"Nad!"
Nada tahu persis siapa yang memanggil. Namun ia memilih untuk tidak menoleh.
"Nada!!"
Panggilan itu terdengar lebih keras lagi. Nada cuek. Ia langsung memakai earphone di telinganya.
"Nada!!!"
Amel sudah berdiri di samping Nada. Cewek dengan rambut bergelombang itu tampak ngos-ngosan, napasnya memburu. Ia tampak mengeluh dan membungkukkan badan sedikit.
Amel menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya kuat-kuat, "Lo kenapa menghindar, sih?!"
Nada masih bergeming.
Amel geram, lalu mencopot earphone di telinga Nada dengan asal, "Lo ini tuli atau cuma pura-pura tuli?"
"Gue yakin lo pasti tahu kesalahan lo kemarin," sahut Nada datar, tubuhnya ia sejajarkan menghadap Amel.
Amel memutar bola matanya, tampak maklum, "Yaelah, Nada. Lo kayak enggak tahu gue aja. Emangnya cuma lo yang bisa pacaran?"
"Tapi Amel sahabat gue yang baik hati dan tidak sombong, lo, kan, tahu gue sama Adrian udah putus beberapa bulan yang lalu."
"Ah, udahlah, gue enggak peduli lo mau ngomong apa. Yang jelas, gue rasa Justin udah mulai suka sama gue." Amel menerawang, sambil tersenyum.
Alis Nada bertaut, "Cowok yang kemarin?"
"Siapa lagi?"
"Lo percaya sama love at first sight?"
"Percaya enggak percaya, sih. Tapi gue sama Justin kayak gitu, kok." Amel terkekeh.
"Gue mau pulang dulu." Nada melenggang pergi meninggalkan Amel. Mengobrol dengan cewek itu tak ada habisnya. Mending ia menjalankan rencana pentingnya hari ini. Menemui cowok si pemain basket kemarin.
***
Nada berjalan keluar dari gedung sekolah sambil satu tangannya menggenggam HP. Hari yang panas. Air keringat tampak menggantung di berbagai sudut di wajahnya. Nada sampai harus berkali-kali mengibaskan rambut panjangnya ke belakang. Mengusir rasa gerah.
"Halo? Kita ketemu di mana?" Nada berseru kepada HPnya. Sambil sesekali memerhatikan sekitar dengan teliti. Ia lanjut bergumam setelah menerima sahutan dari orang yang diteleponnya sekarang, "Apa? Di halte? Ah, oke."
Nada mematikan HPnya. Sebelum lanjut berjalan lagi, ia merogoh tasnya, lalu mengambil pengikat rambut. Setelah itu mengucir kuda rambutnya.
Karena jam pulang sekolah, halte sedang ramai-ramainya sekarang. Nada jadi kesulitan menemukan seorang cowok jangkung di antara lautan manusia itu. Nada melangkah terus. Ada kekhawatiran dalam hatinya, kalau saja dirinya sendiri sudah lupa bagaimana wajah si pemain bola basket. Secara, mereka baru pertama kali bertemu kemarin. Itu pun tidak lama.
Nada tak berhenti melangkah. Di tengah kesibukannya memandangi satu per satu manusia di halte itu, seseorang menepuk pundaknya. Otomatis Nada tersentak kaget. Ia was-was menoleh ke belakang. Begitu menoleh, matanya menangkap sosok...
***
Sekarang, Arya sudah berada di depan SMA Bakti Nusantara. Ya, SMA itu memang tak berada jauh dari sekolahnya sendiri. Tinggal berjalan beberapa menit, sudah sampai.
Arya berjalan dengan santai. Sambil sesekali memainkan kotak biru tua milik cewek itu di tangannya. Kotaknya tampak biasa saja. Sederhana. Di salah satu sisi tertulis sebuah nomor telepon. Siapa lagi kalau bukan milik cewek itu? Mungkin dia terlalu pelupa hingga harus menuliskan nomor teleponnya sendiri di kotak itu. Arya tersenyum kecil membayangkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stray Heart
Genç Kurgu"Kenapa lo ngelakuin itu semua? Lo enggak puas ganggu gue?" "Dia itu musuh gue. Jangan dekat-dekat sama dia!" "Gue enggak perlu tahu kalian musuh atau enggak. Yang penting, jangan sampai lo manfaatin gue untuk ngejatuhin dia. Kalau sampai kejadian...