"Kamu sudah tahu itu semua hanya gimmick. Sudah berapa kali aku bilang. Aku hanya sayang denganmu, Sugar. Kurang cukup apa yang aku lakukan selama ini untuk tunjukan rasa sayangku padamu?" Juan mengusap wajahnya gusar.
"Selalu itu yang kamu bilang. Selalu. Tapi hasilnya, tetap saja gimmick lagi yang aku terima. Kamu kira aku tidak punya hati melihat orang yang aku sayangi berpelukan dengan wanita lain?" Balas Caramel dengan penuh emosi.
"Semua gimmick, Sugar. Gimmick. Tidak lebih." Juan menarik kedua tangan Cara, namun langsung ditepis olehnya.
"Buat apa gimmick itu semua?" tanya Caramel yang melipat tangan.
"Sugar, ini semua semata-mata hanya untuk bisnis, tidak lebih. Aku tidak pakai perasaan di sana. Hatiku hanya untukmu." Juan menekan kalimatnya.
"Bisnis?"
"Sugar, dengarkan aku. Sekarang di belakang nama Maluma ada puluhan orang di sana dan aku harus bisa membiayai mereka. Mereka semua bekerja untuk aku. Mereka semua yang membesarnya namaku hingga sekarang ini. Dan kamu tahu, sekarang nama Maluma sedang menuju puncaknya? Kamu tahu aku sudah berada di nomor 1 Billboard Latin Amerika. Bahkan tahun ini aku sudah memenangkan platinum album dan beberapa penghargaan. Aku sedang menuju puncak karir, Sugar. Juan-mu, Maluma idola mu." Juan mengatakan dengan raut wajah senang, bahkan ia tersenyum bangga.
"Kamu sendiri yang bilang. Kamu hanya berkarya. Kamu masuk dunia musik karena kecintaanmu dengan musik, bagimu popularitas hanya lah bonus. Kamu berubah. Kamu bukan lagi Juan yang aku kenal. Kamu sudah terobsesi dengan popularitas, bahkan harus menggunakan cara gimmick murahan seperti itu untuk menaikan namamu di media. Kamu bukan Juan yang aku kenal lagi." Caramel memundurkan langkah dan menggigit bibirnya kencang, berusaha menahan tangis agar tidak pecah saat ini juga.
"Sugar, please. Selalu ini yang kita bahas setiap bertemu. Apa tidak bisa, sehari saja kita lupakan itu semua? Aku menyeberangi benua hanya demi dirimu. Aku mencari celah di antara kesibukan aku yang padat, hanya untuk bertemu denganmu. Aku—"
"Aku dan aku. Terus saja aku. Kamu selalu memikirkan dirimu sendiri, Juan. Apa pernah kamu memikirkan diriku? Sebegitu tidak terlihatnya kah aku sekarang?" Air mata Caramel mulai terjatuh, tapi lekas ia usap dengan kasar.
"Aku ke sini hanya untukmu. Sekarang apa yang kamu maksud dengan tidak terlihat?" Ada nada emosi di antara kalimat Juan.
"Aku. Aku yang tidak kamu lihat di saat kamu berpelukan dari satu artis ke artis lain. Aku yang tidak terlihat di saat kamu pergi dari satu bar ke bar lain, dengan para model yang entah aku pun sampai tidak hafal lagi nama-namanya. Aku yang tidak terlihat, sekalipun saat itu kamu mengumumkan di depan puluh ribu fans saat konser. Bahkan sekarang, kamu tidak lagi mengakui kalau aku adalah pacarmu. Tunjukan padaku, di media mana yang menyebutkan namaku sebagai pacarmu? TUNJUKAN KE AKU JUAN. TUNJUKAN!" Meledak tangisnya. Ia bahkan harus berbalik dan menutup mulutnya agar tidak terlalu bersuara.
Juan membeku. Ia hanya berdiri menatap kedua bahu Caramel bergetar. Ia tahu, ia sudah menyakitinya dengan teramat dalam.
Juan mendudukan tubuh di kursi balkon kamar. Lagi, ia hanya mengusap wajahnya.
Caramel berbalik, menatap dalam wajah Juan. Lelaki yang ia cintai dan juga idolanya. "Cukup sampai di sini. Aku sudah menyerah, Juan. Aku sudah tidak sanggup lagi terus seperti ini."
Mendengar apa yang dikatakan oleh Caramel, Juan berdiri dan cepat menghampirinya. Ia menarik tubuh Caramel. Mendekapnya erat. Sangat erat. "Tolong, jangan bilang seperti itu. Tolong, Sugar. Aku teramat mencintaimu. Aku yang tidak sanggup kalau tidak memilikimu," ucap Juan dengan menutup kedua mata, meresapi hangatnya sosok wanita tercintanya.
"Aku lelah dengan semuanya. Yang aku dapatkan hanya rasa sakit, bukan lagi kebahagiaan." Caramel mendorong tubuh Juan, hingga dirinya terlepas dari dekapan.
Tidak putus asa dengan dilepaskannya dekapan, Juan menarik kedua tangan Caramel dan menggenggamnya erat. "Sugar, please don't. Mi corazón, mi pricensa. Tetep di sisiku. Aku mohon." Juan bahkan setengah menundukan langkah.
"Cukup sampai di sini, Juan. Tenang saja, aku akan selalu mendoakanmu di mana pun kau berada." Caramel menarik tangan kanan dan mengusap wajah Juan. "Aku akan selalu berdoa untuk karirmu. Semoga kau sukses hingga menembus pasar Amerika, seperti keinginanmu. Terima kasih sudah jauh-jauh ke sini, bahkan harus menaiki balkon sama seperti dulu." Caramel tersenyum lirih.
Juan terdiam. Ia hanya menatap dalam-dalam mata Caramel.
"Kalau kamu sayang denganku, tolong jangan paksa aku untuk masih di sisimu. Biarkan aku pergi. Aku juga ingin bahagia, sekalipun bukan dengan dirimu nantinya." Caramel mulai kembali terisak.
"Sugar ... I love you. I love you so much." Caramel hanya menundukan kepala, menatap kedua tangannya yang kembali digenggam oleh Juan.
Idola sekaligus pria yang dicintainya itu memajukan langkah, mencium kening Caramel dalam-dalam dan menaruh keningnya pada kening Caramel.
Tidak ada balasan dari kalimatnya, hanya suara isak tangis Caramel yang terdengar. "Maafkan aku yang sudah menyakitimu. Maafkan aku." Juan kembali menarik tubuh Caramel.
Kali ini Caramel membalasnya dengan melingkarkan kedua tangan. Mendekapnya erat. "Kamu benar ... kamu berhak bahagia, Sugar. Dan itu ternyata bukan denganku." Juan melepaskan pelukan. Ia menangkup wajah Caramel. Menghapus wajahnya yang basah karena air mata.
Ia menarik ujung dagu Cara. Memberikan sebuah ciuman yang manis. Ciuman singkat perpisahan keduanya. "I love you," ucapnya lagi.
Caramel hanya membalas dengan tersenyum sedih. "Hati-hati di jalan," Ia lebih dulu melepaskan genggaman tangan dan memundurkan langkah. Memberi jarak di antara keduanya.
Juan berbalik dan meninggalkan Caramel yang seketika terduduk di kursi balkon dengan kembali terisak dengan sekuat tenaga.
▫️▪️▫️▪️▫️▪️
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.