Distance

3.5K 267 12
                                    

Januari 2016
She asked me to make a distance
-----------------------------------------------------------

ERICA POV

Pertengahan Januari. Hari ini angkatanku harus wara-wiri kampus meski perkuliahan sedang libur, mengurus beberapa berkas untuk persiapan kuliah kerja lapang ke Bali bulan Februari nanti. Sekalian aku berniat menemui Filly. Belakangan Filly mencuekiku. Sepertinya dia marah karena Natal dan tahun baru kuhabiskan bersama Cello dan belakangan aku jarang menemuinya. Beruntung Cello beda fakultas, kalau tidak dia akan menempeliku terus.

Kulihat Filly berjalan ke ruang akademik. Aku berjalan cepat ke arahnya.

"Fil!" Panggilku dari jauh. Dia menoleh kemudian melanjutkan langkahnya.

"Hei, hei, Fil. Ga capek apa nyuekin aku terus?"

Kataku sambil memegang tangannya, membuat Filly terpaksa menghentikan langkahnya. Kulihat Filly mengarahkan pandangannya ke berbagai arah. Lihat apa dia? Aku ikut menoleh ke sekitarku. Beberapa mata menatap kami aneh.

"Ngobrolnya nanti aja ya, di luar kampus. Ga enak diliatin. Aku urus berkas dulu"

Katanya kemudian masuk ke ruang akademik. Urusanku di kampus sudah selesai tapi aku berniat menunggu Filly. Aku duduk di kursi depan ruang akademik. Ada salah satu temanku di sana. Kami mengobrol seputar persiapan KKL. Sampai dia bertanya sesuatu yang membuatku syok.

"Er, kamu sama Filly ada hubungan apa sih?"

"Hah? Sahabatan lah"

"Gila ya Er, hari ini kalian berdua jadi trending topik"

"Emang topiknya apaan?"

"Gosipnya kalian berdua pacaran gitu deh. Dari tadi si Filly disindir-sindir mulu. Ga tega deh liat mukanya"

"Fuck!! Siapa yang nyebarin pertama?"

Kataku mengumpat. Mungkin ini yang membuat Filly mencuekiku beberapa hari ini dan memintaku mengobrol di luar kampus. Kalau hanya sekedar masalah Natal dan tahun baru, aku yakin dia cukup dewasa memahami aku punya pacar dan sifatnya posesif tingkat tinggi.

"Kurang tahu si, Er. Tiba-tiba aja gitu nyebar"

Filly keluar ruang akademik dan berjalan tergesa-gesa, berpura tak melihatku. Aku buntuti dia di belakang beberapa meter. Sampai di parkiran, kulihat sedikit sepi.

"Kenapa? Gara-gara anak-anak gosipin kita pacaran?"

Aku sedikit berteriak. Dia menghentikan langkahnya.

"Risih? Gausa terlalu dipikirin lah toh kita ga pacaran kan? Kenapa sih terlalu mikirin apa kata orang?"

Aku sudah berada di hadapannya.

"Iya aku risih. Banget. Mungkin sebaiknya kita jaga jarak"

Ya, pasti dia risih. Cewek berhati lembut seperti dia pasti peka untuk hal-hal seperti ini.

"Ini buat kebaikan kita berdua kok, Er. Terlalu deket juga ga baik buat kita kan?"

"Tapi kita masih temenan kan?"

Tanyaku. Dia mengangguk.

"Sampai tua kan?"

Aku bermaksud mengingatkan janjinya sendiri. Dia menggangguk lagi. Matanya berkaca-kaca. Dia segera pamit pulang, mungkin takut aku melihat air matanya. Aku tau dia tak serius memintaku menjauhinya. Aku menuruti maunya. Aku ingin tahu seberapa lama dia bisa jauh. Seberapa lama dia pura-pura ingin jauh.

-----------------------------------------------------------

FILLY POV

Malam ini aku duduk di teras rumah. Sudah seminggu aku tidak berkomunikasi dengan Erica. Aku merindukannya, padahal aku yang berusaha membuat jarak. Awalnya kupikir ini untuk kebaikan kami, tapi ternyata aku tidak baik-baik saja. Sepertinya aku sudah ketergantungan. Aku menangis. Aku rindu, sangat.

Tiba tiba mama duduk di sampingku. Memegang keningku.

"Kenapa sayang? Mama kira kamu gak enak badan beberapa hari lemes terus. Tapi kayaknya kamu gak demam. Kenapa? Cerita dong sama mama. Sampe nangis gini, entar stres loh dipendem sendiri"

Mana mungkin. Aku lebih baik stres daripada melihat mama kecewa, sedih. Aku masih diam, bingung.

"Berantem sama Erica?"

Pertanyaan mama tepat sasaran. Aku mengangguk.

"Baikan dong sayang. Dibahas. Kok nyiksa diri gini"

"Ternyata berantem sama sahabat rasanya gini banget ya ma"

Mama memelukku. Merebahkan kepalaku ke bahunya. Mengelus rambutku.

"Fil..."

Mama terdiam beberapa saat. Aku heran. Kuangkat kepalaku dari bahunya. Aku menatapnya. Tatapan mama... entahlah aku merasakan kesedihan di sana.

"Filly... sesayang apa sama Erica?"

Aku seperti bisa menebak arah pertanyaannya. Apa aku harus jujur sekarang? Apa aku sudah siap melukai hatinya?

"Sayang banget, ma"

"Cinta?"

Aku tidak kuat lagi. Aku menangis, menghambur ke pelukannya. Kudengar mama juga menangis.

"Kenapa mencintai seseorang harus ada batasan benar atau salah, ma? Filly selalu memimpikan kehidupan yang normal. Filly pengen menikah, punya anak, dan hidup bahagia. Filly ga pernah pengen mencintai perempuan tapi memang cuma Erica yang bisa buat Filly bahagiaaaa banget sekaligus sedihhh banget. Maafin Filly ma. Sungguh Filly gak mau kayak gini"

Aku pasti sudah membuat baju mama basah. Aku benar-benar sudah tidak tahan. Berharap mama bisa memahamiku. Semua ini di luar kendaliku.

"Kamu cinta Erica ga salah kok, sayang. Cinta selalu di luar kendali. Apalagi Erica orang yang baik, perhatian banget sama kamu. Yang jadi salah adalah ketika kamu tau cinta kamu itu menyakiti banyak pihak dan mengkhianati Tuhan, tapi tetep kamu lanjutkan"

Aku mengangguk, tanda setuju.

"Iya ma, aku bisa janji ke mama kalo aku cuma temenan dan gak akan lebih. Filly gak akan khianatin Tuhan. Filly masih boleh temenan sama Erica kan ma? Mama percaya sama Filly kan?"

Aku merasakan anggukan mama. Malam ini aku membiarkan mama memeluk dan menangis bersamaku. Terimakasih Tuhan sudah mengirimkan malaikat berhati baik ini. Yang bahkan tidak memarahiku ketika tau aku "belok".

The First Girl I Love (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang