Berdiri di depan banyak atasannya sudah membuat Sehee merasa sangat tertekan. Tekanan yang ia rasakan bertambah saat anak direktur perusahaannya, Park Jimin, terus-terusan menatapnya. Sehee hanya ingin segera menyelesaikan presentasi pertamanya sebagai seorang arsitek di Seoul, tapi mengapa banyak sekali hal yang membuatnya kesulitan?
"Demikian ide dari tim divisi satu mengenai mega proyek tahun ini. Karena tidak ada lagi pertanyaan, saya, mewakili tim divisi satu mohon undur diri. Terimakasih atas perhatian anda. Selamat siang," Sehee tersenyum mengakhiri kalimat penutup presentasinya.
Sesaat kemudian, ruangan yang dipenuhi manusia berjas necis itu diisi gemuruh tepuk tangan. Membuat jantung Sehee memacu darah dengan cepat. Hidungnya kembang kempis melihat wajah puas atasannya. Sehee membungkukkan tubuhnya, diikuti oleh rekan satu timnya yang sejak tadi berdiri di belakangnya.
"Arsitek-arsitek muda dari divisi satu memang tidak pernah mengecewakan. Nona Kang, terimakasih atas penjelasanmu. Silahkan kembali ke tempat dudukmu," Tuan Park, sang pemiliki perusahaan, angkat bicara dengan senyum di wajahnya saat keramaian mulai reda.
Saat Sehee meletakkan bokongnya di bantalan empuk kursi ruangan itu, teman-temannya berulang kali mengucapkan terimakasih kepada gadis berambut panjang itu. Sehee tersenyum sembari mengatakan kalau hal tersebut bukan hanya hasil kerjanya, melainkan hasil kerja tim mereka. Teman satu tim Sehee kembali duduk dengan tenang ketika Tuan Park menyampaikan pidato pendek untuk menutup pertemuan hari itu.
Pipi Sehee terasa sakit. Ia terlalu banyak tersenyum hari ini. Kendati demikian, ia tidak dapat membohongi dirinya sendiri.
Sehee bangga dengan perkembangannya. Ia bukan lagi Sehee yang menangis karena ia harus berpisah dari dua sahabatnya; Jiyeon dan Taehyung. Dirinya bukan gadis yang tidak pandai mengontrol perkataan dan emosinya lagi. Terjun ke dunia kerja memberi banyak perubahan terhadap kepribadiannya.
"Sehee, kau ikut 'kan nanti malam?" salah satu rekan kerjanya menepuk pundaknya saat mereka sudah berada di luar ruangan meeting. Membuat Sehee menoleh, sedikit terkejut dengan kehadirannya.
"Tentu," jawabnya singkat dengan binar gembira di matanya.
Temannya itu menatap sesuatu—atau seseorang di balik tubuh Sehee. Pandangannya seketika berubah, dia terkejut. "Em... kalau begitu aku duluan, okay?"
"Okay," Sehee mengangguk masih tersenyum. Ia melihat teman-temannya berjalan menjauh. Mereka pasti turun ke kafetaria, mengisi perut mereka yang dibiarkan kosong selama hampir tiga jam. Bukan karena tidak ada makanan yang disajikan saat meeting. Tapi karena rasa gugup mereka membuat nafsu makan mereka hilang.
Setelah memastikan teman-temannya berada cukup jauh dari dirinya, Sehee membuka ponselnya. Ia mencari nama sahabat karibnya di sana. Saat Sehee hampir memencet tulisan 'Taehyungie' di layar ponselnya, seseorang berbicara di belakang tubuhnya.
"Tehyungie? Pacarmu?"
To be continued
A/N : I was planning to update this chapter yesterday. but my super slow internet connection got in the way, so i'm going to update two chapter today. mhm urwell bby :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Scribbles
FanfictionSehee terlanjur bersumpah untuk membunuh siapa pun yang berani menyoretkan tinta ke lokernya. sekarang dia harus bagaimana?