Dua puluh

9 4 0
                                    





"Gue kira kita sahabatan", ujar Reta datar

"Gue ngga mau"

"  .  "

"Lo anggep gue sahabat disaat gue anggep lo bagian dari diri gue", tambah seseorang disebrang telepon itu

"lo mau masuk ke kehidupan gue dimana bagi gue lo udah ada lama disini. Gue bahkan nganggep lo separuh raga gue. Tapi itu dulu, sebelum terlambatnya kesadaran lo", Ujar Reta datar namun tegas dan secara sepihak ia memutuskan panggilannya.


💦💦💦


Reta terus menarik Jake mengelilingi terminal bus.

"Kemana si Re ah!!", Erik mulai frustrasi mengikuti arah laju Reta yang sedari tadi mengubek ubek terminal tanpa istirahat

"Bentar bentar", Untuk ribuan kalinya Reta melempar jawaban yang sama

Jake melepas genggaman Reta, "lo tau ngga si sebenernya", Jake mulai emosi,  "dua jam lebih lho kita muter muter doang ngga jelas", tambahnya

"Kan tadi kita udah tanya dan gue lagi bawa kalian ke arah yang ditunjukin abang tadii", Reta polos dengan tatapan memohon maafnya

"Tapi kita lagi lagi ditempat ini. Liat coba, lagi lagi gue liat patung itu, lagi lagi gue ketemu cewek yang jualan itu, lagi lagi-  aish!", Erik benar benar emosi kini

"Re. Jujur sama kita, lo sebenernya tau kan tempatnya dimana, dan ada sesuatu yang bikin lo ngga mau ketempat itu sekarang", Tebakan Jake benar benar membuat Reta merasa bersalah kepada kedua orang didepannya karna telah memasukkan mereka kedalam masalahnya.

"Gue cari Jeni sendiri", ujar Erik tegas

"Erik", Cegat Reta

"Re plis. Ngomong, ada apa sebenernya, apa yang lo sembunyiin dari kita, lo ngga inget janji kita untuk saling terbuka? Kita akan bantu dan jagain lo Re. Jadi sekarang tolong-  Gule tempe! Lo mimisan Re", Ceramah bariton Erik menghalus mendapati darah mengucur dari hidung Reta

"Kapan si lo ngga kaya anak kecil! Lo pikir muter muter umpek umpekan di ni terminal ngga bikin cape! Ngga usah sok sehat, malah tambah bikin sakit doang!", Jake marah, Reta tau itu, dan ia memilih untuk diam. Jake berlari kestand penjual terdekat membeli tisu untuk Reta.

"Lo bawa Reta balik. Tugas Reta biar gue yang ambil", titah Erik pada Jake ketika Jake kembali

"Key. Ati ati tong!", teriak Jake pada Erik yang sudah berlalu pergi

"Kita pulang", Ajak Jake tegas sambil menarik tangan Reta

"Pulang ke temen temen kan Jake", Reta bertanya pelan

Jake menoleh melihat Reta yang masih menutup hidungnya dengan tisu, ia merasa salah telah membentak Reta tadi, direngkuhnya tubuh Reta "Iya kita ke temen temen", Ujarnya

Erik sampai pada pemberhentian bus yang berasal dari Semarang. Pandangannya menjelajah mencari sosok Jeni. Senyumnya mengembang mendapati siapa yang dicari sedang duduk dibangku tunggu menangkup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia yakin itu adalah Jeni, ia paham betul postur Jeni dan bau baunya. Erik berjalan menghampiri, "Jeni" panggilnya ragu. Tak ada jawaban.

Eh, Jeni bukan si, Erik membatin

"Zenia Frasiska Demy?", Panggil Erik lebih mengencangkan suaranya

Tak ada jawaban

Erik memberanikan diri untuk menepuk bahunya sambil memanggil "Jeni",

Sosok yang dipanggil Jeni itu tersentak dan mengangkat wajahnya cepat kearah panggilan namanya berasal. Erik terkejut melihat kondisi Jeni, rambutnya sudah diikat tak beraturan, mukanya menunjukan bahwa ia habis tidur, dan matanya sembab-

Nyoklat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang