7 - That Nice Guy Named Charisma

22 7 5
                                    

Hari ini kelas sepi. Bukan, tentu bukan karena hari yang masih terlalu pagi. Tetapi karena memang banyak siswa yang tidak masuk hari ini. Aku membuka dan membacai surat-surat yang tergeletak di meja guru lantas menyalin bentuk perizinannya ke buku absen. Sesekali, kusesap susu cokelatku dari kotaknya. Ya, khusus untuk hari ini, aku mengemban tugas sebagai sekretaris. Sebab dua sektretaris yang sebenarnya tergabung dalam golongan siswa yang tidak masuk hari ini.

Selesai mengisi dua puluh lima baris kotak-kotak kecil, aku mulai menghitung berapa total anak yang hadir. Sebelas. Siswa yang hadir hari ini tidak sampai setengah dari jumlah siswa seluruhnya.

Huh, Sebenarnya aku yakin, tanpa dipinta oleh Mama Charisma pun, Bu Andra pasti akan membatalkan ulangan hari ini. Sebab, mengawas dan mengoreksi ulangan dalam dua kali pertemuan hanya akan menyia-nyiakan tenaganya. Dan jelas, ia nggak menyukai itu. Sayangnya, Charisma dengan segala keagesifannya untuk menjadi pemenang tidak menolerir ketidaksportifan walau hanya seujung kuku.

"Dav, sini sini!" Aisha menggerak-gerakkan tangannya, mengajakku bergabung bersama ia dan Adhi yang sibuk bergitar. Tanpa pikir panjang, aku meninggalkan meja guru dan mendekat ke arah mereka. Pak Bayu, guru kewirausahaan yang seharusnya mengisi jam pertama ini memang tidak masuk dan tidak meninggalkan tugas.

"Lagu apa?" Adhi menaikkan satu alisnya dalam posisi satu kaki menindih kaki yang lainnya, memangku gitar dan siap sedia untuk memetik senarnya. Aku selalu menyukai cowok bergitar, dan aku baru tahu saat ini bahwa Adhi bisa memainkan gitar. Ah, benar-benar keren. Eh, barusan aku bilang apa?

"Despacito?" Usul Aisha, yang langsung kutolak mentah-mentah."Gila! Lo mau bikin lidah gue keseleo, ya?" Aisha terbahak.

Kami masih sibuk memilih lagu ketika tiba-tiba suara petikan gitar Adhi mulai terdengar. Aku mengenali intro ini. Memejam mata sebentar, aku menebak dengan yakin. "Jason Mraz, 'Lucky'?"

Adhi mengangguk, lalu kami bertiga tertawa lantas mulai bernyanyi dengan suara yang tidak bisa dibilang bagus.

Do you here me, I'm talking to you
Accross the water, accross the deep
Blue ocean, under the open sky
Oh my baby, I'm trying

Boy I hear, you in my dream
I feel your wishper, accross the sea
I kept you with me, in my heart
You make it easier when life gets hard

Tepat ketika lirik lagu mencapai bagian 'I'm lucky I'm in love with my best friend', kami bertiga tiba-tiba saling menatap. Dalam, tanpa kedip, dan penuh makna. Bibir kami terus melantunkan lirik-lirik selanjutnya. Namun otak kami, stagnan. Tersibukkan oleh gemelut pikiran sendiri, terpaku pada lirik yang membuat kami saling tatap sedemikian.

I'm lucky I'm in love with my best friend
I'm lucky to have been what I have been
I'm lucky to be coming home again

Tiga kali. Tiga kali Jason Mraz dan Colbie Caillat mengucapkan 'I'm lucky I'm in love with my best friend' dan tiga kali pula kami sibuk saling bertatap sembari merangkai bermacam spekulasi. Lagu selesai dan tidak ada yang angkat bicara. Empat puluh detik, hingga akhirnya Adhi mengeluarkan sebuah cengiran.

"Anjay, hebat banget ya permainan gitar gue! Sampai-sampai lo berdua terhipnotis gini." Ia yerkekeh, yang langsung dibalas Aisha dengan jitakan ringan di jidatnya.

"Keren, Dhi! Ajarin gue dong!" Pintaku sungguhan. Aisha menyeletuk, "yeeuuu, modus lo, neng! Mentang-mentang Adhi udah kembali menyandang status jomblo."

Adhi nyengir sambil bangkit dan menyerahnya gitarnya padaku. Lantas mengambil posisi di belakang punggungku, turut memegangi gitar yang tengah kupangku. Ya, posisiku kurang-lebih miriplah dengan orang yang sedang dipeluk dari belakang.

[Bukan] SemenjanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang