1. Dia, Altair

240 74 119
                                        

Taqobbalallahu minna wa minkum wala taqobbal ya kariim...

Minal aidzin wal faidzin...

Maafkan Author yang punya banyak salah ini ya gaes...

Dedeq nggak minta THR kok...tenang... Dedeq Cuma butuh vote and comment untuk pengganti THR.

Happy reading... 😄😄

=======

Alayya POV

"ALAYYA!!"

Suara itu menggema memenuhi ruangan berbentuk kubus itu. Seorang gadis dengan seragam putih abu-abunya tengah duduk di salah satu sofa yang berada di ruangan itu. Salah satu kakinya diletakkan di atas kaki lain miliknya. Tangannya bersedekap di depan dadanya. Dan orang itu adalah aku.

Aku menatap seseorang yang tengah duduk bersandar di sofa di depanku. Wajah cukup cantik dengan kulit kuning langsat. Jika ditafsir, kira-kira ia masih berumur 25 tahun. Cukup muda untuk menjadi guru di sekolahku. Kelima jarinya memijat pelipisnya dengan mata terpejam. Seolah-olah ia sudah sangat lelah hari ini. Ia menghela nafas panjang lalu beralih menatapku. Matanya yang sipit menatapku tajam. Menambah kesan tegas dan mengerikan dalam dirinya.

"Kamu kenapa selalu bikin ulah sih nak? Kamu enggak capek apa bikin ulah setiap hari? Kamu ini sudah kelas 12, sebentar lagi mau lulus. Kamu enggak mau apa masuk ke universitas yang kamu mau?" Aku memutar bola mataku malas. Sudah hafal dengan ceramah guru BK ku ini.

"Lah ibu ini pake tanya segala. Ya jelas mau lah bu," jawabku asal.

"Terus kenapa kamu selalu bikin onar? Kenapa enggak belajar aja sih kayak temen kamu yang lainnya?" Oke, aku mulai kesal dengan arah pembicaraan ini.

"Kan saya sudah bilang bu, bukan saya yang bikin masalah. Tanya aja sama nenek lampir yang malah tidur di UKS itu." Aku menghela nafas panjang, "Lagian ya ibuku sayang, saya bukan seperti mereka yang rajin belajar. Saya ya saya, bukan mereka. Kalau mereka rajin belajar terus apa hubungannya sama saya?" Lanjutku.

"Ibu tau kamu pintar Alayya. Coba aja kalau kamu lebih rajin dan aktif mengikuti lomba antar sekolah, orang tuamu pasti lebih bangga sama kamu," ceramah Bu Aura –Guru BK- panjang lebar.

Aku sama sekali tidak membenci guruku yang satu ini meskipun sudah sering memanggilku untuk memasuki ruang laknat ini karena dia satu-satunya guru yang sabar menghadapiku. Mungkin jika aku berhadapan dengan guru yang lainnya, guru itu sudah menghukumku tanpa bertanya sebab masalah itu. Tapi untuk kali ini sepertinya pengecualian karena aku tidak bisa menahan emosiku lebih lama lagi kepada guru kesayanganku ini.

"Tapi bu--"

Tok tok tok

"Permisi bu." Sebuah suara memotong ucapanku. Aku menoleh kearah sumber suara yang mengganggu pembelaanku tadi. Seorang lelaki berdiri sambil membawa setumpuk kertas yang entah apa isinya. Mataku tak sengaja saling bertatapan dengan matanya. Tapi tak bertahan lama karena aku segera memutuskan kontak mata dengannya.

"Ya ada apa Altair?" 

Dasar, jika berbicara dengan orang lain saja suaranya dibuat sehalus mungkin. Tetapi denganku? Suaranya sudah seperti orang melihat maling saja.

"Maaf mengganggu. Saya hanya ingin menyerahkan angket yang ibu minta kemarin," jawabnya sambil menyerahkan setumpuk kertas kepada Bu Aura.

"Oh, terima kasih. Maaf sudah merepotkanmu."

"Tidak apa-apa bu. Kalau begitu saya permisi dulu," ucapnya setelah itu langsung berbalik untuk meninggalkan ruangan ini. Mataku terus menatapnya sampai sebuah suara mengagetkanku.

I'm (not) AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang