3. Hari Buruk

25 3 0
                                    

"Rain..Rain... bangun.." aku tersentak begitu mendengar seseorang memanggil-manggil namaku. Dengan berat aku membuka kedua mataku dan menatap siapa orang yang mencoba membangunkanku. "Untung aja gue ngecek lo kesini waktu gue sadar lo ngga ada di ruang meeting. Ngga taunya lo malah ngebo disini."

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku beberapa kali, berusaha menghilangkan kantukku dan membalas perkataan Dea. "Sumpah gue ngantuk banget De. Lo tau sendiri gue sama sekali ngga tidur semalem. Emang dasar anj*r ya Pak sony, ngasih gue kerjaan sebanyak itu pake dadakan pula. Dia pikir gue mesin apa?!", umpatku pada Dea yang hanya menatapku meringis.

Bagaimana aku tidak tiba-tiba mengumpat bila atasanku memberikan pekerjaannya seenaknya padaku. Kemarin setelah mendapat telepon dari Pak Sony aku langsung ke mejanya kemudian menggarap pekerjaan yang ia amanahkan padaku. Ia lupa bahwa ada satu cerita yang belum selesai ia edit dan deadlinenya juga hari ini. Bagaimana mungkin seorang kepala tim melupakan tugasnya? Apa dia tidak sudah minat lagi dengan jabatannya itu? Alhasil aku yang menyelesaikan pekerjaannya hingga begadang semalaman. Dia berhutang banyak padaku.

"Udah ngga usah ngomel-ngomel gitu, yang penting kan kerjaan lo udah selesai. Sekarang yuk ke ruang meeting. Semuanya udah pada ngumpul.", balas Dea sambil mencoba menarikku untuk bangkit dari kursiku.

"Ruang meeting? Ada apa emang?"

"Gue juga ngga ngerti, katanya sih ada yang mau Pak Farel sampaikan."

"Astaga.. males banget gue kesana De. Lo aja deh yang kesana, gue mau lanjut tidur aja." Aku kembali duduk di kursiku setelah tadi sempat berdiri sejenak. Rasanya mataku benar-benar tidak bisa di ajak kompromi kali ini.

"Ya ngga bisa gitu dong Rain, nanti kalo lo di cariin gimana? Kalo lo ketinggalan informasi gimana?" Aku memutar bola mataku mendengar ucapan Dea yang rasanya tak mungkin.

"Yakali gue di cariin De. Pak Farel juga ngga bakal ngabsen karyawannya satu persatu. Urusan informasi, kan ada lo yang dapet informasi."

"Tapi gue terlanjur jemput lo kesini dan telat masuk ruang meeting. Gue ngga mau balik sendirian dan jadi pusat perhatian."

Aku menghela nafas panjang dengan frustasi. "Tapi gue ngantuk banget Claudea Ananta."

"Please Rain, tahan bentar ya ngantuknya. Kita ke ruang meeting sekarang.", pinta Dea dengan nada memelas dan menatapku dengan puppy eyesnya. Aku jadi benci pada diriku sendiri jika seperti ini. Dea benar-benar tahu bagaimana caranya meluluhkanku dan membuat sisi tak tegaanku keluar. Akhirnya tanpa berkata apa-apa lagi aku langsung berdiri dan berjalan keluar ruanganku diikuti Dea yang kini senyum-senyum sendiri.

*******

"Good damn it, apa-apan sih Pak Farel pake bikin acara kaya gituan. Demi apapun gue ngga setuju!", umpatku begitu saja setelah keluar dari ruang meeting. Aku benar-benar kesal begitu bosku itu memberikan pengumuman bahwa lusa kantorku akan mengadakan liburan bersama ke pulau Bali hingga akhir pekan.

"Ayolah Rain, ini tidak seburuk itu. Yang dikatakan Pak Farel benar, kita perlu liburan bersama sesekali untuk mempererat kerjasama tim. Bagaimanapun juga kita harus bersyukur atasan kita akhirnya mau berbaik hati memberikan kita tambahan waktu libur, ditambah lagi liburan gratis bersama."

Aku memutar bola mataku jengah. "Buat lo mungkin bukan ide buruk De, tapi beda dengan gue. Gue sih seneng aja hari libur kita jadi 2 hari tiap minggunya, tapi buat liburan bersama minggu ini gue ogah. Gue udah ada janji pulang ke rumah Bunda minggu ini, gue kangen banget sama bunda, dan kegiatan liburan ini mewajibkan gue untuk dateng, apa-apaan coba."

Rainbow's LoveWhere stories live. Discover now