Malam ini aku menatap langit yang berbintang. Aku pun berpikir. Kenapa aku sendiri, sedangkan mereka beramai-ramai.
Kenapa nasibku tak semujur bintang. Hidup sendirian tanpa seorang teman.
Berteman lampu kecil, kilasan memori datang lewat otakku.
***
"Vega, lo gak pulang?" tanya Deneb, sahabatku
"Bentar, nunggu Altair," jawabku acuh.
"Bareng gue aja, yuk." ajak Deneb.
"Gak, ah. Gue nunggu Altair. Masa kurang jelas. Ck," kesalku padanya.
Tak lama, Altair pun datang. Aku pun pulang sekolah bersamanya. Meninggalkan Deneb sendirian. Deneb hanya menatapku aneh. Aku pun tak memikirkan hal itu.
Lalu, beberapa minggu kemudian, aku terkejut akan suatu fakta.
Deneb sahabatku menjadi kekasih Altair---orang yang kusuka.
Aku pun tak tinggal diam. Kulabrak Deneb secepat kilat.
"Mana ada sahabat yang nikung sahabatnya sendiri, hah!" makiku keras.
"Gue gak nikung!" elaknya.
"Terus, maksud lo jadian sama Altair apa, hah!" ucapku menggebu-gebu.
"Ya elo aja yang kepedean. Elo aja yang terlalu berharap. Altair tuh sukanya sama gue. Bukan sama lo," balasnya tak terima.
"Iya. Gue sukanya sama Deneb, Ve."
Aku pun hanya terdiam membisu. Tak mampu berkata-kata lagi.
***
Ah, sungguh masa lalu yang kelam. Aku membenci bintang. Kenapa aku tak seperti bintang. Kenapa nasibku harus begini. Mencintai orang yang salah. Vega yang malang. Bukan Vega yang terang seperti bintang di atas sana.
Karya : lililolly23
KAMU SEDANG MEMBACA
WRITING CLASS - JULY
Historia CortaThe Rebels ditantang untuk mengembangkan sebuah gambar dan menuangkannya dalam sebuah tulisan dengan waktu yang dibatasi. Tak ada hasil yang buruk untuk sebuah karya. Maka berilah apresiasi untuk kita semua. YUK BACA UNTUK MENGETAHUI HASILNYA.