Pink Box

5.1K 314 4
                                    

September 2015
I shared my pink box and you said that you love it. Was it delicious?
-----------------------------------------------------------

ERICA POV

"Thanks for today, Cell"
Kuberikan senyum terbaikku pada Cello. Kami menghabiskan waktu seharian sebelum besok memulai LDR surabaya-bandung karena Cello harus magang di salah satu perusahaan elektronik di bandung, perusahaan impiannya, selama 3 bulan. Dia mendekatiku dan mencium keningku.
"Sleep tight, Er"
Kemudian berjalan memasuki yaris-nya. Kulihat mobilnya menghilang di kejauhan. Semoga 3 bulan berjalan cepat, harapku.

Kurebahkan tubuku sehabis mandi. Lelah. Tapi kemudian aku teringat sesuatu. Setelah setahun, aku kembali menginjakkan kakiku di gereja. Bahkan Cello pun tak mampu membujukku. Aku bangun ke arah rak buku, mencari sesuatu. Aku menemukan apa yang aku cari. Kutiup bagian atasnya yang sedikit berdebu. Alkitab. Kulihat sejenak lalu kukembalikan ke tempatnya. Ahhh masih tidak tergoda untuk membacanya ternyata. Akhirnya kuputuskan untuk tidur.

-----------------------------------------------------------
"Lagi, mbak?" Tanyaku memprotes Mbak As yang memintaku mengantarkan bekal papa.

"Bapak seneng loh kalo non yang anter ke rumah sakit. Biar makin deket juga lah non. Jangan kaku-kaku sama papa" katanya dengan logat khasnya.

"Yaudah deh" kataku mengambil tempat makan berwarna pink itu sedikit malas. Tapi ya boleh lah daripada diem di rumah.

-----------------------------------------------------------
Kulihat banyak anak kecil bermain di taman rumah sakit. Sepertinya mereka belum paham tempat ini bukan tempat yang pas untuk bersenang-senang. Kulihat seseorang yang baru kukenal kemarin duduk di dekat pohon sambil menulis sesuatu. Kulihat juga papa berjalan ke arahku.

"Ada apa ke sini, Er?" Tanyanya heran

"Mbak As suruh aku anter makanan lagi"

"Barusan papa diajak orang tua pasien makan di kantin. Tapi kalo..."

"Yaudah aku kasih temen aja makanannya"
Kataku tak memikirkan perasaannya dan langsung bergegas ke arah taman tumah sakit. Entah kenapa aku tak pernah bisa bersikap baik padanya, papaku sendiri.

"Ngapain?" Kataku mendekati Filly yang sibuk menulis.

"Oh, Er. Ngerjain tugas ini" katanya menunjuk tumpukan kertas fotokopi yang sepertinya kukenali. Kuambil beberapa lembar dan mengamatinya.

"Ya ampun!"
"Apa? Apa? Ada apa?"
Kataku sedikit berteriak dan berhasil mengagetkannya.

"Kamu kuliah di Ubaya juga? Jurusan manajemen? Angkatan 2013?"
Kuhujani Filly dengan berbagai pertanyaan.

"Hahaha baru sadar? Aku udah tau kok dari kemarin. Wajah kamu familiar. Anak dokter, ke kampus bawa HRV, rambut merah, pacar Cello anak teknik elektro yang cakep, idaman cowok-cowok ekonomi, siapa yang ga kenal kamu. Tapi ternyata kamu ga kenal aku...yaaa aku bukan anak populer sih, wajar hahaha" jelasnya panjang.

"Rajin banget, di rumah sakit aja ngerjain tugas. Ngomong-ngomong kamu kenapa? Abis kecelakaan? Tanyaku sedikit iba sekaligus kagum.

"Yap. Besok lusa udah boleh pulang kok. Ya, harus bahagiain papa mamaku yang pontang panting biayai aku kuliah, ga boleh molor. Walaupun ini bukan jurusan idamanku tp aku yakin Tuhan kasih aku sesuatu di sini. Kamu kenapa ga kuliah kedokteran, di univ yg lebih elit, atau di luar negeri gitu?

"Yahhh sebenernya males kuliah makanya ambil jurusan yang gampang-gampang aja dan se-univ sama pacar hahaha. Toh ujung-ujungnya juga nerusin usaha papa" kataku seenaknya.

"You're so lucky. Pasti bahagia jadi kamu. Pacar oke, orang tua oke, masa depan oke. Haaahhh" Filly menghela nafas panjang.

"Not as lucky as you think... oh iya udah makan belum? Ini aku bawa bekal. Makan yuk" ajakku.

"Boleh. Hahaha kotaknya pink. Aku suka banget sama warna pink"

"Dih norak"

"Lah kan box-nya punya kamu. Kamu dong yang norak"

Kami tertawa dan menghabiskan siang bersama.

-----------------------------------------------------------
Aku menghabiskan hari ini menemani Filly dan mamanya di rumah sakit. Kehilangan mama 2 tahun yang lalu benar-benar membuatku terpuruk apalagi hubunganku dengan papa tidak dekat dan aku tidak mempunyai saudara. Melihat Filly dan mamanya akrab membuatku iri sekaligus senang. Aku nyaman melihat kedekatan mereka. Mama Filly juga memperlakukanku dengan sangat baik. Aku merindukan mama.

"Fill, papa mau ngobrol" kata mamanya yg sedari tadi mengobrol dengan papanya di telepon dan kini giliran Filly.

"Pa, Filly udah baikan kok. Besok lusa udah boleh pulang. Papa ga berangkat kerja? Di sana udah jam 8 pagi kan? Hati-hati ya pa berangkatnya"
Kuperhatikan obrolan Filly yang sedikit membingungkanku.

"I miss you Pa. Love you"

"Papa Filly kerja di Rusia mulai Filly umur 10 tahun. Waktu itu toko papanya bangkrut ditipu temannya sendiri. Dia nekat ke Belgia dapet tawaran dari temannya di sana padahal berkas belum lengkap, ya illegal gitu lah. Tante khawatir kalau sewaktu-waktu ada pemeriksaan atau apa. Ya semoga Tuhan selalu melindungi. Selama itu dia cuma pulang sekali waktu kakaknya Filly meninggal karena kecelakaan 8 tahun yang lalu. Sayang uangnya kalau dipakai bolak balik beli tiket pesawat katanya." Kulihat mama Filly bercerita dengan menahan tangis.

"Kalau Filly udah kerja dan punya cukup uang kita susulin papa ke sana ya ma. Kita tinggal di sana dan bahagia bertiga. Seru kayaknya tinggal di rusia" Filly menggenggam tangan satu-satunya orang yang ada disampingnya selama ini.

Aku terenyuh. Diam-diam aku mengagumi sosok dengan banyak bekas luka yg belum sepenuhnya kering di depanku ini. Wajahnya selalu ceria padahal pasti menyimpan banyak beban di hidupnya. Ibadahnya rajin, tidak seperti aku yang dikasih cobaan langsung mogok ibadah. Tidak seperti aku yang kuliah ogah-ogahan, berlindung dibalik uang papa. Kenapa aku melewatkannya, baru mengenalnya ketika sudah memasuki semester 5 ini. Aku bertekad akan lebih sering menemaninya di kampus nanti.

The First Girl I Love (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang