Pintu Perpustakaan terbuka dengan pelan, menyebabkan deritan dramatis akibat gesekan antara daun pintu dan ubin yang membuat kesuraman menguar diudara.
Cahaya lilin kecil di atas sebuah meja menjadi satu-satunya alasan kedua penyihir yang baru saja masuk ke ruangan itu dapat melihat sekeliling mereka. Sang penyihir wanita menuntun penyihir pria untuk duduk di salah satu sudut dekat sebuah lemari buku.
Dengan lembut, penyihir wanita dengan rambut coklat gelombang itu mengambil tangan penyihir pria yang bagaikan mawar merah di atas salju. Telapak Tangan penyihir pria yang berkulit putih pucat dilumuri oleh darah segar.
Sang penyihir lalu mengambil sebuah sapu tangan dari sakunya lalu dengan sihirnya dia membasahi sapu tangan itu lalu dengan pelan mengusapakan sapu tangan yang basah itu pada telapak tangan sang Penyihir pria yang penuh darah itu.
Si penyihir wanita bekerja dalam diam ditambah dengan kebungkaman sang penyihir pria yang membuat keheningan seakan membungkus mereka erat. Sang penyihir wanita terus membersihkan darah itu tanpa memperdulikan si penyihir pria yang terus memandangnya. Sampai keheningan di antara mereka dipecah oleh suara lembut namun serak dari si penyihir wanita.
"Aku tahu kau marah, Draco. Tapi tidak perlu sampai melukai dirimu sendiri." Ucap sang penyihir wanita kepada penyihir pria yang dipanggilnya Draco.
Draco hanya diam memandang kepada penyihir wanita di depannya. Dia terus meneliti setiap lekuk wajah sang penyihir wanita dan dia menemukan kesan lembut namun sedih. Tapi itu tidak mengurangi kecantikan sang penyihir wanita.
"Kenapa kau diam dan hanya memandangku?" Tanya sang penyihir wanita.
"Karena aku sedang berusaha meredamkan amarahku dan–" Draco yang tidak melanjutkan perkataannya membuat penyihir wanita yang semula hanya fokus pada telapak tangan Draco harus mendongkak menatap Draco.
"Dan apa?" Tanya Penyihir wanita itu penasaran.
"Dan karena aku sedang memandangi betapa cantiknya kau, Hermione." Ucap Draco kepada Penyihir wanita yang dipanggilnya Hermione itu dengan jujur.
Semburat merah mudah kini mewarnai pipi Hermione, namun karena cahaya lilin yang sedikit redup membuat wajah merah bak tomat itu terlindungi dari pandangan Draco.
"Jangan bercanda disaat seperti ini, Draco." Ujar Hermione sambil menggelengkan kepalanya. Draco hanya diam memandangi Hermione dengan tatapan yang tak dapat dijelaskan.
Hermione kemudian membersihkan sapu tangannya yang penuh dengan darah Draco dengan sihir. Lalu gadis itu mengambil sebuah salep dari kantung jaketnya.
"Kau tahu, kan? Ini akan sakit." Ucap Hermione memperingati penyihir pria dengan rambut pirang platinanya yang sangat khas yang begitu menyatu dengan warna kulit putih pucatnya.
"Lakukan saja, Hermione." Tanggap Draco sambil mengerakan dagunya kearah telapak tangannya yang tengah di pengang Hermione.
Sebelum mengoleskan salep yang berada di tangannya, Hermione terlebih dahulu memastikan bahwa apakah masih ada sisa pecahan gelas yang masih tertancap di telapak tangan Draco.
Hermione melakukannya secara sihir, walaupun pelan-pelan tetap membuat Draco harus berusaha menahan rasa sakit di tanganya. Hermione yang melihat ekspresi Draco langsung segera melakukannya dengan cepat supaya rasa sakitnya bisa sedikit berkurang.
"Ini akan terasa perih saat mengenai lukamu." Ucap Hermione lagi untuk memperingati Draco.
"Tidak apa-apa. Lakukan saja." Ucap Draco cepat.
Hermione langsung membuka tutup salep itu dan mengambil sedikit salep berwarna kuning muda itu lalu mengolesnya dengan perlahan ke luka di telapak tangan Draco.
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling In Love (Dramione Love Story)||Complete
FanfictionJatuh cinta itu sangat lazim bagi semua orang, tapi jika dua penyihir yang dulunya dua orang yang bermusuhan, dua orang yang dulunya berasal dari dua kubu berbeda, dua orang yang memiliki latar belakang keluarga yang tidak bisa disatukan saling jatu...