8. Penyelesaian

14 2 0
                                    


Rain's Point of View

Hari ini aku kembali masuk kerja seperti biasanya, meskipun rombongan pegawai yang berlibur ke Bali baru saja sampai di Jakarta pukul 1 dini hari tadi namun tidak ada toleransi untuk tidak masuk kerja karena hari ini adalah hari Senin, bahkan bosku saja tetap datang pagi sekali. Kupikir Pak Farel mungkin tidak tidur setelah sampai di Jakarta karena pagi sekali ia sudah terlihat berkeliling kantor.

Hari ini juga aku berencana untuk mengembalikan sapu tangan dan sweater milik Daffin. Ku harap hari ini ia datang ke restoran Rainbow karena aku sama sekali tidak memiliki nomor teleponnya sehingga aku tidak dapat menghubunginya terlebih dulu. Dan ya, jika memungkinkan aku akan mengucapkan permintaan maaf pada pemilik Rainbow resto itu. Sepertinya percuma meladeni seseorang seperti dia, sebagai orang yang lebih waras sebaiknya aku mengalah untuk meminta maaf terlebih dahulu meskipun cukup sulit sebenarnya.

"Rain, bagaimana kelanjutan novel Risalah Hati? Kamu sudah menghubungi penulisnya?" Ucapan Pak Sony menyadarkanku dari lamunanku.

"Saya sudah buat janji dengan penulisnya Pak, dan dia bisa menemui saya besok karena hari ini dia sedikit sibuk katanya."

"Kalau begitu besok setelah kamu bertemu sama dia kamu segera kasih kabar saya ya bagaimana hasilnya."

"Baik Pak, besok saya menemui dia waktu jam makan siang, karena sepertinya paginya dia bekerja Pak."

"Yasudah kalau begitu saya percayakan dia sama kamu ya.", jawab Pak Sony sambil tersenyum menyemangati kemudian beranjak keluar dari ruangan. Aku hanya membalasanya dengan senyum tidak yakin. Karena sebenarnya aku memang tidak yakin bisa menjadikan penulis ini seperti apa yang di harapkan oleh Pak Sony. Jujur, untukku ini tugas yang cukup berat karena aku sama sekali belum pernah mendapat penulis seperti ini.

"Semangat dong Rain, gue yakin lo pasti bisa.", kata Gia yang duduk di sebelah bangku kerjaku, sambil menepuk pundakku.

"Lo kan penulis hebat Rain. Lo bukan sekedar editor biasa, lo harus lebih percaya diri dong." Sandy ikut menimpali perkataan Gia.

Aku menghembuskan nafas panjang. "Lo berlebihan, gue ngga sehebat itu kali. Dan menurut gue ngajarin anak TK lebih sulit daripada ngajarin anak SMA, apalagi kalo kurang pengalaman kaya gue."

"Lo tinggal transfer ilmu lo doang, berbagi tentang pengalaman lo nulis ke dia."

"Pak Sony kasih tugas ini sama Mbak pasti karena yakin Cuma Mbak Rain yang mampu melakukannya daripada kita bertiga. Kalau orang lain aja yakin sama Mbak Rain, kenapa mbak harus ngga yakin sama diri sendiri?" Astaga Rita bahkan juga ikut menimpali dan meyakinkanku. Dan semua perkataan mereka menyadarkanku bahwa betapa tidak percayanya aku pada diriku sendiri. Sepertinya aku terlalu berlebihan menanggapi persoalan ini.

"Thanks ya guys udah nyemangatin dan yakinin gue. Kayanya gue terlalu berlebihan membayangkan kemungkinan terburuk yang bahkan belum tentu terjadi."

"Ngga usah sampai makasih gitu Rain, kita kan satu tim, udah sewajarnya kali saling nyemangatin.", balas Gia yang diikuti anggukan oleh Rita dan Sandy.

*******

Aku duduk di salah satu kursi yang dekat dengan jendela seorang diri. Ya, Dea sedang tidak bisa menemaniku ke restoran ini karena pekerjaannya yang menumpuk, sehingga ia hanya titip makanan padaku. Karena aku sudah punya niat mau tidak mau aku harus ke Rainbow resto sendirian.

Aku melihat sekelilingku, aku sama sekali tidak menemukan sosok Daffin disini. Bahkan pemilik restoran ini pun juga tidak menunjukkan batang hidungnya. Sebenarnya kemana perginya orang-orang ini. Sepertinya aku harus sabar menunggu sambil menyantap makan siangku. Tak lama aku melihat Pak Farel memasuki restoran dan duduk di bangku yang ia duduki waktu itu, sepertinya itu bangku khusus. Dan tak lama kemudian si pemilik restoran ini keluar menghampiri Pak Farel. Aku sempat bertemu tatap dengannya, namun lelaki itu mengabaikanku dan berbicara dengan Pak Farel. Aku tak menghiraukan mereka dan kembali fokus pada makananku.

Rainbow's LoveWhere stories live. Discover now