Sudah dua minggu Ji Hoon tidak menampakkan batang hidungnya di hadapan Seung Ah. Gadis itu bahkan tidak pernah berpapasan dengan Ji Hoon di apartemen mereka lagi.
Apalagi akhir-akhir ini kesibukan di tempat kerja Seung Ah mendadak meningkat dua kali lipat. Menyita seluruh konsentrasi Seung Ah terhadap pria tetangga apartemennya itu.
Seung Ah bekerja sebagai junior staff di bagian general affair pada sebuah kantor kecil yang bergerak di bidang game developer. Saat-saat akan meluncurkan sebuah aplikasi games terbaru adalah saat-saat dengan tekanan dan load pekerjaan yang tinggi.
Seperti saat sekarang, ketika kantornya counting down untuk meluncurkan aplikasi games terbaru. Dua minggu terakhir ini bahkan hanya dua atau tiga kali saja Seung Ah bisa pulang tepat waktu.Menjelang sore di penghujung minggu, salah satu rekan seniornya melempar usul makan malam bersama sekadar melonggarkan tekanan kerja, yang disambut antusias oleh ke lima rekan kerja lainnya termasuk Seung Ah.
Apalagi makan malam kali ini disponsori oleh bosnya sendiri dengan menitipkan kartu kreditnya pada rekan kerja Seniornya. Bosnya memang jarang ikut berkumpul.Dan benar saja. acara makan malam yang dilanjutkan dengan pergi ke noraebang (tempat karaoke) memang benar-benar adalah pelepasan stress yang mujarab.
Entah sudah berapa lagu yang Seung Ah dan rekan-rekan kantornya bawakan malam itu. Pokoknya mereka menggila bersama. Tak peduli suara tak enak didengar, atau vokal yang melenceng jauh dari musik, mereka tetap heboh bergoyang.
Pukul 11.30 malam, Seung Ah berjalan limbung sambil bersenandung tak jelas menuju gang apartemennya. Tangan kanannya masih menggenggam microphone imajiner sisa-sisa karoke tadi. Tangan kirinya menjinjing kantong plastik berisi beberapa bungkus ramen, roti tawar dan kimchi kemasan yang Ia beli dari mini market di depan gang.
Gadis itu tidak terlalu mabuk sebenarnya. Tapi beberapa botol soju --sekadar menghormati rekan-rekannya-- memang sempat ia tenggak ketika berada di noraebang. Membuat kesadarannya agak berkurang dan Seung Ah merasakan sedikit sensasi melayang.
Brukkk!
Tiba-tiba bahunya seperti diterjang sesuatu. Kantong plastik digenggamannya terjatuh.
Sambil mengucek-ngucek matanya, Seung Ah berusaha memfokuskan pandangannya yang sedikit kabur pada sosok tinggi berjaket hitam yang kini sedang merunduk berusaha mengumpulkan kembali isi kantong plastik yang berceceran di dekat kaki Seung Ah.
"Sorry, ya" Ujar sosok tadi sambil menyodorkan kantong plastik yang barusan jatuh tadi ke arah Seung Ah.
Seung Ah memiringkan kepalanya sambil memicing, lalu Ia mengkibas-kibaskan tangannya tanda 'tidak apa-apa'.
Sesaat Seung Ah menyangka, kalau yang barusan tadi itu Ji Hoon. Tapi ketika dia bicara, suaranya berbeda. Sangat berbeda karena suaranya dalam dan berat seperti suara-suara pria penyiar radio.
Sudah dua minggu juga lift belum diperbaiki oleh pengelola apartemen. Terpaksa Seung Ah mau tak mau harus menapaki anak tangga untuk menuju lantai tiga, kamar apartemennya.
"Bisa tidak sih, aku menjalani hidupku dengan tenang!? Sudah kubilang, aku tak ingin terlibat dengan urusan itu!"
Menjelang lantai tiga, Seung Ah samar-samar dapat mendengar keributan. Seseorang sepertinya sedang marah dan berbicara dengan nada tinggi.
Seung Ah akhirnya mengenal suara itu. Itu sepertinya suara Ji Hoon. Tapi gadis tersebut belum pernah mendengar Ji Hoon berbicara dengan nada seperti itu sebelumnya.
Ketika kakinya menjejak lantai tiga, Seung Ah dapat melihat Ji Hoon baru saja membanting pintu apartemennya dari dalam. Di luar pintu apartemen Ji Hoon, berdiri dua orang pria tegap berjas hitam. Sesaat mereka saling menatap ketika pintu dihadapannya terbanting keras. Tak lama, tanpa berkata apa-apa mereka kemudian bergerak pergi menuju anak tangga.
Seung Ah buru-buru memasukan kode pintu, lalu menghambur ke dalam apartemennya. Bagaimanapun juga, Ia enggan (takut sih sebenarnya) berurusan dengan orang-orang berperawakan tegap dan berjas hitam. Mereka biasanya identik dengan gangster, mafia atau kalau tidak, para debt collector pesuruh lintah darat.
Kesadaran Seung Ah sudah berangsur-angsur pulih, sekarang. Dan Ia mulai mengkhawatirkan tetangga brengseknya, Ji Hoon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Explicit Love Story [On Going]
Fiksi PenggemarJi hoon buru-buru menanggalkan kaosnya sembarangan di depan Seung Ah lalu menyambar kemeja tadi. Seung Ah pura-pura cuek sambil terus menekuni majalah di hadapannya. Setidaknya itu yang dilihat Ji Hoon, padahal sejak Ji hoon membuka kaosnya, Seung A...