Si Gadis mata satu tidak ada di kelas. Viola meski diam dan duduk manis, matanya tidak bisa berhenti melirik pintu yang dibiarkan terbuka. Tiara sendiri telah kembali ke kelas Amarta. Hanya saja saat menoleh ke belakang sewaktu hendak masuk ke kelasnya sendiri, Ratimeria lenyap. Viola menyetujui adanya pendapat kalau kembarannya itu memiliki tubuh seperti bulu, namun tetap saja, bagaimana bisa dia tidak mendengar sama sekali langkah kaki gadis itu tatkala meninggalkannya?Kalau dia tidak benar-benar bisa mengikuti sekolah umum, kenapa sampai repot-repot menjadi pelajar sementara di sana? Entah di mana Ratimeria sekarang, yang pasti dia pasti sengaja membolos. Tidak mengherankan selama ini sumber kegiatan belajarnya berasal dari pengajaran privat—selain guru-guru yang dipekerjakan, Viola sempat iri kalau Ratimeria kadang menerima didikan langsung dari ayah mereka. Apa yang dia pelajari telah jauh melewati batas materi sekolah formal. Mungkin otaknya mirip Melisma, hanya saja dia tidak punya ambisi untuk mengandalkan segala hal yang dia tahu. Kerjanya hanya mengurusi perusahan produsen-produsen makanan yang tersebar di mana-mana. Sayangnya Viola hanya tahu sebatas itu.
***
Sedari awal dia memang tidak berniat berdiam di dalam kelas. Ratimeria tidak suka kurungan yang berwujud nyata—kelas sekolah adalah salah satunya. Dia berada di halaman belakang sekolah yang dipenuhi tanaman juga rumput liar. Matanya terpaku pada sekuntum bunga kertas yang dihinggapi kupu-kupu merah. Tanpa berkedip dia memperhatikannya hingga akhirnya kupu-kupu tadi terbang.
Mungkinkah.., dia bertanya dalam hati. Langkah mereka mendekat ke sini terlalu berisik?
Ratimeria menoleh. Dia tidak terkejut melihat sepasang gadis berada lumayan dekat dengannya sekarang. Haven dan Isabel. Dia cukup tahu hanya dengan membaca name tag keduanya.
“Kamu siapa?” tanya Isabel. Sebab air muka yang berbeda, juga berkat balutan kain putih di mata kirinya, mereka tidak mengenali wajah Ratimeria mirip dengan Viola ataupun Amarta.
“Sounds like rhetorical question to me…” Ratimeria berujar disambut dengan kerutan kening Isabel dan Haven. “Terus kenapa kalian ke sini?”
Isabel dan Haven saling berpandangan sekilas. Mereka mendengar kalau Amarta terus-terusan berbicara dengan guru yang sedang mengantar siswa baru berkeliling sekolah. Gadis itu bertingkah mencurigakan hingga keduanya tidak bisa tenang. Isabel bersikap tenang namun Haven sebaliknya. Mereka tambah cemas karena tidak berhasil menemukan Amarta di mana pun. Atau bahkan gadis cengeng itu nekat datang ke ruang guru.
Pertanyaan Isabel tadi sebatas kilasan karena mereka mendapati Ratimeria tidak mengenakan seragam identitas sekolah seperti siswa lain.
Meskipun hanya dengan mata kanan, Ratimeria menatap mereka bergantian tanpa melewatkan satu detilpun. Isabel—khususnya—merasakan hawa aneh menjalar di tubuhnya.
“Kita pergi aja,” ajak Haven menarik lengan Isabel.
“Looking for someone?” Ratimeria bertanya lagi sebelum mereka berdua membalikkan badan untuk pergi.
Haven dan Isabel sama-sama menoleh.
“Kurasa aku tadi melihat seseorang masuk ke sana..,” kata Ratimeria menunjuk ke satu arah.
Mata kedua gadis tadi langsung membelalak begitu mengetahui telunjuk Ratimeria mengarah ke sebuah barak di samping laboratorium biologi. Panik, mereka langsung berlari ke sana. Haven mencoba membuka pintu namun barak itu dikunci dari dalam. Dia pun berteriak menebut nama seseorang dengan terus menggedor-gedor pintu. Isabel sendiri berulang kali menekan-nekan tombol ponselnya diiringi decapan gelisah.
Ratimeria mendekati keduanya dengan langkah tanpa suara. Barulah ketika baik Haven dan Isabel sampai pada puncak frustasi mereka, Ratimeria memberikan saran terbaiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twins: Out of Story
Teen FictionThis works only contain out-of-story of my charas in the main story. Don't read if you didn't read main story. Apa jadinya kalau si Kembar berkumpul? . . . . . Kekacauan