9

2.2K 105 0
                                    

Disinilah aku berada dengan Dylan di rumah sakit. Dylan dia yang mengantarkanku, sepanjang perjalanan tadi aku terus saja menangis dan mataku sekarang sembab. Kalian tahu apa yang Dylan lakukan untuk menenangku.

Sesuatu bergetar dalam saku rok seragamku dan pastinya itu adalah handphoneku, tak pakai tunggu lama aku mengangkatnya.

"Halo tante gimana Dilla udah sadar kan tante, Aku mohon katakan sesuatu." Oh aku tak bisa sabar sekarang pikiran dan hatiku benar-benar kacau.
Aku terus menangis tak ad hentinya dan sekarang Dylan malah menepi mobilku,menatapku penuh tanda tanya.

"Tania ini om,tadi mamanya Dilla pingsan mungkin tante terlalu kecapean menjaga Dilla." Ucap Ayahnya Dilla.

"Ooh Tuhan bagaimana ini,aku bisa gila." Aku sampe tak sadarkan diri kalau di sampingku ini ada lelaki yang sedang kuincar hatinya,yang seharusnya aku tidak boleh terlihat lemah.

"Tania dengarin om yah sekarang ke rumah sakit,nanti om yang minta izin kamu ke ibu dan juga pihak sekolah."

"Udah om tadi udah bilangin ke ibu, sekolah juga udah pulang sekarang aku dalam perjalan ke rumah sakit kok." Ucapku terus menangis tak hentinya dan langsung Handphone yang sedang kupegang terlepas dari jari jemariku begitu saja tanpa ku sadari.

"Hei are you okay." Tanya seseorang di sampingku.
Tapi aku terus saja menangis aku membayangkan bagaimana kalau dia meninggalkanku sama seperti ayah aku tak mau melalui hari - hari hitam itu lagi sudah cukup untuk ayah jangan Dilla lagi .

Aku hanya menjawab pertanyaan Dylan dengan menggeleng-geleng kepala menandahkan bahwa aku tidak baik-baik saja.
Dylan mulai merapat mendekatiku yang terus saja menatap di luar jendela,salah satu tangannya menyentuh rambutku dan satu lagi memegang tanganku,rasanya seperti diriku di serang badai besar-besaran. Dan sekarang aku berada dalam pelukannya, entah bagaimana aku begitu nyaman berada di dada bidangnya .

"Semuanya akan baik-baik saja berhentilah menangis Tania." Dia melepas pelukanya dan menatapku dalam-dalam . Oh seseorang tolong aku entalah jantungku sekarang berdetak luar biasa entah ini karena tatapan dan pelukannya ataukah karena kondisi Dilla aku tidak tahu.

Membutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk tiba di rumah sakit. Aku turun dari mobilku dan berlari menyulusuri koridor rumah sakit,Dylan dia setengah berlari mengejarku. Setelah tiba di meja piket rumag sakit,aku menanyakan dimana kamarnya Dilla. Aku mengngangguk mendengar ucapan suster yang manjaga meja piket. Aku berniat untuk berlari lagi namun seseorang menghentikanku dari depan.

"Tania please gue capek tahu ngejar lo, bisa gak jalan aja." Dylan dia berada di depan aku sekarang makin keren aja dia dengan keringan yang membasahi seluruh tubuhnya lantaran mengejarku.

"Sorry kak, gue khawatir bangat sama Dilla, makasih kak udah ngantarin aku kakak pulang aja, mana kunci mobilnya sekali lagi makasih ya kak." Ucapku

''Lo kok gue di suruh pulang ."

"Iya takutknya kakak kecapean lagi."

''Gak bakal gue pengen nemenin loh disini bisa kan?" Oh Tuhan entah aku harus bersyukur atau bersedih dengan keadaan ini satu sisi aku semakin dekat dengan Dylan sisi lain sahabatku sedang melawan sakitnya .

"Yah udah kalu itu maunya kakak terserah ka' Dylan aja."

" Gak usah manggil gue pake kakak segala manggil aja Dylan ato gue lo aja gimana." Sumpah aneh banget di orang dulunya dingin banget kaya es, irit ngomong kayaknya baru beli kouta bicara deh.

Aku dan Dylam kini berada di dalam kamar rawat inap Dilla. Ada apa dengan dia kenapa sekujur tubuhnya di pasang alat-alat mengerihkan itu.
Seperti biasa aku menangis lagi saat ini aku sedang mencium jari-jemarinya yang lemas dan menangis menatap wajahnya yang begitu pules dalam tidurnya.

Cinta Ketua OsisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang