Rain's Point of View
Pagi hari aku awali dengan perasaan dilema dalam hatiku. Aku menatap sweater milik Daffin yang kukenakan semalam. Bodoh! Kenapa juga aku harus menerima sweater itu semalam. Sekarang aku bingung bagaimana aku harus mengembalikannya. Pertama sapu tangan, dan sekarang sweater. Sapu tangannya saja belum sempat aku kembalikan meskipun bertemu semalam, sekarang bertambah satu lagi barangnya yang kupinjam. Dan apa-apaan dengan lelaki itu yang selalu memberiku barang-barangnya, apa dia sedang modus padaku? Tapi dia terlihat begitu tulus melakukannya untukku.
"Hei, kenapa lo pagi-pagi udah gelisah gitu?", sapa Dea yang membuatku sadar dari lamunanku.
"Jadi gini, semalem gue ngga sengaja ketemu temennya Pak Farel di acara semalem. Terus dia ngajakin gue ngobrol di balkon karena gue keliatan lagi bosen, nah terus pas udah agak lama di balkon gue ngerasa kedinginan dan dia tiba-tiba ngasih sweaternya ke gue."
"Serius? Temennya Pak Farel kok so sweet banget gitu sih.", kata Dea dengan wajah berbinar. Kenapa Dea justru berpikir kesana, aku bahkan sama sekali tidak peduli akan hal itu.
"Kok lo malah salah fokus gitu sih De."
"Loh terus apalagi masalahnya?"
"Masalahnya gue bingung gimana harus ngembaliinnya sama dia. Gue baru aja kenal sama dia, jadi gue ngga punya kontaknya." Dea masih diam setelah mendengar penjelasanku, ia tampak sedang memikirkan solusi yang tepat untuk masalahku ini.
"Mana sapu tangannya juga belum gue kembaliin.", kataku lagi.
"Sapu tangan?"
"Iya sapu tangan yang ngebalut luka gue kemarin. Dia juga cowok yang gue tabrak kemarin, namanya Daffin." Dea seketika membelalakkan matanya, ia tampak terkejut dengan penuturanku barusan.
"Astaga, gue rasa si Daffin itu baik banget orangnnya, bukannya marah dia malah nolongin lo yang udah nabrak dia. Dia juga ngga menyimpan dendam sama lo, buktinya dia ngasih sweaternya semalem." Aku setuju dengan Dea, kurasa Daffin memang pria yang baik. Kemarin tatapannya juga sangat ramah ketika aku menabraknya. Mungkin akan berbeda hasilnya jika yang kutabrak adalah seseorang yang angkuh dan tempramen.
"Ya, gue rasa dia memang baik. Ngga kaya temennya yang satunya itu. Jadi gimana solusinya?"
"Menurut gue lo kembaliin aja waktu udah di Jakarta. Lo bisa nemuin dia di Rainbow resto, dia kayanya selalu makan siang disana."
"Maksud lo gue harus ke restoran itu lagi dan ketemu sama ownernya yang super nyebelin itu?", jawabku sedikit emosi. Yang benar saja aku harus kembali kesana, mau kutaruh mana harga diriku ini.
"Saran gue sih lo mending baikan aja deh sama pemilik resto itu, apa faedahnya sih lo punya masalah sama cowok kaya dia." Mendadak aku teringat akan nasehat dari Daffin semalam. Daffin juga menyarankanku untuk berbaikan dengan temannya itu. Namun kenyataan bahwa memaafkan tidak bisa semudah itu benar adanya, terlebih jika harus menjadi yang pertama untuk mengatakan maaf.
"Kalo lo masih susah buat memaafkan dia, setidaknya lo cuek aja deh sama dia. Tujuan lo kesana kan buat ketemu Daffin."
"Nanti gue pertimbangin lagi deh."
"Yaudah sekarang siap-siap yuk, bentar lagi jadwal sarapan." Aku hanya mengangguk dan berjalan menuju kamar mandi untuk mebersihkan diri.
*******
Tujuan wisata selanjutnya adalah Garuda Wisnu Kencana. Setelah sarapan pagi di hotel tadi aku dan rombonganku langsung bergegas menuju tempat tujuan wisata kami. Pagi ini aku dan rombonganku akan menghabiskan waktu liburan kami di GWK hingga siang nanti dan makan siang di restoran yang letaknya tak jauh dari sana, kemudian kami akan melanjutkan perjalanan ke Pantai Kuta sore harinya.
YOU ARE READING
Rainbow's Love
RomanceIngatan yang hilang bukan berarti tidak pernah ada. Kenangan itu tetap ada, mungkin hanya terlupakan sesaat atau mungkin selamanya. Velonica Rain terbangun dari masa komanya pasca kecelakaan percobaan bunuh dirinya, dengan keadaan kehilangan ingatan...