Dua Puluh Empat

5 1 0
                                    

Dua empat

"Memangnya, Ada apa dengan sayapku?", Tanya lantang seorang wanita dihadapan seorang pria.

"Tak ada", Jawab datar pria itu. Tatapannya datar dan menusuk pada manik mata si perempuan

"Lalu mengapa kau melarangku terbang?", "atau-  ada apa dengan langitnya?", Tanya si perempuan lagi, lalu mengarahkan pandangannya ke langit

"Langitnya pun baik", Jawab si Pria masih dengan ekspresi yang sama, datar.

"Jawab aku. Ayo katakan! Apa yang membuatmu melarangku terbang?!", Tanya si perempuan lantang, ia mengguncang bahu si pria

"Ego ku-_-", "Aku ingin kau tetap berjalan bersamaku, bukan terbang bersamanya", Jawab si pria, ia menundukan kepalanya

"Baiklah", ujar si wanita datar

"Jadi, kau sungguh akan menetap?", Tanya si pria sumringah, sambil menampilkan giginya, memandang wajah si wanita

"Iya, seperti pintamu", Ujar si Wanita, masih datar

"Aku pikir aku perlu se-  ",

"Tapi setelah aku punya kaki yang cukup panjang dan kuat untuk menopang tubuh dan sayapku berjalan bersamamu", Potong si Wanita

"Mengapa?", tanya si pria bingung

"Karna aku terlalu percaya, kau takkan jadi penopangku satu satunya. Jadi aku, harus bisa sendiri", Ujar si wanita sambil membalikan badannya membelakangi si pria, lalu menatap lurus ke depan

"Yaudah sana terbang. Sering sering mampir ya kedarat", Ujar si pria sewot, ia ikut membelakangi si wanita, dan menyedekapkan tangannya

Duh, nyleweng nih. Batin seseorang

"Pastilah. Mau makan apaan gue kalo ngga ke darat", Jawab si wanita sewot pula, kini kedua tangannya dipinggang

Halah diluar teks.

"Yaudah sana terbang sanaa. Biarkan aku sendiri disini tanpa warnamu", Suara si pria kini meninggi. mereka berdua masih dalam posisi saling membelakangi

"Setelah ini aku mau lupa untuk jalan pulang ke kamu. Jadi, tolong cari aku", Ujar si wanita datar

"Lebih baik aku mencari rumput yang bergoyang dari pada mencari kumbang yang belang", Balas si pria judes

"Katkat!!"
"Kok jadi kumbang si", Sela seorang lelaki yang sedang menyimak adegan dua sejoli yang tak jauh didepannya. Sontak kedua sejoli itu menoleh kesumber suara.

"Kenapa Sek?", Gosek, yang diberi pertanyaan bukannya menjawab malah bertanya pada gadis yang kini sedang membaca ulang kertas naskah.

"Re? Emangnya lo beneran kumbang?", Tanya Gosek

"Njirr Jake! Gue kupu kupu bukan kumbang!", sungut Reta kesal sambil memukuli Jake dengan kertas naskah. "Enak aja gue jadi kumbang, pake lo katain kumbang belang lagi. Tayi tayi tayi!", lanjut Reta masih terus memukuli Jake yang sedang tertawa sambil menghindari pukulan Reta.

"Heh re, jadi kumbang aja lo ngga cocok, apalagi kupu kupu. Lo pantesnya jadi ikan belut disawah", Balas Jake mengejek Reta

"eh grimis ges grimis. Neduh dulu ayo", Ajak Gosek menengahi keduanya

"Minggir", sewot Reta mendorong tubuh Jake lalu berlari menggapai uluran tangan Gosek untuk mencari tempat berteduh.

Mereka berteduh dihalte pinggir taman. Iya, mereka bertiga memang sedang berada ditaman. Sepulang sekolah tadi,  Jake dan Reta memaksa Gosek membantu mereka mengerjakan tugas membuat video drama dari kutipan naskah yang Pak Gino beri, sebagai tambahan tugas akibat jawaban PR Jake dan Reta sama, baik jawabannya, juga gaya tulisannya, ala reta. Selagi Jake dan Reta berakting sesuai naskah, Gosek memvideokan.

"Kalo sampe video sekali lagi ngga jadi, buang aja deh gue, kalian pungut tu si Bonar yang paling sabar ngadepin kalian", Ujar Gosek sok dramatis. Pandangannya lurus kedepan, menembus rinai hujan, mencari kehangatan dibaliknya. Tangan kanannya yang masuk ke dalam saku celana osis diangkatnya, menuju bahu Reta, merangkulnya, dengan setipis senyuman, tanpa mengalihkan pandangan.

Reta yang sedang bersedekap berdiri disamping Gosek menoleh, "yaahh, kok gitu si sek. Plis laahh. Janji deh sekali lagi", bujuk Reta

"Iyaa, tenang aja. Gue juga ga tega kali re biarin nilai lo ga keluar nanti di rapor", Jawab Gosek.

Reta tersenyum.

💦💦💦

"Abangg, Reta pulangg", Teriak Reta memasuki rumah sambil melepas sepatunya.

Ia langsung merebahkan tubuhnya di sofa depan tv. Tak selang beberapa lama abangnya muncul dari dapur membawa roti bakar untuk diberikan pada Reta.

"Nih Dek. Cape ya", Ujar Bang Raka sambil duduk dan meletakan sepiring roti bakar di depan Reta.

"Cape banget", Jawab Reta singkat sambil mengambil rotinya dan melahapnya. Catat, dalam posisi rebahan.

"Duduk dong dekk", pinta Bang Raka. Ia terus memandangi Reta dengan tatapan sayangnya.

Reta menurut. Ia mengubah posisinya menjadi duduk. Dan heran dengan abangnya yang sedari tadi memandanginya. "Kenapa bang?", tanya Reta

Bang Raka tersenyum, "Abang beliin kamu nyoklat, mau minum sekarang?", tanyanya

Mata Reta berbinar, "Mau dongg", Jawabnya girang

"Bentar ya", Ujar Bang Raka, bangkit dari duduknya, lalu berjalan menuju dapur.

Sementara itu, Reta menyalakan televisi dan tayangan yang pertama muncul adalah sinetron yang memperlihatkan adegan kecelakaan motor. Seketika ia teringat kejadian lima hari lalu, kejadian di pom bensin kala itu. Ia hanya tersenyum getir.

Abangnya datang membawa segelas nyoklat untuk Reta. Ia menjatuhkan dirinya disamping Reta, memberikan nyoklatnya, lalu merangkul Reta kedalam pelukannya.

"Dek?", Panggil Bang Raka tanpa mengalihkan pandangannya dari layar televisi.

"Hm?", balas Reta, tanpa mengalihkan fokusnya pada Nyoklatnya

"Jangan sakit sakitan lagi ya, Jangan suka kabur kaburan lagi. Abang tau kamu itu pemberani. Kamu pasti tau sendiri, yang namanya masalah itu dihadepin, bukan dihindarin. Kalo pengin cepet selese ya cepet cepet diselesein", Ujar Bang Raka, raut wajahnya tenang, dan tanpa mengalihkan tatapannya dari televisi

"Nangis Boleh kan bang. Nangis bikin plong ya bang. Makanya aku sekarang sukanya nangis", Jawab Reta dengan gaya polosnya. Kini tangannya bergerak untuk memeluk abangnya. Ia tahu kemana arah prmbicaraan ini

Bang Raka tertawa kecil, "Nangis boleh, ngeluh juga boleh sama suatu masalah, asal jangan mundur, jangan nyerah", Jawab bang Raka, "Abang tau kamu sebenarnya lebih dewasa dari ini. Ga apa kamu bohongin orang orang sama tawa kamu, seolah kamu baik baik aja. Tapi kamu ga bisa bohongin abang", lanjutnya

"Reta tau harus ambil tindakan apa buat bahagiain hati reta sekarang?", Tanya Bang Raka

Masih memeluk Abang, Reta mengangkat kepalanya menghadap wajah Bang Raka, tersenyum sambil meneteskan air mata disana.

Bang Raka balas memeluk, lalu mencium puncak kepala adeknya.

Nyoklat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang