Ting.
Pintu lift pun berbunyi. Aku segera keluar dan berencana segera membersihkan diri dan tidur. Aku makin pusing jika memikirkannya. Tunggu, siapa gerangan orang yang terduduk di depan pintu ku? Apakah dia penjahat? Aku mendekatinya pelan-pelan. Takut jika tiba-tiba ia justru terbangun dan beranjak menerkamku.
'Omo, tenang Eunji, tenang. Semoga dia bukan orang gila atau penjahat. Eomma, aku belum ingin mati.'
Tap. tap.
Secara perlahan aku berjalan mendekati sosok yang duduk itu. Aku masih menahan napas dan memengangi dadaku berusaha mengontrol gemuruh detak jantung yang ketakutan. Aku bisa memastikan bahwa orang ini mabuk. Selain tercium dari bau alkohol yang cukup menyengat juga dengan bukti sebotol soju disampingnya. Aku segera merogoh ponsel di saku dengan gemetaran lalu mencoba menghubungi Baekhyun. Aku yakin pasti orang itu bisa saja menyerangku dengan kondisinya yang mabuk. Sialnya lagi ia menundukan kepalanya sehingga aku tak bisa melihat wajahnya, jaga-jaga kalau dia tiba-tiba menyerangku sehingga aku bisa mendeskripsikan wajah orang ini.
Aigo, kumohon ia tidak terbangun.
Pluk.
Oh God!
Aku tak sengaja menjatuhkan ponselku karena saking gugupnya menghubungi Baek. Dan lebih gilanya, orang tersebut sedikit bergerak. Aku memejamkan mata sambil berharap muncul keajaiban malam ini.
"Eunji?"
Eh. orang ini memanggilku? Oh shut! Bisa jadi dia penguntit. Aku hanya berdoa sambil mengumpat sendiri dengan kebodohanku ini.
"Ji-ah," panggilnya lagi. Tapi aku sepertinya aku mengenal suara ini. seperti tidak asing bagiku.
Grep.
Orang itu memegang bahuku.
"Kyaaa!"
Aku berteriak sambil memukul tak tahu arah. Yang penting ia tak bisa menyentuhku lagi.
"Wae? Ini aku Luhan. Tenanglah. Coba kau buka matamu dulu," potongnya dengan membekap mulutku yang telanjur berteriak.
"Eh, oppa?"
Untung saja. Ternyata dugaanku salah. Tapi, apa yang dilakukannya disini malam-malam?
"Ji,"
"Hem, mworago?" Aku membalas tatapannya yang tampak sayu. Kedua matanya juga tampak sedikit sembab. Apa dia baru saja menangis?
"Eunji, kumohon maafkan aku. Jebal mianhae,"
Baru saja ia mengucapkan kalimat itu, tubuhnya sudah ambruk. Untung aku segera menangkapnya.
"Oppa, bangunlah. Hey, oppa."
Namun sepertinya usahaku ini sia-sia. Berulangkali aku memanggilnya ia justru makin lelap dalam tidur. Mungkin dia pikir aku sedang meninabobokan-nya apa?
Tak ada pilihan lain. Aku memapah tubuh Luhan oppa masuk kedalam apartemenku seorang diri. Perlu kutegaskan lagi seorang diri. Jadi bisa dibayangkan betapa sulitnya aku memapahnya masuk ke dalam.
Aku membaringkannya di kamarku. Melepaskan alas kakinya dan jasnya. Dan terakhir menyelimutinya. Ia tampak meringkuk dan menarik selimutnya lebih naik sehingga hanya tinggal wajahnya saja yang terlihat.
Jujur ini pertama kalinya aku melihat ia seperti ini. Mata sembab. Rambut yang sedikit acak. Dan pipi yang memerah, mungkin efek alkohol itu. Dan lagi saat ia meminta maaf kepadaku, raut wajahnya begitu sedih. Aku juga merasa ia tak punya salah denganku jadi sedikit membuatku penasaran dengan sikap tiba-tibanya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Can't Say that I Do Love You
FanfictionAku jahat. Aku bodoh. Aku pengecut dengan meninggalkan seorang gadis yang bertanya-tanya apa maksud semuanya ini. Aku hanya tak mampu mengatakan bahwa aku telah jatuh cinta.