Is It over?

3.1K 242 9
                                    

March 2016
She just said that she didn't want to loss me. But then, she's the one who left me.
-----------------------------------------------------------

FILLY POV

Sudah 2 jam aku duduk di teras. Erica dan Cello sedang apa? Lama sekali.

"Fil"

Kudengar om Anton memanggilku dari dalam mobil. Kubukakan pintu gerbangnya. Setelah mobil terparkir sempurna om Anton mendekatiku.

"Erica gimana, Fil? Om baru dapet ijin dari rumah sakit"

"Gak papa kok, om. Cuma luka sama lebam, ga ada yang serius"

"Makasih ya, Fil. Om masuk dulu ya liat Erica"

"Iya, om"

Kuputuskan tidak mengikutinya ke kamar, ada Cello di sana, hatiku tak akan nyaman.
Sudah jam 22.18, aku mengabari mama akan menginap, menemani Erica. Mama menyetujui, tentu dengan wejangan-wejangan agar aku tidak berlebihan memperhatikan Erica.

Krek...

Kutoleh asal suara. Kulihat Cello berjalan keluar gerbang, bahkan dia tak menganggap aku ada. Tak apa, aku paham. Akhirnya...
Aku segera masuk. Kubuka pintu, kulihat om Anton duduk di ruang tengah, dengan tatapan sedikit mengintimidasiku. Ada apa?

"Fil, duduk dulu, om mau bicara"

Aku duduk di sofa, di hadapannya.

"Fil, sebelumnya om minta maaf kalau mungkin om akan menyakiti hatimu. Tapi, Erica anak om satu-satunya. Satu-satunya harapan om. Om gak mau dia salah jalan. Cello sudah banyak cerita barusan. Om pikir lebih baik mulai sekarang kalian jaga jarak. Maafkan om, ini bukan buat Erica saja, tapi buat kamu juga, Fil. Kamu paham kan maksud om?"

"Om, saya sama Erica cuma sahabat. Sungguh. Saya juga ga ada niat bawa Erica ke jalan yang salah"

"Kamu yakin kalau kalian bisa murni sahabatan? Selama kalian masih sering bertemu, perasaan itu akan terus ada. Om minta tolong banget sama kamu, tolong, jauhi Erica. Demi masa depan kalian. Kamu mungkin belum paham karena kamu belum jadi orang tua. Orang tua manapun pasti takut anaknya belok"

Aku tidak tau harus berkata apa. Aku selalu saja berkedok 'sahabat', padahal yang om Anton bilang semuanya benar. Kita gak akan pernah murni bersahabat. Aku memejamkan mata sejenak, menahan sekuat tenaga air mata yang kapan saja bisa tumpah. Aku mengangguk pelan.

"Waktu akan bantu kamu, Fil. Maafkan om ya"

Aku mengangguk sekali lagi.

"Filly pamit dulu ke Erica ya om"

Om Anton menggangguk kemudian melepaskan kacamatanya. Aku bisa melihat kesedihan di wajahnya. Aku menuju kamar Erica, langkahku gontai. Aku mengambil nafas dalam dan membuka pintu kamar Erica dengan sisa tenagaku.

"Fil... ngapain aja? Lama ya? Sorry, si Cello udah aku usir-usir gak mau pulang juga"

Aku duduk di sampingnya

"Er, aku pulang dulu ya, udah malem"

"Hmm? Kamu gak nginep? Gak nemeni aku? Kalo tiba-tiba aku kebelet tengah malem siapa yang nemeni ke toilet?"

"Er, ada papa, ada Mbak As. Jangan manja. Mama udah jemput aku, udah di bawah. Aku pulang dulu ya. Cepet sehat"

Aku langsung meninggalkannya. Tak kupedulikan Erica yang memanggil namaku berulang kali.

-----------------------------------------------------------

Kuketuk pintu di depanku berkali-kali. Air mataku sudah tumpah bahkan sebelum sampai rumah. Kulihat mama membuka pintu. Aku menghambur ke pelukannya. Menumpahkan air mataku setumpah-tumpahnya. Kurasakan tangan mama membelai rambutku, kemudian mendekapku erat.
Setelah sedikit tenang, mama membawaku ke kamarnya. Malam ini aku akan jadi gadis kecilnya yang merengek minta ditemani tidur seperti dulu.

"Kamu pasti sudah mengira akhirnya akan seperti ini kan sayang? Hanya saja mungkin ini lebih cepat dari perkiraanmu"

Aku menggangguk. Aku tau aku dan Erica pasti akan berakhir, hanya saja aku tidak tau dengan cara seperti apa. Mungkinkah ini peringatan dari Tuhan agar aku tidak lama-lama terlena dengan kedok 'sahabat'? Karena sesungguhnya yang kami jalani memang lebih dari itu.

"Sayang, sekeras apa pun, pada akhirnya segala sesuatu akan berjalan dengan seharusnya, bukan dengan semaunya kita. Kita doa dulu ya sayang. Minta petunjuk sama Tuhan"

Aku mengangguk. Melipat kedua tanganku. Memejamkan kedua mataku. Menyebut namanya puluhan bahkan mungkin ratusan kali. Benar. Segala sesuatu akan berakhir dengan seharusnya, dengan sewajarnya.

The First Girl I Love (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang