Dua Puluh Dua

24 4 0
                                    





"Re", panggil Jake

Reta masih tak bergeming. Pandangannya menatap lurus pemandangan dihadapannya, pepohonan, bukit dan langit yang bagai menyatu. Helaian rambut yang keluar dari kuciran terus menari nari ditiup angin sore. Ketukan jemari pada papan kayu yang didudukinya seirama dengan kakinya yang mengayun ditengah udara.

*bayangin aja Reta yang disitu, duduk, kakinya diselipin kebawah ungkang ungkang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*bayangin aja Reta yang disitu, duduk, kakinya diselipin kebawah ungkang ungkang

*bayangin aja Reta yang disitu, duduk, kakinya diselipin kebawah ungkang ungkang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Re, anginnya kenceng. Ngga baik buat lo. Ayok balik, dah sore", untuk ketiga kalinya Jake melemparkan kalimat yang sama.

"Gue pengin sunset", Jawab Reta datar tanpa mengubah posisi dan arah pandangnya

Setelah bercerita pada Reta apa yang terjadi digang nyoklat Denji kala ulang tahun Jeni itu, Reta menjadi lebih pendiam. Jake tau dia sedang menghindari teman temannya, termasuk Jake sendiri. Lagi lagi mereka harus memaklumi apa yang Reta alami dan rasakan dengan memberinya waktu sendiri, tapi bukan dua hari ini yang mereka harapkan, ini terlalu lama. Jake mengajak Reta ke bukit Tranggulasih, lagi. Ia tau Reta suka dan ia tau disana mungkin Reta akan lebih fresh dan terbuka padanya. Saat ini juga, kesempatan bagi Jake untuk menjadi wadah segala keluhan Reta, tapi nyatanya Reta tetap diam.

Jake yang tadinya berdiri disamping Reta yang duduk, mengubah posisi menjadi duduk mensejajari Reta, kakinya bersila, tubuhnya menghadap Reta yang menyampinginya.

"Kalo gue nawarin lo cerita, apa lo mau bilang belum siap lagi?", Jake membuka percakapan. Matanya memandang lurus Reta yang kini menghentikan ketukan jarinya karna ucapan Jake.

"Gue ngga punya cerita", Jawab Reta datar

"Tapi lo pasti punya alasan kenapa diemin kita kaya gini. Lo kenapa si Re? Lo ada masalah? Apa kita yang ada salah sama lo?", Jake mulai tak tahan dengan sikap Reta, namun ia masih berusaha menjaga volume suaranya untuk tidak terkesan membentak.

Reta semakin diam. Tak ada ketukan jemarinya lagi, tak ada ayunan kakinya lagi, pandangannya menurun, ia menunduk, keheningan deburan angin sore membuat segalanya menjadi sangat, hening. Oh ayolah, Jake tak suka Reta seperti ini.

Nyoklat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang