"Sendiri bukan berarti kau kesepian, lebih menakutkan merasa kesepian saat kau bersama seseorang."
Catatan Movie : My Love, My Bride (2004)***
Gadis kecil itu masih setia duduk di bangku taman rumahnya. Tampilan berantakan tak membuatnya peduli untuk membersihkan diri. Dia sedang kesal dan tidak butuh penilaian semua orang. Rambutnya terlihat tak beraturan. Wajahnya penuh coretan alat tulis dan tak ketinggalan sisi baju di bagian lengan tercetak warna kecoklatan. Sepertinya terkena tanah basah.
"Kenapa lagi hari ini?" Mendengar suara penuh kehangatan di sampingnya, tak membuat gadis kecil itu luluh. Dia bahkan memalingkan wajahnya semakin angkuh. Pria itu merapikan tatanan rambut si gadis dengan sabar.
"Princes Moana jadi babak belur," godanya agar si gadis kecil itu mau menatapnya. Dan tepisan tangan sebagai jawaban.
"Dy mau ketemu Mama. Dy mau ditemenin Mama," lirih gadis itu tiba-tiba. Membuat yang melihat terkejut. Gadis itu terkenal jarang menangis. Dia terkenal ceria. Tapi tidak hari ini.
"Kan, ada Papa?"
"Papa nggak bisa diajak main boneka," ucapnya sambil menangis. Pria itu menarik tubuh mungil dalam pelukan.
"Biasanya setiap malam kita main boneka," rayu si pria pelan.
"Tapi nggak bisa main cantik pakai lipstik." Pria itu terkikik. Wajah putrinya masih cemberut lucu.
"Kan, bisa main alat rias punya nenek. Nenek saja kamu ajak main itu."
"Nenek mukanya udah nggak jaman." Anak kecil dengan segala pemikiran polosnya. Sekali lagi pria itu terkikik geli.
"Dy mau kayak Olivia, diantar Mama ke sekolah. Rambutnya rapi. Dy mau tidur dipeluk Mama." Ungkapan hati yang langsung membuat pria itu terdiam. Dia memang mengurus semuanya sendiri. Menjadi figur seorang ayah dan ibu dalam satu waktu. Tetapi ada hal yang tetap tak bisa dia jangkau untuk diatasi.
Bukan ranahnya menjadi figur seorang ibu sesungguhnya. Dia tetap seorang pria.
"Sama Papa aja, yah?" Gadis itu melepas pelukan. Berdiri lalu berlari ke dalam rumah.
"Dy maunya sama Mama. Carikan mama baru buat Dy," teriak gadis itu berlari. "Dy mau punya Mamaa.."
Pria itu hanya bisa menghela napas pasrah. Ini sudah kesekian kalinya putrinya sering meminta hal yang tak mungkin bisa dia kabulkan.
Dia menikmati segala kesulitan menjadi orangtua tunggal. Di usianya yang belum berkepala tiga, dia bisa melewati masa terberat dengan baik. Status sebagai orangtua sudah dia dapati saat dia berusia dua puluh dua tahun. Sudah enam tahun dia berjuang sendiri. Berbagi waktu menjadi seorang ayah dan mencapai cita-cita bersamaan. Semua dia nikmati dalam kesendirian hati, tanpa pendamping.
Hanya putrinya yang selalu meramaikan kisah hidup sepinya.
"Aku harus bagaimana?" ucapnya sendiri sambil menutup mata. Cara pikir anak-anak tak bisa dia kuasai sepenuhnya. Menjelaskanya pun butuh rangakain kalimat yang bisa diterima.
"Kakak egois." Lamunan pria itu terganggu karena suara seseorang wanita yang tak dia sadari sudah duduk di sampingnya.
"Aku mau mengurus Dy setiap hari. Dia butuh sosok seorang ibu. Dan mungkin kamu juga butuh kehadiran seorang istri." Pria itu hanya mendengarkan ucapan wanita itu. Lalu lambat laun tersenyum remeh.
"Izinkan aku mengurus Dy dan juga Kakak!" Pria itu berdiri, tak menghiraukan permintaan yang sejak tadi menjadi beban di hatinya. Putrinya memang meminta perhatian dari figur bukan dirinya.
"Kak, aku mohon!" Pria itu menepis tangan sang wanita yang ingin menahan tangannya. "Kali ini kita jangan egois. Semua demi Dy."
"Egois?" tanya pria itu tak terima.
"Waktu membuat kita semakin dewasa. Aku yakin Kakak mengerti. Ayolah, kita bersama menjaga Dy."
"Kemana saja kamu selama ini? Baru sekarang datang setelah meninggalkan kami seenaknya, lalu datang tiba-tiba dengan mudah ingin mengambil alih Dy! Tidak semudah itu. Dy belum tentu mau," teriaknya kesal.
"Lagi pula aku tidak butuh istri. Aku bisa mengurusi Dy sendiri," ketus pria itu tersinggung.
"Lalu tadi apa? Dy meminta sosok ibu." Wanita itu menarik paksa tubuh si pria agar bertatapan.
"Aku dengar tadi ungkapan hatinya. Dy mau kehadiran mama nya. Kakak harus ingat! Aku ibu kandungnya." Wanita itu tak kalah kerasnya bersuaranya.
"Aku mau bersama Kakak mengurus Dy, putri kita." Pria itu mundur.
"Kita sudah bercerai. Kamu tidak ingat? Setelah Dy lahir, kamu yang meminta perceraian."
Wanita itu diam saat satu kenyataan sesungguhnya harus dia sadari. Mereka sudah bercerai. Tapi dia harus bisa bangkit saat ini. Masa lalu harus dilupakan. Sekarang saatnya melangkah.
"Aku mau kita kembali bersama. Aku tak mau hidup sendiri lagi. Aku mau kita memulai semuanya dari awal. Aku mau kita rujuk, Kak," jujur wanita itu pelan.
"Rujuk?" tanya pria itu tak habis pikir.
"Iya, aku mau rujuk sama Kak Harlan."
***
Rujuk?
Selasa, 18 Juli 2017
MounalizzaYuhuy, Harlan ini tokoh dibuang sayang.. hahhaa ..Oke disave aja duluu...
KAMU SEDANG MEMBACA
Rujuk?
General Fiction--- Masa lalu mereka memang pahit. Masa lalu mereka pernah terukir miris. Tidak ada cinta saat dulu, hanya atas nama tanggung jawab keduanya mau resmi hidup bersama. Mereka dua orang asing yang terpaksa menikah karena sebuah kesalahan. Dan akhirnya...