Elena: Jatuh Kali Ini, Sakit Sekali

357 8 8
                                    

"Khey."

Aku nyaris menjatuhkan piring penuh sabun di tanganku saking kagetnya. Kudapati Asa sudah berdiri di belakangku, hanya berbalut kaus tipis dan celana kerjanya.

"Asa, kau mengagetkanku." Ujarku. Dia menjajariku dan tersenyum tanpa menjawab.

Sejenak kemudian, Asa membalikkan tubuhku menghadapnya. Matanya lekat menatapku, nyaris tanpa berkedip. Pandangan sendu dibalik kacamata berbingkai hitam yang tak pernah terlepas. Lalu, ia menciumku. Setelah berkali-kali penolakan yang kutujukan, kata-kata kasar yang kukeluarkan, kebencian yang kuperlihatkan. Dia menciumku. Tangannya erat merengkuh kepala dan punggungku, tubuhnya rapat menempel pada tubuhku. Kucium aroma kental sisa-sisa parfum yang menempel pada kaos tipisnya, bercampur aroma pengharum mobil yang kini terasa amat familiar pada inderaku.

Entah karena tubuhku yang telah terlalu lelah atau karena otakku telah beku ketika laki-laki ini melumat bibirku, aku tidak menolaknya. Perlahan, kubalas ciumannya. Kupejamkan mata dan kuremas punggungnya dengan kedua tanganku yang penuh sabun.

Asa menggendong dan membawaku menuju kamar. Direbahkannya tubuhku di atas kasur, lalu dia melanjutkan serangannya pada bibirku dengan tempo yang lebih cepat, hampir membuatku kesulitan bernapas. Tangannya kini mulai menyentuh kemejaku yang masih terbalut blazer. Dengan tetap menahan posisinya pada satu tangan tanpa melepas ciumannya, Asa mulai membuka satu demi satu kancing kemejaku.

Perlahan, bibirnya mulai berpindah, mendaratkan sentuhan dan kecupannya di setiap lekuk tubuhku. Aku ingin menolak, tapi sepertinya otakku tak mengijinkanku untuk melakukannya, dan aku pun hanya menikmati setiap sentuhan-sentuhan Asa dan semua sensasi juga gelenyar yang muncul bersamaan dengan itu.

Dan sesaat yang seperti selamanya itu seketika terhenti ketika Asa tiba-tiba mengangkat tubuhnya menyingkir dari atas tubuhku dan terduduk tegak di sampingku. Matanya menyapu sekeliling, dan berhenti tepat padaku. Pandangannya bercampur, antara bingung dan nanar, seakan dia telah melakukan hal di luar kesadarannya.

"Khey, maaf. Aku tidak bermaksud... Maaf Khey, aku lepas kendali. Yang tadi itu... Itu kesalahan." Begitulah katanya setelah kesadarannya terkumpul.

Aku terduduk sempurna. Terkejut. Apa katanya tadi? Kesalahan? Kurapikan kembali kemeja dan blazerku seiring dengan Asa yang mulai merapikan kaosnya yang telah separuh terangkat.

"Lebih baik aku pulang sekarang." Katanya lagi, yang masih belum kujawab. Asa beranjak keluar dari kamarku, mengambil kemejanya yang tersampir di salah satu sofa ruang tamu dan mengenakannya kembali. Aku hanya mengekor di belakangnya. Sebisa mungkin menahan semua rasa yang sudah bercampur aduk di dalam.

Asa hendak mencium keningku sebelum pergi, namun aku menghindarinya. Pada akhirnya, dia hanya mengusap bahuku dan berlalu. Aku menunggunya pergi, hingga bayangannya tak lagi tampak di ekor mataku seiring dengan bunyi dentang lift sebelum akhirnya menutup pintu apartemenku rapat-rapat.

Dan menangis terisak tanpa suara hingga terduduk di baliknya. Ya Tuhan, jatuh kali ini sakit sekali, ujarku dalam hati dibalik isak yang tak kunjung ingin berhenti.***

Matahari SenjaWhere stories live. Discover now