2. Daffin Ezra Atmaja

32 4 9
                                    

Daffin's Point of View

"Sarah tolong periksa jadwal saya untuk besok.", kataku pada seketarisku setelah selesai menandatangani beberapa laporan perusahaan yang sudah kuperiksa.

"Besok pagi anda diminta untuk mengunjungi kantor pusat Pak. Wakil direktur meminta anda mengantar sendiri laporan penjualan bulan ini." Aku mengangkat sebelah alisku. Mungkinkah dia sedang memberontak karena aku sama sekali tidak menjawab telponnya sejak kemarin? Entahlah aku tak ingin menerka-nerka.

"Baiklah. Besok pagi siapkan saja berkasnya. Kamu bisa pulang sekarang."

"Baik Pak. Saya permisi dulu." Setelah seketarisku keluar dari ruanganku, ponselku tiba-tiba bergetar. Begitu kulihat nama yang tertera di layar ponselku, tanpa ragu-ragu aku langsung mengangkatnya.

"Farel sedang di caffe sekarang. Kau tak ingin menyusul?"

"Ya, aku akan menyusul sebentar lagi."

"Baiklah aku tunggu." Aku tidak menyahut dan langsung menutup sambungan telepon. Aku tidak langsung beranjak dari kursiku. Aku merenggangkan otot-ototku sejenak dan memejamkan mataku. Beginilah hari-hariku kulalui. Menurut banyak orang keseharianku begitu membosankan, berkutat dengan komputer dan berkas-berkas perusahaan seperti laporan keuangan, laporan pemasaran, kinerja karyawan, dan masih banyak lagi. Siapa bilang menjadi manajer adalah hal yang mudah? Terutama menjadi manajer puncak. Seluruh kinerja dan keberhasilan perusahaan ada di tanganku. Aku harus memaksimalkan kinerja perusahaan dan membantu mewujudkan tujuan utama Alpha Group tercapai, dengan mengembangkan salah satu anak cabang terbesar yaitu cabang Jakarta.

Aku hanya seorang manajer puncak di salah satu anak cabang Alpha Group. Di kantor cabang Jakarta ini aku memegang 5 perusahaan yang bergerak di bidang fashion, perhotelan, wahana wisata, kuliner dan tempat perbelanjaan. Alpha Group memiliki kantor cabang di beberapa kota besar di Indonesia, dan beberapa anak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang sesuai dengan potensi yang ada di daerah masing-masing. Alpha Grup memang milik keluargaku, karena didirikan oleh buyutku beberapa tahun yang lalu hingga sekarang tumbuh semakin pesat, namun hal itu tidak menjadikanku direktur utamanya begitu saja. Direktur utamanya masih ayahku. Aku bahkan hanya bekerja di kantor cabang bukan kantor pusat, namun aku mendapatkan jabatanku ini memang benar-benar murni dengan usahaku sendiri, bukan karena latar belakang keluargaku.

Aku memulai karirku dari bawah, bahkan hanya dari kepala divisi pemasaran di salah satu anak perusahaan cabang Jakarta ini. Hingga akhirnya aku menjadi manajer puncak disini. Munngkin apa yang orang-orang bilang begitu membosankan itu benar, namun menurutku pekerjaanku bahkan lebih menarik dari dunia luar. Nyatanya selama lebih dari 3 tahun ini tidak ada hal yang mampu mengalihkanku dari pekerjaanku. Aku bahkan selalu menghabiskan waktuku di kantor seperti sekarang. Aku hanya pulang ke apartemen untuk tidur, atau bahkan sering kali juga bekerja karena terkadang beberapa pekerjaan kubawa ke apartemen. Saat liburan pun aku sering menghabiskannya dengan pergi mengunjungi anak perusahaanku. Satu-satunya hal yang mampu menarikku dari dunia kerjaku adalah sahabat-sahabatku. Seperti sekarang, aku keluar ruanganku menuju parkiran kantorku untuk mengambil mobilku dan pergi menuju caffe yang letaknya bersebrangan dengan kantorku, tempat kami selalu berkumpul.

*******

"Kupikir ketika kau mengatakan akan menyusul sebentar lagi, kau akan berada disini dalam waktu kurang dari 15 menit. Mengingat seberapa dekatnya jarak kantormu dengan caffe ini." Riko langsung menodongku dengan sindirannya ketika aku baru saja menghampirinya dan Farel.

"Kenapa kau jadi terdengar seperti kekasihku saja jika seperti itu. Kau pun tahu jika jarak ke caffemu tidak sedekat itu jika aku berjalan dari ruanganku. Belum lagi aku masih mengambil mobilku di parkiran." Aku meraih kursi di tengah-tengah Farel dan Riko dari meja berbentuk segitigamerah ini. Meja ini khusus di sediakan Riko untuk kami bertiga di pojok ruangan dekat jendela. Sehingga kursi ini selalu kosong jika bukan kami penghuninya.

Rainbow's LoveWhere stories live. Discover now