Lesson (5): Third Round

839 117 6
                                    

September gift 😘
_____________________________________

Sudah tidak terhitung berapa kali baik Hebron atau Mawa memaki dalam hati. Ronde kedua hampir selesai dan tubuh mereka banjir keringat. Mawa bahkan mulai susah menelan ludah sendiri karena degup jantungnya memompa tidak karuan. Kondisi Hebron mungkin sedikit lebih baik, hanya saja Mawa tidak yakin kalau laki-laki itu akan kuat meladeni ronde terakhir—karena biar bagaimana pun salah satu dari mereka harus bertahan untuk menemani Lotad.

Di seberang mereka Tiara menatap tajam. Pandangan Mawa yang agak berkunang-kunang diselimuti nuansa merah. Rambut cokelat terang Tiara dilihatnya seperti merah menyala dan seakan berkobar diterpa angin. Sebenarnya tanpa Mawa dan Lotad tahu, Tiara juga sudah mulai kehabisan tenaga. Gadis itu sedang berlagak baik-baik saja.

Dan omong-omong, baru beberapa menit yang lalu Tiara menghantamkan raketnya dan bola mendarat telak di pinggang Hebron. Laki-laki itu meringis juga mendesis. Lotad mulai menekan kedua rahangnya tidak sabar. Hebron tahu dia telah cedera. Tapi sifat keras kepalanya itu sama sekali tidak memberi keuntungan.

"Damn girl," gumam Hebron. "Dia jauh lebih kuat dari gadis sebelumnya."

"Berani bertaruh, Gargaric pasti mengistimewakan dia," sambung Mawa juga sama pelannya.

Ini baru sesi kedua. Tiara hanya harus mencuri satu skor lagi untuk mendapatkan kemenangan. Baik Hebron dan Mawa harus bersiap menghadapi kekalahan.

Memang betul jika gadis itu kuat. Tapi Melisma yang berada di bangku cadangan menangkap sisi idiot kembarannya satu itu. Tiara tetap bocah sembrono yang mementingkan gengsinya daripada berpikir panjang.

Hampir mencapai garis pinggiran arena, Tiara melambungkan bola hijau ke udara. Matanya nyalang. Hantaman kilatnya kembali menyambar ke seberang. Hebron tersentak lalu berlari seperti orang kesetanan. Sayangnya pukulan laki-laki itu tidak sebanding dengan yang Tiara tumpahkan.

Bola berbalik arah. Tiara bersiap memasang kuda-kuda. Lalu dengan kedua tangannya, bola terlontar membelah udara bagaikan peluru. Bunyi benturan bola yang beradu dengan lantai membuat Hebron dan Mawa lagi-lagi terpaku. Lutut Hebron menekuk—laki-laki itu syok menerima kekalahannya.

Padahal mereka hanya menghadapi satu orang!

"Tim A win!!" pekik Viola girang berbarengan dengan Amarta. Keduanya lalu melompat-lompat gembira. Tapi ekspresi yang dimunculkan Melisma justru sebaliknya.

Kerutan di dahi Melisma bertambah. Pandangannya tidak lepas dari Tiara yang masih bergeming sementara pundaknya bergerak naik turun. Gadis itu menoleh. Viola dan Amarta melambaikan tangan ke arahnya dengan senyum mengembang. Tapi saat itu juga, senyum Viola lenyap.

"Satu.." Melisma mulai menghitung saat Tiara menunjukkan jempol tangan kanannya. "Dua.."

Dan di hitungan ketiga, Tiara jatuh pingsan.

***

Jauh di lantai tertinggi salah satu mercusuar, Gargaric Len tertawa terbahak-bahak. Dengan asyiknya, orangtua itu bahkan tidak bosan mengulang detik-detik di mana Tiara menoleh ke kembarannya yang lain, mengacungkan jempol, lalu roboh seperti bowling pin yang tersenggol bola. Tawa Gargaric makin keras ketika Melisma yang uring-uringan kemudian menyeret Tiara keluar arena. Cucunya yang pemarah itu juga mencubit pipinya berulang kali disertai omelan-omelan panjang.

Melisma juga pasti tahu kalau Tiara terlalu berlebihan menggunakan energinya. Gadis itu dikuasai semangat yang menggebu-gebu, dan akibatnya tidak menyadari tenaganya terkuras habis meski sama sekali tidak cedera. Tapi berkatnya juga, Ratimeria belum sekalipun mengayunkan raket.

The Twins: Out of StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang