Setelah menghabiskan kira-kira separuh sarapannya serta tidak lupa menghirup aroma blooming tea pagi ini, Ratimeria dijemput oleh seorang laki-laki berotot dengan kepala tanpa rambut. Penjaga gerbang sempat takut kalau orang yang bersinggah itu adalah preman. Tapi ketika laki-laki itu memberikan salam padanya dan bertingkah sopan, kekhawatirannya pun sirna.
Tidak lama kemudian Ratimeria keluar dari pintu utama mengenakan coat cokelat yang membuatnya tampak hangat. Laki-laki itu tersenyum lalu menunduk sekilas, sedangkan Ratimeria memperhatikan dia seksama mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki. Gadis itu tahu namanya, namun tidak begitu mengenalnya. Dia meminta seseorang mengantarnya ke suatu tempat dengan penjagaan yang benar-benar aman, tapi seseorang itu lalu menyuruh putra sulungnya ke sana.
“Davi?” Nama laki-laki itu dia sebut.
“Ya, saya Davi,” responnya sembari tersenyum merekah. Matanya mengerjap-ngerjap ramah membatin kalau dia amat bersyukur ayahnya tidak menyuruhnya memandu orang yang tua dan aneh. Justru di hadapannya sekarang berdiri gadis berbaju loli yang kira-kira seumuran dengannya. Dia sangat cantik meski ekspresinya datar.
“Kau tidak pergi ke sekolah?” tanya Ratimeria mengingat Viola dan Tiara sudah berangkat sekolah kurang lebih satu jam yang lalu.
“Harusnya begitu. Tapi kata ayah, saya harus menemanimu… em.. Vr—.. maksud saya Nona Vrt—…”
“Meri.” Gadis itu memotong lebih dulu karena sepertinya nama tengahnya tidak mudah untuk Davi sebut. Lebih dulu dia bertanya, “Di mana ayahmu?”
“Beliau di rumah sakit mengantar mama.”
“Ah… Aku harap Sofiana baik-baik saja.”
Davi mengerjap mendengar Ratimeria menyebut nama ibunya tanpa embel-embel apa pun. Dia juga tidak sungkan membuka pintu mobilnya lalu masuk ke sana sebelum Davi sempat melakukannya untuk gadis itu. Beberapa menit yang lalu ayahnya memberi perintah yang cukup sederhana namun berkatnya Davi terus bertanya-tanya dalam hati mengenai siapa gadis itu dan apa hubungannya dengan ayahnya. Ayahnya juga berpesan kalau Davi tidak boleh sampai mengacau di depannya. Dia bahkan memberi instruksi panjang lebar mengenai bagaimana cara memperlakukannya. Davi menebak kalau bentuk perlakuan itu sebagai wujud layanan seseorang pada tuannya. Kemudian Davi menyimpulkan kalau gadis itu pastilah anak bos ayahnya.
Ratimeria hanya memberikan sepucuk kertas yang bertuliskan sebuah alamat. Davi sempat mengernyit bingung namun akhirnya dia mengerti ke mana mereka akan pergi. Perjalanannya sendiri memakan waktu satu setengah jam. Sesampainya di sana yang mereka lihat adalah bangunan kecil dengan papan tulisan Orchid Bakery. Dinding depannya menggunakan kaca.
Gadis itu jauh-jauh datang ke sana untuk membeli roti? Davi tidak habis pikir.
“Tunggulah di sini,” pesan Ratimeria sebelum keluar dari mobil. Davi melihatnya masuk ke sana, kemudian masuk lagi ke ruang yang lebih dalam, tanpa mengamati barisan roti dalam etalase.
***
Viola mengawasi baik-baik pensi yang sekolahnya adakan walaupun untuk merencanakannya mereka hanya diberi waktu dua minggu. Sudah empat pengisi acara yang sudah tampil di panggung. Selama itu pula dia terus-terusan menghela napas panjang. Respon penampilan-penampilannya bukan karena suara penyanyi bagus, permainan musik yang memukau, melainkan karena tingkat populer mereka juga rupa wajah. Viola sebenarnya ingin sekali tampil, tapi usahanya langsung gugur setelah salah seorang guru yang tidak tahu sama sekali mengenai bakatnya langsung menunjuk dia sebagai ketua penanggung jawab.
“Ivan keren banget, ya kan?” komentar Cindy yang berdiri di sebelahnya.
“Tukang Make up-nya pasti rugi bandar,” respon Viola menggumam enggan. Sembari menunggu persiapan penampilan berikutnya, perhatiannya beralih pada daftar pengisi acara. Awalnya tanpa curiga, gadis itu bertanya, “Siapa Seruni?”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twins: Out of Story
Novela JuvenilThis works only contain out-of-story of my charas in the main story. Don't read if you didn't read main story. Apa jadinya kalau si Kembar berkumpul? . . . . . Kekacauan