Filly's Confession?

3.1K 258 6
                                    

March 2016
I had a fight with that bitches. She hug me and said that she don't want to loss me.
-----------------------------------------------------------

ERICA POV

Sebulan sudah sejak putus dari Cello. Tiap hari Cello mengechatku dan rajin menemuiku di kampus dan rumah. Kadang aku tak tega tapi bersamanya pun aku tidak yakin masa depan kami bahagia.
Pagi ini dia menemuiku lagi, aku sudah menduga, karena itu aku datang ke kampus mepet jam kuliah sehingga aku bisa beralasan ada kelas dan udah mepet banget. Aku buru-buru masuk kelas. Aku memilih tempat duduk di samping Filly.

"Cello ke sini lagi?" Tanyanya.

"He'em" jawabku sedikit malas.

"Kasian loh dia, Er. Tiap nemuin kamu tolak terus. Keliatan sayang banget sama kamu. Balikan gih"

"Kamu sendiri? Gak kasian sama aku?"

"Er!" Dia sedikit marah.

"Aduh iya iya, bercanda kali, Fil"

Filly diam. Ngambek pun dia lucu.

"Jangan ngambek dong. Senyum. Senyummm" aku menggodanya.

Bibirnya mulai tertarik ke atas. Manisnya.

"Er, lebih baik kamu bersama orang yang mencintai kamu daripada orang yang kamu cintai. Dan... cuma orang yang bener-bener cinta sama kamu yang bisa nemeni kamu tahunan, ditolak masih juga ga kapok."

Aku kecewa dengan kata-kata Filly. Yah, dia gak cemburu toh. Memang aku yang selalu berharap lebih.
Kelas dimulai, aku lebih fokus melihatnya daripada si dosen. Dia sedikit murung. Apa candaanku berlebihan? Aku merasa sedikit berasalah.

-----------------------------------------------------------

Setelah kelas pagi, Filly langsung pulang sedangkan aku masih ada kelas sampai sore. Sekitar jam 4 sore kelas selesai. Sore-sore begini kampus sudah sepi. Aku menyusuri lorong kampus menuju parkiran. Tiba-tiba kulihat Vanya dan gengnya duduk beberapa meter di depanku. Masih berani ke kampus aja mereka padahal lagi di skors.

"Er, gue nungguin lo dari tadi. Gue mau ngomong" kata Vanya dengan ekspresi yang membuat aku ingin menghajarnya.

"Ya ngomong aja, pake ijin segala"

"Tapi gak di sini. Ikut gue yuk"

"Di sini aja" aku menolak, mencegah hal-hal buruk yang mungkin kejadian.

"Filly lagi sama gue. Lo gak mau nemuin dia?"

"Fuck! Lo apain lagi?"
Aku mendorong bahunya.

"Makanya ikut gue"

Aku menurutinya. Dia mengajakku ke gedung belakang fakultas.

"Lo masih gak kapok, Van? Lo bisa dikeluarin dari kampus. Lagian ngapain sih lo ngelakuin ini? Gue sama Filly ada salah apa sama lo? Trus sekarang Filly dimana?"

"Hahaha dikeluarin? Ya gue tinggal cari kampus lain lah, lo lupa bokap gue orang kayanya Surabaya? Filly ga lagi sama gue kok. Bego ya lo. Segitu begonya lo karena Filly, hah? Sampe mau gue ajakin ke sini? Jijik tau gak kalian. Gue di skors dan lo yang harus bayar sekarang"

Mereka mulai mendekatiku. Tiba-tiba kurasakan sakit di kepalaku. Sampai aku tidak ingat apa-apa lagi. Gelap.

-----------------------------------------------------------

FILLY POV

Aku melihat Erica masih belum sadar, sudah hampir 3 jam. Aku menggenggam tangannya, menangis melihat kepala dan beberapa bagian tubuhnya yang tadi kuperban karena berdarah. Juga lebam-lebam yang membuat tubuh putihnya membiru. Aku tak tahan, kupeluk tubuhnya. Kepalaku kuletakkan di atas perutnya.
Aku selalu menyukai saat aku memeluk tubuhnya, aroma badannya. Aku memeluknya lamaaa. Andai saja aku bisa memeluknya sebebas ini saat dia terbangun.

"Fil... Duhh..."

Aku terkejut, kuangkat kepalaku.

"Errrrr" aku memanggil namanya sambil menangis senang.

"Enak ya meluk-meluk, aku yang sakit. Meluknya kekencangan"

Kucubit perutnya, masih sempat dia bercanda.

"Aw, sakit Fil, ada lukanya di situ"

"Kamu ngapain sih sok jagoan? Vanya sama temen-temennya gak usah diladenin. Ngerti?"

"Tadi aku kan dikeroyok. Gila, ganas banget mereka sampe aku kayak gini. Kalo duel sih aku yakin bisa gundulin rambutnya. Lagian mereka bawa-bawa kamu, aku kan takut kamu diapa-apain lagi"

"Errr, aku serius"

"Aku juga serius. Aku kayak gini demi siapa coba?"

Aku mengusap air mataku yang makin deras mendengar ucapannya.

"Gemes banget sih Fil hahaha. Sayang ya?"

"Sayang banget. Kalo ga ada Ino sama temen-temennya mungkin aku udah kehilangan kamu!! Kamu bisa serius gak sih!"

Aku meneriakinya, daritadi aku serius malah dibalas bercanda.

"Iya maaf, biar gak tegang gitu. Kata orang-orang kan obat paling ampuh itu ketawa. Kalo mellow-mellowan ya ga sembuh-sembuh"

Aku mendorong bahunya. Selalu kalah ngomong sama cewek satu ini.

"Janji ya jangan berantem lagi. Malu ah cewek banyak bekas lukanya"

Kulihat dia mengangguk. Aku memeluknya lagi. Kali ini kuletakkan kepalaku di dadanya. Kurasakan detak jantungnya. Degup yang sama seperti jantungku sekarang. Dia mengelus rambutku. Andai. Andai. Andai. Aku terus berandai-andai

"Fil..."

"Hmmm?"

"Sayangmu ke aku itu seperti..."

Tok tok tok. Pertanyaan Erica berhenti. Aku melepaskan pelukanku. Kudekati pintu dan perlahan membukanya. Cello. Dia menatapku sebentar kemudian mendekati Erica.

"Aku udah beresin Vanya. Besok dia  bakal ngadep rektor. Kali ini aku yakin dia pasti di DO. Kamu gak akan kenapa-kenapa lagi, gak usah takut. Oh iya ini aku bawain pizza sama susu anggur kesukaanmu. Aku suapin ya, belom makan kan?"

"Er, aku ke luar dulu ya. Makan gih"

Aku langsung meninggalkan kamar tanpa persetujuan Erica. Hatiku rasanya patah. Cewek populer seperti Erica memang seharusnya bersama Cello yang idaman cewek-cewek di kampus. Mana mungkin bersamaku. Seluruh dunia yang menolak. Aku juga gak mau dia masuk ke dunia yang salah. Adakah yang lebih patah dari ini?

The First Girl I Love (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang