejadian yang buat gue trauma sama yang namanya jatuh cinta. Tapi nggak tau kenapa, setelah gue ketemu lo, rasa khawatir itu muncul lagi."
Varo kembali diam, disisi lain gadis itu yang ternyata belum tidur tersenyum tipis mendengar semua yang Varo katakan.
"Karena gue sayang sama lo El, shitt susah banget sih ngomong sayang ke lo, padahal ini lo lagi tidur"
lanjut Varo dalam hati sambil mengeratkan pelukannya lalu mulai memejamkan mata.***
Vina mengeryipkan mata ketika sinar matahari masuk melalui celah dedaunan. Gadis itu menoleh dan baru tersadar jika ia masih ada di pelukan cowok pemilik bola mata hijau itu.
Vina memperhatikan Varo dengan serius. Meneliti seluruh inci wajah blesteran di hadapannya yang sedang tertidur lelap.
"Bantu gue Al"
Perlahan gadis itu tersenyum, ia baru sadar bahwa hatinya mulai kembali mencair semenjak kedatangan Varo. Namun Vina tetaplah Vina, ekspresi itu hanya muncul dalam beberapa detik dan wajah itupun kembali datar seperti semula.
"Udah puas lihat muka ganteng gue?"
Vina yang kaget ketika melihat Varo tiba-tiba membuka matanya hanya menatap datar bola mata itu.
"Nggak mau lepas nih? Gue sih mau mau aja, tapi takut khilaf" ucap Varo yang membuat Vina langsung menjauh.
Varo terkekeh kemudian bangkit dan mengulurkan tangan
"Ayo kita cari jalan pulang, semoga aja kita papasan sama tim SAR"
Vina mengangguk dan meraih tangan Varo untuk berdiri, kakinya masih sakit sehingga wajar jika jalannya sedikit pincang.
"Lo jatuh lagi?" tanya Varo yang sekarang sudah berdiri sambil menatap Vina tajam
Vina hanya mengangguk dan membuat Varo mengacak rambutnya frustasi. Gadis itu hanya diam melihat respon yang diberikan Varo. Cowok itu menoleh kembali ke arah Vina dan memegang kedua bahu gadis itu.
"Jangan jatuh lagi plis, gue nggak mau lo luka. Ngerti?"
Gadis berambut pirang itu mengangguk
"Sekarang naik"
Vina yang ditarik paksa oleh Varo hanya pasrah mengikuti perintahnya untuk naik keatas punggung cowok tinggi itu.
"Janji ya jangan jatuh lagi, lo berat tau"
Dengan spontan gadis itu mencubit pelan lengan Varo dan membuat cowok itu terkekeh pelan.
"Gue bercanda sayang" ucap Varo dalam hati
💕 Yeayyy.. Akhirnya es kutub udh mulai cair nih, terus ikuti kisah ALdanEL ya gaes. Jangan lupa Vote dan Coment. Terimakasih sudah membaca 😘 see you in next part 💕
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDANEL
Teen FictionSUDAH TERBIT!!!!!! cek ig : @setiase @gloriouspublisher16 ya pipel Ketika es harus bertemu dengan batu, mungkinkah ada air yang menjadikan mereka es batu? Atau mungkinkah es harus mencair bersama air dan membuat batu berdiri sendirian? Elvina Sheev...