Wish Tree

3.7K 257 10
                                    

December 2015
In front of the wish tree, she prayed and asked me to be her bestfriend forever
-----------------------------------------------------------

FILLY POV

Minggu pertama bulan Desember. Gerimis dan suasana sejuk khas Natal sudah mulai terasa. Hari ini aku dan mama menghias pohon Natal, rutinitas yang selalu kami lakukan setiap tahun. Tapi kali ini kami bertiga, dengan Erica tentunya.
Kami menghias pohon Natal sembari bercanda dan bercerita, mama memutar lagu rohani koleksinya.
Aku mengambil hiasan lonceng berwarna emas kemudian sedikit menjinjit karena posturku yang tidak telalu tinggi.

"Aduh!"

Aku sedikit berteriak. Kurasakan sakit di pergelangan kaki kananku. Mama langsung memapahku duduk di sofa ruang tengah.

"Sakit, ma. Sakit banget"

"Tahan ya sayang" mama mengelus rambutku dan memijat-mijat kaki kananku.

Aku mengerang kesakitan. Kulihat Erica berlari ke kamarku. Beberapa detik kemudian dia duduk di sebelahku. Memberikanku obat nyeri yang biasa kuminum dan segelas air putih. Aku meminumnya.

Kurebahkan tubuhku di atas sofa. Kini giliran Erica yang memijat kakiku. Kulihat matanya penuh rasa khawatir.

"Fil, kakimu bengkak. Kita ke rumah sakit ya"

"Gak papa kok. Gini doang" aku pamerkan senyum terbaikku. Tak ingin membuatnya dan mama khawatir.

"Kamu kenapa sih mau pasang sendiri. Minta tolong aku kenapa. Bandel banget. Udah tahu belum sembuh 100%. Kalo sembuhnya makin lama gimana? Padahal aku pengen ajak kamu ke pantai. Kan ga seru di pantai duduk-duduk doang"

Dia marah. Aku senang melihat ekspresinya. Lucu. Itu tandanya dia menyayangiku.

"Bener mau ajak aku ke pantai? Kok gak pernah bilang?"

"Orang baru pengen beberapa menit yang lalu. Mau main gak?"

Aku tahu itu trik-nya supaya memotivasiku untuk cepat sembuh.

"Mauuu" kataku sedikit manja.

"Malah nyengir. Khawatir tau gak"

Erica mengacak-acak rambutku. mencubit hidungku lama. Harus kuakui Erica adalah penenang terbaik. Rasa sakitku rasanya sedikit menghilang.

Kami tertawa. Sedetik kemudian aku ingat kami tak hanya berdua. Kulihat mama memperhatikan kami. Hatiku sesak. Bagaimana perasaan mama jika tahu anak perempuannya dicium perempuan lain dan dia tidak menolak?

"Sakit, Er!" Kutepis tangan jahilnya. Aku sengaja menunjukkan ekspresi tak suka. Dia sedikit terkejut.

"Ayo lanjut ngehias" ajakku.

"Mama ambilin kursi roda aja ya sayang"

Aku menggangguk. Mama meninggalkan kami berdua. Canggung. Perasaan ini lagi. Bukankah kecanggungan tidak akan ada pada dua orang yang tidak ada apa-apanya? Memang. Kami memang ada apa-apanya.

-----------------------------------------------------------

ERICA POV

Aku mendorong kursi roda Filly menuju mobil. Dia baru selesai terapi sekaligus memeriksakan kakinya yang bengkak lagi. Aku membukakan pintu mobilku. Berusaha memapah Filly ke dalam mobil. Wajah kami berdekatan sampai bisa kurasakan hembusan nafasnya. Tapi aku bersusaha bersikap biasa. Aku tahu dia tidak suka kuperlakukan berlebihan.

Aku setir mobilku dengan kecepatan sedikit pelan. Berharap tak terlalu cepat sampai rumahnya. Aku masih ingin bersamanya.

"Er, temeni aku ke gereja yuk. Doa bentar aja"

"Kenapa gak di rumah aja?"

"Suasananya beda, Er. Di gereja lebih kusyuk. Coba deh"

"Masa sih?"

"Ya pasti ga sadar lah kalo ada bedanya. Orang di rumah ga pernah berdoa"

Yah dia menyindirku. Aku kemarin sempat berdoa. Mendoakanmu malah. Dasar bodoh. Aku mengoceh dalam hati.

Aku menurutinya. Kami behenti di salah satu gereja besar di Surabaya. Dari luar hiasan Natal-nya begitu kental. Membuat kami tergoda untuk berdoa di sana saja.

Kami duduk di barisan kursi ketiga dari depan. Kami memejamkan mata. Sibuk dengan keinginan kami masing-masing. Tak sampai 10 menit aku sudah membuka mata. Sudah bingung mau mendoakan apa lagi. Kulihat Filly. Air matanya menetes dari matanya yang masih terpejam. Ingin rasanya kuusap air mata di pipi lucunya.
Setelah hampir 20 menit berdoa, Filly mengajakku pulang. Kudorong kursi rodanya melewati halaman gereja.

"Er, Er, ada wish tree tuh. Ke sana yuk. Kalo liat di film-film katanya kalo berdoa di depan wish tree doa kita bakal terkabul"

Dia manarik-narik lengan bajuku.

"Dasar korban film. Lagian kamu percaya ke Tuhan apa ke wish tree sih?"

Dia terdiam. Apa Filly tersinggung?

"Sini-sini nunduk"

Aku heran tapi menurut. Aku menundukkan kepalaku.

"Ihhh"

Katanya kemudian menjewer telingaku.

"Aduh apaan sih, Fil"

"Aku suruh nunduk ya nunduk. Kamu nurut sama Tuhan apa sama aku?"

Dia membalasku. Wajah jahilnya membuatku tak tahan. Gimana gak sayang?

Kami mendekat ke wish tree sambil tertawa. Di depan pohon harapan itu Filly memejamkan mata, menunduk, dan mengatupkan kedua tangannya. Sekitar 5 menit dia membuka matanya, sibuk menatap wish tree dengan tatapan kagum. Sedangkan aku sibuk memandangnya.

"Wish apa?" Tanyaku penasaran.

Filly menghela nafas.

"Banyak. Salah satunya supaya kita bisa sahabatan selamanya. Sampai tua"

Hatiku hancur. Rasanya aku ingin berteriak di depannya bahwa aku menginginkannya. Aku mencintainya. Tapi sekeras apa pun aku memenangkan hatinya, kita akan selamanya menjadi teman. Tidak akan pernah bisa lebih. Semesta seakan menertawaiku. Apa yang salah jika perempuan mencintai perempuan lainnya? Apakah arti cintanya lebih rendah dari pasangan laki-laki dan perempuan? Aku yakin ini tulus. Aku hanya ingin menjaganya. Dan memiliknya.

"Kita akan temenan sampai tua kan?"

Pertanyaannya membuatku semakin tidak waras. Aku mengangguk.
Filly mengacungkan jari kelingkingnya.

"Janji?"

Air mataku rasanya hampir tumpah. Aku memikirkannya beberapa saat. Sampai akhirnya kuputuskan mengaitkan kelingkingku ke kelingkingnya. Toh kami tidak akan pernah bisa bersama. Satu-satunya kesempatanku untuk bisa bersamanya selamanya adalah menjadi sahabatnya.

Wish tree ini menjadi saksiku. Bagaimana ternyata seseorang dengan rahim di tubuhnya bisa menyayangi pemilik rahim lainnya sebegitu dalamnya.

The First Girl I Love (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang