BERTEMU DENGAN PEMILIK SURAT (1)

5.6K 802 240
                                    

Hola Sugar!

Bagaimana kemarin?
Apa kau senang?
Minggu depan kau bisa lihat konsernya bahkan berbicaranya secara langsung.

np: Maluma - Addicted.
Cause I'm addicted to you baby

Adiós!

DJ.

Cara memasukan kembali surat yang sudah dibacanya itu.

Juan yang sedari tadi melihat perubahan raut wajah Cara, menatapnya dari jauh dengan perasaan khawatir.

Cara bersandar pada lemari loker. Pelan ia memijat kening yang mulai berdenyut.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Martin, mantan kekasih Cara yang menghampirinya.

"Nggak," jawabnya singkat.

"Jangan bohong. Wajahmu pucat sekali. Aku antar pulang sekarang," paksa Martin yang kini menarik buku di tangan Cara dan memindahkannya ke dalam loker.

"Nggak usah. Aku bisa pulang sendiri," Cara berusaha menghindar.

"Kau masih nggak percaya sama aku? Sudah aku bilang itu semua bohong!" Martin melangkah ke depan tubuh Cara dan merentangkan kedua tangan. Memenjarakan tubuh Cara.

Juan yang menatapnya dari ujung lorong, mulai merasakan emosi menjalar di dalam dirinya.

"Bukan masalah percaya nggak percaya. Aku ...." belum selesai Cara berbicara, Martin lebih dulu menariknya ke dalam pelukan. "Martin, lepas!" Cara memberontak.

"Izinkan aku untuk antarmu pulang, baru aku lepas," ucapnya.

"Martin!"

"Gimana?"

"Ya sudah, iya!" Cara menyerah dan Martin melepaskan pelukannya.

Lagi, Juan yang melihat semua itu hanya bisa mengepalkan kedua tangan dan mengeraskan rahangnya.

~~~

Juan mengikuti mobil silver dengan segala emosi yang ia rasakan. Bahkan kini jarak keduanya hanya beberapa meter saja. Ia tidak peduli lagi dengan identitasnya. Ia hanya memastikan Cara tidak lagi jatuh ke tangan Martin. Seorang pria bajingan dengan segala info yang ia miliki.

Langit mulai menggelap bukan hanya karena hari sudah memasuki sore, tapi juga sepertinya akan mulai turun hujan.

Juan masih mengikuti. Saat berada di pertigaan, ia mulai mngerutkan keningnya. "Ini bukan jalan ke rumah Cara," monolognya dengan nada resah.

Benar saja, dengan gambar samar ia bisa melihat Cara sedang berbicara dengan Martin. Sepertinya ia sedang memakinya.

Martin menaikan kecepatan mobil. Ia kemudian berbelok menuju ke sebuah bangunan perkantoran yang sudah mulai rusak.

Juan masih mengikutinya, ia menghentikan mobil dibalik sebuah dinding pembatas bangunan dan tidak jauh dari mobil Martin.

Kemudian ia keluar dari mobil dan berjalan menuju mobil Martin, yang terhenti tepat di dalam sebuah bangunan cukup gelap.

Dengan memakai masker, menaikan tudung jaket dan melilitkan sebuah kain putih pada tangan kanan, ia berjalan. Rahang Juan mengeras, ia tahu sesuatu yang berbahaya sedang terjadi pada wanita, yang membuatnya jatuh cinta itu.

Juan mendengar sebuah teriakan, ia kini mulai berlari.

Saat ia sampai tepat di samping mobil, jelas ia melihat Cara sedang berusaha melepaskan diri dari Martin yang berada di atas tubuhnya.

Tanpa menunggu lama lagi, ia memukul kaca pintu mobil dan terpecah.

Ia membuka kunci puntu tersebut dan menarik Martin hingga tersungkur keluar dari mobil.

"BRENGSEK. MAMPUS LO MALAM INI," teriak Juan yang mulai memukuli Martin di bawahnya.

Tidak tunggu diam, Martin menendang kakinya dan kini giliran Juan yang tersungkur. Tidak menunggu lama, Martin menendang tubuh Juan berkali-kali dan mengangkat kerahnya, pukulan demi pukulan ia layangkan ke wajah Juan hingga darah mulai meresap ke dalam masker kainnya.

Juan membalas dengan kekuatan yang tersisa. Ia mendorong tubuh Martin dan memukulnya tepat di perut. Tubuh Martin terhuyung ke samping. Darah keluar dari mulutnya.

Masih belum puas, Juan kembali memukuli wajahnya hingga ia ambruk di bawah kakinya dan tidak berdaya.

Cara yang menatap keduanya hanya bisa menangis terduduk lemas di ujung bangunan, sembari memeluk dirinya.

Juan yang tersadar mendengar tangisan Cara, kini menatapnya iba.

Ia lekas melangkah menghampiri Cara yang bergetar.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Juan yang berlutut di hadapan Cara.

Cara yang masih bergetar semakin memundurkan tubuh. Ia hanya melihat seorang pria bertudung hitam, dengan masker di wajahnya yang penuh dengan bercak darah.

"Ini aku Juan. Kau aman, Sugar!"

Cara yang mendengar suara Juan lekas menubrukan tubuh ke dalam pelukannya.

"You save, Sugar!" Juan mengusap punggung Cara yang bergetar dan memeluknya erat.

Ia lantas mengangkat tubuhnya agar berdiri dan meninggalkan lokasi menuju mobil. Sayang, Cara terlalu lemah karena tubuhnya yang bergetar menahan takut.

Dengan kekuatan yang tersisa, Juan akhirnya mengangkat tubuh Cara dengan kedua tangannya. "Kita pulang, oke?" bisik Juan.

Cara yang masih terisak memilih terdiam.

Perlahan Juan memasukan Cara ke dalam mobil. Kini ia lebih memilih mendudukannya di bagian depan. Memastikan tiap detik kondisinya. "Minumlah dulu," Juan memberikan sebotol air mineral pada Cara. Cepat ia habiskan dan kini menatap Juan yang juga tengah menatapnya.

"Wajahmu berdarah," lirih Cara yang melihat darah memenuhi masker kain Juan.

"Aku tidak apa-apa. Yang terpenting sekarang ...." Juan terhenti.

Cara menaikan satu tangan dan menyentuh masker kain tersebut.

"Sugar!" seru Juan yang kini menggenggam tangan kanan Cara lembut.

"Kau berdarah," ucap Cara kembali. "Biar aku bersihkan lukamu. Darahnya banyak sekali di masker," Cara mengambil beberapa helai tissu dan kembali menatap wajah Juan.

Pelan ia kembali menyentuh masker. "Berjanjilah satu hal padaku sebelum kau membukanya?" ucap Juan yang menatap kedua mata Cara tajam.

"Apa?"

"Kau akan melihatku sebagai seorang Juan bukan orang lain," Juan kembali menggenggam tangan Cara.

"Maksudnya?"

"Aku Juan. Juan yang jatuh cinta pada seorang gadis bernama Caramel," lugas Juan.

"Kau memang Juan bukannya?" Cara kini benar-benar bingung dibuatnya.

"Iya aku Juan. Tapi, aku lebih terkenal sebagai ... Silahkan kau buka!" Juan menarik napas panjang.

Dengan kening berkerut dan tangan yang sedikit bergetar, Cara mulai menarik perlahan masker kain dari wajah Juan.

Kini seluruh wajah Juan terlihat jelas walaupun darah terus mengalir dari ujung bibirnya yang pecah, serta darah dari pelipis kanan.

Juan menyingsingkan tudung hitam dan semakin memperjelas wajahnya.

Cara membeku. Ia menarik tangan dan menatap lekat-lekat pada sosok Juan di hadapannya kini. "Sugar!" seru Juan yang melihat perubahan raut wajah Cara.

"Ka ... kau ... "

"Maluma!"

DON JUANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang