Aku bersandar di tembok hijau depan Sunshine Cafe. Ingatanku tak pernah hilang seiring berjalannya waktu. Pria yang membuatku merasakan cinta, sekaligus menjatuhkanku dipatah hati terdalam.
flashback;
"Kau kepanasan?" Tanya Rai.
Aku menggeleng. "Tidak sama sekali,"
"Benarkah? Kau merasa nyaman dengan terik matahari sore ini?"
"Iya," aku mengangguk. "Aku tidak pernah merasa tidak nyaman selagi berada di dekatmu,"
"Kau pandai menggodaku ya sekarang?" Ledek Rai seraya tertawa ringan.
"Aku belajar darimu, Rai."
Rai merangkulku. "Aku ini kekasihmu, bukan gurumu,"
"Aku belajar banyak darimu."
"Yasudah. Mari pulang?"
Aku mengangguk lalu mengikuti langkah kaki Rai. Berjalan kaki bersama Rai membuatku bahagia. Jika bersama Rai, rasanya aku ingin menghentikan waktu.
"Ingat besok malam okay? Berdandan yang cantik untukku, tapi hati-hati pria lain jatuh hati karena kecantikanmu," kata Rai.
Aku terkekeh. "Iya, Rai. Aku tidak mungkin lupa acara besok malam."
"Yasudah, aku pulang dulu. Selamat malam."
Rai menarikku. Aku memejamkan mataku saat Rai mendaratkan kecupan di dahiku.
(flashback off)
Aku menghapus air mata yang mulai jatuh di pipi ku. Kenapa aku harus mengingat Rai? Bantu aku melupakan Rai.
Kenangan yang Rai beri terlalu manis untuk ku lupakan, tapi terlalu sakit untuk ku ingat.
Disaat aku sudah duduk manis di meja pesanan Rai di Sunshine Cafe, Rai melupakanku. Hingga larut malam, aku menunggu Rai. Menunggu ucapan selamat tiga tahun disertai kado manis dari Rai. Tapi apa? Harapanku sirna begitu saja.
"Ternyata kau masih sering berdiri di sini,"
Suara serak nan berat itu terdengar di telingaku. Manis dan pahit yang kurasakan saat suara itu terdengar begitu jelasnya.
"R-rai? Kau di sini?"
Dia tersenyum. Senyum yang tak pernah lagi ku lihat selama 2 tahun terakhir, kini berada di depan mata cokelatku.
"Aku di sini, Ella. Kurang jelas apalagi?"
Rasanya aku ingin berlari memeluk tubuh Rai. Tapi apadaya? Aku lemas. Lemas karena bahagia melihat Rai di hadapanku sekarang.
Lagipula, aku siapa Rai sekarang? Eh? Aku ataupun Rai tidak pernah mengucap kata putus. Ah, lupakan saja.
"Kemarilah, Ella!"
Rai menarikku. Menarikku hingga kami berdua berdiri di tengah jalan. Matahari yang hampir tenggelam, burung-burung berkicau manis.
Aku merindukanmu, Rai.
"Rai Diego sangat merindukan Ella Grey,"
Rai mengusap rambutku pelan, sentuhan yang benar-benar ku rindukan.
"Maafkan aku, Ella. Aku ke sini tidak memintamu untuk kembali ke pelukanku,"
Aku kembali lemas.
"Aku memintamu untuk menerima kenyataan, bahwa pelukanku akan mendarat di wanita lain."
Karya : keyrahh
KAMU SEDANG MEMBACA
WRITING CLASS - JULY
Short StoryThe Rebels ditantang untuk mengembangkan sebuah gambar dan menuangkannya dalam sebuah tulisan dengan waktu yang dibatasi. Tak ada hasil yang buruk untuk sebuah karya. Maka berilah apresiasi untuk kita semua. YUK BACA UNTUK MENGETAHUI HASILNYA.