J a n u a r y

107 15 8
                                    

Hari libur adalah berkah untuk segala macam umat manusia—kecuali yang memang workaholic atau mudah bosan bila tidak mengerjakan apa-apa. Lucy tidak termasuk ke dalam golongan terakhir. Ia, sama seperti kebanyakan orang lainnya, menyenangi hari libur. Sayangnya, ia tidak dapat bervakansi ke tempat-tempat yang jauh, sehingga berkeliling Kota Yokohama menjadi pilihan—mengunjungi objek-objek terkenalnya.

Setelah menghabiskan setengah hari berkeliling, memanjakan matanya dengan lanskap kultur, Lucy memutuskan untuk kembali. Di perjalanan pulang, sebuah crane game machine yang terletak di depan game center membuatnya tertarik. Tidak, bukan mesinnya. Isinya. Boneka-boneka binatang yang tampak lucu.

Lucy masih memiliki beberapa kepingan logam yen, sih. Satu atau dua kali mencoba tidak apa-apa, kan?

Lucy mengeluarkan dompetnya, kemudian mengeluarkan tiga koin seratus yen. Saat akan memasukkan koin, sebuah suara mengagetkannya:

"Oh, Montgomery! Kau mau main UFO game?"

Lucy—dengan gerakan patah-patah—menoleh ke belakang. Di sana, berdiri sosok pemuda bersurai jingga yang ia kenal.

"... Twain?"

.

.

Bungou Stray Dogs © Kafka Asagiri (writer) & Harukawa 35 (illustrator).

Fanfiksi ini dibuat untuk menyalurkan kegemaran semata.

Warning: (possibly) OOC, SPOILER (manga), may contain headcanon(s).

YOU HAVE BEEN WARNED.

.

.

Dengan panik, Lucy membalikkan badannya. Selain agar mudah berbincang dengan pemuda itu, juga untuk menutupi isi box yang ada di belakangnya—walau tadi sempat terlihat sekilas oleh Twain. "Apa...." Ia berdeham. "Apa yang kau lakukan di sini? Bukannya kau ingin menulis autobiografimu di Amerika?"

Perhatian Mark Twain sepenuhnya teralih dengan topik yang diangkat Lucy. "Aku ingin melanjutkan petualanganku! Bukankah akan membosankan kalau aku mengakhiri kisahku begitu cepat, setelah keluar dari Guild?"

"Kau dan selera berpetualangmu yang aneh itu." Lucy mengangkat bahunya.

"Tidak aneh! Yang benar itu luar biasa!" Twain membusungkan dadanya. "Biografi yang luar biasa karena kisahnya dan sorot utamanya yang keren, tak lain adalah aku, Sang Twain Yang Agung!"

Lucy memutar bola matanya. "Terserah."

"Kau jahat sekali, Montgomery!" Mark mengusap-ngusap bagian bawah hidungnya dengan telunjuk; memperlihatkan ekspresi sedih yang dibuat-buat. "Oh, ya. Lupakan soal autobiografiku sementara. Kau belum menjawab pertanyaanku."

Gadis itu bisa menebak arah pembicaran ini. Berkedip-kedip sok inosen sambil sesekali melirik ke arah lain, Lucy membalas, "Pertanyaan yang mana?"

"Tentu saja soal UFO game yang ada di belakangmu!"

Shit.

"Aku hanya ingin mencobanya sekali!" sembur Lucy, pipinya memerah. "Cuma mencoba!"

"Oke, kalau itu katamu." Giliran Twain yang mengedikkan bahu.

"Sana, pergi. Aku mau main. Kehadiranmu hanya akan membuyarkan konsentrasiku," usirnya.

Twain tidak mengindahkan perintah Lucy. Malah, ia berjalan mendekat, berdiri di samping Lucy.

Lucy pasrah dan membiarkan Twain menemaninya. Koin bernilai seratus yen ia masukkan ke dalam mesin. Setelah itu, ia menggerakkan derek hingga derek itu berhenti di atas sebuah boneka kucing. Lucy menekan salah satu tombol, membuat derek turun dan mencapit boneka yang dipilih Lucy. Sayangnya, boneka tersebut jatuh di tengah jalan—saat derek kembali ke tempatnya semula.

"What the...." Lucy terpana, Twain tertawa. "Berisik!" Lucy mendelik ke arah Twain, membuat pemuda itu membungkam mulutnya—menahan tawa.

Dengan sebal, ia kembali memasukkan koin. Hasilnya sama saja, gagal. Kali ini, Twain tertawa lebih keras. Lucy mati-matian menahan diri untuk tidak mencekik sang sniper maupun menendang mesin yang berada di depannya.

"JANGAN TERTAWA!" serunya.

"AHAHAH, maaf! Tapi, pfft ... ahahAHAHAH...." Twain berusaha meredakan tawanya agar kakinya tidak diinjak oleh Lucy—seperti yang pernah dilakukan si gadis saat dirinya ditangkap (omong-omong, pijakannya sakit sekali). "Oke, oke. Aku sudah berhenti tertawa, pfft. Sekarang, berikan koinmu, biar Twain Yang Hebat ini mencobanya."

Gadis berambut merah itu memberikan koin terakhirnya pada Twain. Ia bergeser ke samping dua langkah agar Twain dapat mengambil tempatnya.

"Kalau gagal, aku akan menertawaimu sampai kau tidak punya muka lagi." Lucy bersedekap.

"Oh? Kalau aku berhasil?" Twain memainkan logam itu di antara jemarinya.

"Humm ... mungkin akan kutraktir sesuatu."

Pemuda itu menyengir. Ia melempar koin, kemudian menangkapnya sembari berucap, "Deal!"

Koin dimasukkan lagi, permainan dimulai kembali dengan player yang berbeda. Cara mainnya juga tidak berbeda jauh dengan Lucy. Hanya saja....

*

"God dammit! Kenapa kau bisa berhasil dalam sekali coba, sedangkan aku dua kali dan tak dapat apa-apa?!" Lucy tidak terima.

Twain mengambil boneka dari lubang hadiah, lalu menyodorkannya pada Lucy. Tampak senyum pongah terukir di parasnya. "Karena yang memainkannya adalah The Almighty Twain-sama ini!"

"Ugh ... dunia memang tidak adil," gerutu Lucy; mengambil boneka yang diberikan padanya. "Terserahlah. Janji adalah janji. Kau mau ditraktir apa?"

"Aku mau es krim. Katanya, yang ada di dekat taman enak." Twain terdiam, tampak berpikir sejenak. Ia menambahkan, "Mungkin ciuman di pipi, kalau kau mau."

Detik itu juga, Twain harus merelakan kaki dan tulang keringnya menjadi korban kekerasan Lucy.[]

12 Months: Lucy M. Montgomery | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang