Part 5

129 2 3
                                    

Akhirnya bisa update cerita ini kembali setelah berbulan-bulan. Fweuhhh 😥 ...

__________________________________

Ji Hoon benar-benar tak habis pikir.

Mengapa Chae Rim tiba-tiba melakukan ciuman yang begitu dalam sebelum mereka berpisah.

Ji Hoon berpikir itu terlalu berlebihan. Seolah-olah mereka telah resmi menjadi sepasang kekasih dan telah menjalin hubungan beberapa tahun.
Padahal, berkencan saja  baru beberapa kali. Tidak ada keterikatan hubungan yang 'resmi' di antara mereka.

Jadi wajar saja ketika akhirnya Ji Hoon bilang pada Chae Rim untuk 'meneruskan hidup mereka masing-masing'-- yang artinya mereka dapat berkencan dengan orang lain dan berhenti bertemu satu sama lainnya.

Lagi pula dari awal mereka bertemu saat sogaeting (kencan buta), Ji Hoon merasa tidak cocok dengan Chae Rim yang terlalu mengekangnya. Selama ini, hanya Chae Rim yang selalu mencoba menghubunginya di kencan-kencan mereka berikutnya.

Sepertinya Chae Rim memendam kekecewaan yang begitu dalam ketika Ji Hoon memutuskan untuk 'menyelesaikan' hubungan mereka. Sehingga setelah memberikan ciuman tersebut, Ia meninggalkan Ji Hoon sambil berderai air mata. Mirip seperti adegan di serial drama televisi saja.

Sebelum pintu apartemennya tertutup rapat, Ji Hoon terkejut ketika mendapati sosok Seung Ah yang menyembul dari tangga darurat di ujung apartemennya.
Kepala Seung Ah terlihat terus menunduk dengan langkah-langkah gontai. Seolah Ia menghitung langkahnya satu persatu menuju pintu apartemennya yang memang terletak tidak jauh dari tangga.

Seung Ah bahkan tidak sadar bahwa Ji Hoon terus memperhatikannya dari pintu apartemen yang sedikit terbuka. Ji Hoon memperhatikan perempuan mungil itu memasukan kode keamanan pintunya, hingga Ia menutup pintu apartemennya dari dalam.

'Seung Ah pasti bertemu dengan Chae Rim di tangga. Tapi kenapa dia terlihat lesu seperti itu? Apa yang dia pikir dia lihat, sih?'  Ji Hoon menebak-nebak skenario apa yang terjadi antara Seung Ah dengan Chae Rim ketika berpapasan.

Setelah menutup rapat pintu apartemennya, Ji Hoon mengeluarkan sesuatu dari kantung celana jeansnya.
Sebuah ponsel baru yang mirip dengan ponsel milik Seung Ah.

Dipandanginya ponsel berwarna hitam tersebut beberapa saat. Lalu dengan menarik satu helaan napas panjang, Ji Hoon mulai menekan-nekan layar LCD ponselnya.

***

Sudah sepuluh menit Ji Hoon mondar-mandir di depan pintu apartemen Seung Ah.

Panggilan telepon dan SMSnya belum juga mendapat balasan dari gadis yang sudah menjadi tetangga apartemennya Sejak musim panas dua tahun lalu itu.

Dari awal pertama kali bertemu dengan gadis itu, Ji Hoon selalu tergelitik untuk menggodanya.

Semakin Seung Ah terganggu, Semakin senang hati Ji Hoon rasanya.
Entah apa yang membuat Ji Hoon tertarik. Padahal kalau dilihat dari track record pacar pacar sebelumnya, Seung Ah benar-benar bukan tipenya.

Setelah menimbang beberapa saat, akhirnya Ji Hoon memutuskan untuk membunyikan bel pintu apartemen Seung Ah.

***

Ji Hoon bertingkah seperti biasa. Ia menghempaskan dirinya di sofa milik Seung Ah dan mulai mengangkat kedua kakinya ke atas meja. Tangannya sudah menggenggam remote tv, sekarang. Menyisir seluruh channel tv tanpa benar-benar serius menonton pada satu acara.

"Punya ramen, tidak? Aku lapar" Ji Hoon menepuk-nepuk lembut perutnya tanpa melepaskan pandangan pada layar LED di depan matanya.

Mata Seung Ah mendelik, namun tanpa berkata apa-apa, Ia menyeret tubuhnya ke area pantry apartemennya. Membuka lemari gantung di atas kompor, tempat Ia meletakan ransum makanan dan bumbu.

"Gak ada" Kata Seung Ah pendek. Gadis itu berkata jujur. Barusan matanya menyapu seluruh isi lemari gantung dapurnya dengan kilat, dan memang tidak mendapati bungkusan ramen barang sebijipun. Seung Ah ingat bulan ini Ia memang belum sempat belanja bulanan.

"Ah, payah. Kalau begitu kita makan di luar saja, yuk!"  seru Ji Hoon bersemangat. Punggungnya tegak bersiap berdiri.

"Gak lapar" lagi-lagi Seung Ah irit bicara.

"Kau kenapa sih? Tumben tidak cerewet seperti Imo (bibi) pedagang toppoki"
"Lagi flu ya? Musim panas begini masa flu?" Ji Hoon merepet lalu berjalan menghampiri Seung Ah yang masih berdiri di area pantry.

Ji Hoon mengangkat telapak tangannya dan mengarahkan pada Seung Ah.

Seung Ah bergeming, namun jantungnya mendadak mulai naik ritmenya.

Dia mau apa sih??? Seung Ah membatin dan tanpa sadar tubuhnya sudah mundur bersandar pada tepi meja pantry.

Ji Hoon menempelkan telapak tangannya dan membolak baliknya di kening Seung Ah. Ia kemudian meletakkan telapaknya pada keningnya sendiri.

"Suhunya normal" Ji Hoon sok tahu. Sejurus kemudian, kedua telapak tangannya ia tempelkan pada pipi mulus Seung Ah yang  ditepis oleh gadis itu buru-buru.

"Mau apa sih, kau!" Seung Ah tak sadar kedua pipinya kini bersemu merah. Ia tidak menyangka Ji Hoon berani melakukan skin-ship dengannya.

Selama ini Ia tahu kalau Ji Hoon sering menggodanya, tapi tidak pernah sembarangan meletakan tangannya di tubuh Seung Ah. 

"Aku penasaran saja. Kau mendadak tidak banyak omong seperti biasa. Siapa tahu kau sakit" Ji Hoon mencicit.

"Ah, kau sedang tidak asik. Aku pulang sajalah" tanpa meminta persetujuan Seung Ah, Ji Hoon membalikkan badan menuju pintu.

"Pu-pulang saja. Tidak ada yang mengundangmu ke sini, kok" Seung Ah ketus menjawab walau tergagap-gagap.

Ji Hoon reflek menoleh pada Seung Ah. Ada gurat tersinggung di mata Ji Hoon yang Seung Ah tangkap, malam itu.

Tanpa berkata apa-apa lagi. Ji Hoon menutup pintu apartemen Seung Ah dari luar.

Suasana apartemen Seung Ah kembali hening. Gadis itu berpikir keras, hawa canggung barusan kenapa mendadak muncul. Membuatnya tergagap-gagap hanya karena bicara dengan pria tampan tetangganya barusan.

Bukan kali ini saja Ji Hoon  meng-invasi apartemen Seung Ah dan berbuat sesukanya. Tapi baru kali ini Seung Ah merasakan kecanggungan luar biasa.

Mungkinkah karena Ia baru kali ini memergoki Ji Hoon berciuman dengan perempuan lain?

    

Explicit Love Story [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang