Rasa Bersalah

406 11 0
                                    

Setelah kejadian itu, pikiranku serasa kosong. Seharusnya tak begitu!. Hati merasa bersalah kepada Rafi, tetapi logika berkata,

"dia aja yang gak bisa ngertiin posisi kamu!".

Entah mana yang harus aku percayai. Hati atau Logika?

Aku kini sungguh butuh teman untuk bercerita, tetapi aku membayangkan jawaban mereka. Ya! Mereka pasti menyalahiku karena mengabaikan dia yang telah peduli kepadaku. Aku tak mengerti dengan diriku.

Kian hari aku selalu teringat akan kenangannya, melihat foto-foto bersamanya, membaca pesan 3 bulan yang lalu membuat aku senyum-senyum sendiri.

sesekali aku memandangi boneka beruang dan bunga plastik itu pemberian dia dihari ulang tahunku. tak aku sangka, hari itu adalah menjadi hari terakhir dia datang ke rumahku. Entah hari itu adalah petaka atau kebahagiaan bagiku.

Sebenarnya aku ingin Rafi tak menjauhiku seperti ini walaupun sekarang ia milik orang lain. Aku hanya ingin berteman baik dengannya. Tapi hal itu tak terjadi.

Selain itu, mamaku selalu bertanya tentang kabar Rafi, dan bertanya kenapa dia tak main ke rumah lagi. Aku ragu-ragu untuk menjawabnya. Aku hanya menoleh dan tersenyum,

"Dia lagi sibuk mah", dengan nada santai, menjadi bukti bahwa anaknya baik-baik saja.

Tak sesekali atau dua kali mamaku bertanya tentang Rafi, dan di waktu itu pula aku harus berbohong menyembunyikan keperihan yang ada di lubuk hati.

...

Hingga suatu hari,

"Gin, mama tadi liat Rafi sama cewe, seumuran kamu lah, lagi makan di supermarket yang tadi mama kunjuin"

"Oohh", jawabku.

"Gin, pasti kamu ada masalah ya sama Rafi?"

"Enggak ko ma, kita baik-baik aja. Kita teman baik"

"Oh bagus deh kalo begitu. Mama gatau itu kamu jawab jujur atau bohong sama mama, tapi mama cuma mau bilang, Allah itu sangat baik, dia akan menyatukan kamu dengan yang pantas denganmu, jika orang itu pergi, berarti dia tak pantas denganmu". Kata mamaku sebari pergi meninggalkan ruangan.

Aku berfikir, apa yang di ucapkan mamaku itu sangat benar. Aku tak akan berharap lagi kepada Rafi. Lebih baik aku memantaskan diri, untuk orang yang benar-benar pantas untukku.

...

Ini adalah hari yang sangat bahagia, karena aku diterima di perguruan tinggi negeri favorit. Itu memang tidak mudah, itu membutuhkan perjuangan yang keras.

Selain itu aku bahagia karena bisa membuktikan kepada orang-orang yang telah menyakitiku dengan sebagian keberhasilanku.

Aku merasa tak sia-sia mengabaikan Rafi hingga Rafi pergi gitu saja. Dengan rasa percaya diri Rafi pasti menyesal telah meninggalkanku.

Kian hari aku sibuk mengurus kuliahku, semakin aku sibuk, semakin aku melupakan Rafi, secara perlahan rasa rindu itupun hilang.

...

Pada suatu saat ketika aku baru saja keluar dari masjid dan duduk di halaman masjid, aku melihat seorang laki-laki yang sepertinya tak asing, tapi lupa kenal dia dimana.

Butuh beberapa detik aku mengingatnya. Ah, aku ingat, dia ternyata teman sekelasku waktu SMP. Dia Satrio. Dia memang sangat dingin tetapi aku akui dia sangat pandai. Saking dingin dan pandai, wanita-wanita di SMP ku tergila-gila kepadanya, tetapi dia tidak merespon wanita manapun.

Lalu aku menepuk pundaknya dari belakang, dan dia menoleh. Dia seperti terkejut melihatku.

"Hei, masih inget sama aku ga?"

"Oh, Gina temen sekelas SMP"

"Hahaha gak aku sangka kamu masih inget sama aku. Kamu kuliah disini juga?"

"Iya Gin"

"Prodi apa?" tanyaku

"Kedokteran Gin, kalo kamu?", dengan senyum tipisnya sehingga semakin keluar pesonanya

"Alhamdulillah, keren bgt sih kamu. Aku Farmasi sat"

"Ya alhamdulillah", jawabnya

Dia masih saja seperti dulu. Dingin, tak banyak basa-basi. Pantas saja dia bisa lolos kedokteran di universitas favorit, kenyataannya dia memang sangat pandai. Aku semakin kagum padanya.

"Eh, kalo ketemu sama aku, sapa aku ya. Jangan sombong loh, kamu butuh id line aku ga?, soalnya temen SMP suka pada ngajak reuni gitu." tanyaku

"Boleh deh"

Lalu disana kita bertukar id line, dan disana aku rasa, aku saja yang basa-basi. Dia hanya jawab seperlunya.

"Gin, ayo kita balik", teriakan seorang temenku.

"Eh aku pergi duluan ya", aku meminta izin kepada Satrio dan pergi menghampiri temanku.

Ternyata Satrio terus saja memandangiku dan tersenyum.

-bersambung-

Vote& comment ya❤❤

Love or Future?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang