WEEEEHEEEEE UDAH PART 10 HEHEHE, ANJAAAY XD NGGAK KERASA UDAH PART 10 AJA NIH HEHEHEHE. ENJOY GUYS ;) SORRY, CAPSLOCK CYNT. NGGAK BISA WOLES UDAH PART 10:')
---
Bang Azka yang menyetir selama 24 jam perjalanan. Kami tiba pada saat malam takbiran. Setelah 24 jam perjalanan. Perjalanan yang melelahkan, apalagi saat itu suasananya juga macet sekali.
“Aku mau tidur dulu ya, capek banget hari ini.” kata Bang Azka sambil tiduran di atas sofa. Dalam hitungan detik, ia sudah mendengkur keras di sofa.
“Azka, tidur di kamar sana.” perintah Papa. Tapi tidak ada reaksi. Ia sudah tenggelam dengan dengkurannya.
“Abangmu nggak tidur lagi ya?”
“Gimana nggak tidur kalo dia disuruh gantian nyetir, Bang Azka nggak mau.”
“Nggak mau, atau kamunya yang kebanyakan tidur?” goda Mama. Aku hanya meringis dan menggaruk-garuk kepalaku kasar.
“Udah, ambilin selimut buat Abangmu sana.”
Aku pun mengambilkan selimut di lemari kamarku yang dulu. Lalu, aku pergi ke ruang tamu untuk menyelimuti Bang Azka yang sudah tidur sekenanya. Sudah menjadi kebiasaan Bang Azka kalau ia sudah kelelahan dan ia tidur di sembarang tempat.
***
Hari raya sudah tiba. Di pagi ini, setelah salat idul Fitri, semua sanak saudara yang ada di Jakarta mendatangi rumahku yang ada di Jakarta. Pakde Narto, dia adalah kakak Papa berkunjung ke rumah dengan bersama istri, anak-anak, dan cucunya yang bernama Rafi. Apalagi kalau Rafi ketemu Bang Azka, seperti Ayah dan anak yang nggak bisa dipisahkan.
“Om Azka!” teriak Rafi yang masih berumur empat tahun kepada Bang Azka. Ia berlari ke arah Bang Azka.
“Eh, tentara kecilnya Om Azka udah dateng!” Bang Azka mengangkat Rafi sambil berusaha mencium kening Rafi, “Udah sunat belum?”
“Belum, Om, takut.”
“Kenapa takut? Kan rasanya kayak digigit semut.” ujar Bang Azka sambil tertawa.
“Jangankan digigit semut, naik mainan aja nangis, Ka.” celetuk Mbak Resti notabene Ibu Rafi.
“Wah, iya? Jagoan nggak boleh gitu dong, tentara harus berani, nggak boleh nangis!”
Rafi hanya tersenyum malu. Bang Azka mulai menggelitiki Rafi hingga tertawa lepas dengan Bang Azka. Maklum mereka bertemu hanya setahun sekali. Selama bertemu Bang Azka, ia selalu manja dengan Bang Azka.
“Ka, kapan nyusul?” tanya Mbak Resti.
“Nyusul apa, Mbak?” Bang Azka tak mengerti.
“Ya punya 'adik' gitu,” katanya agak sungkan.
Bang Azka tertawa kecil dan masih fokus bermain dengan Rafi, “Boro-boro 'adik', Mbak, calon aja belum punya.”
“Bener itu, Azka, kamu harus cepat-cepat nikah.” tambah Pakde Narto sambil menyeruput teh hangatnya.
“Belum masih ada yang cocok, Pakde.”
“Kamu itu cowok jangan suka pilih-pilih.”
“Wah, aku nggak pilih-pilih, cuma belum pas.” eyel Bang Azka tak mau kalah.
“Om Azka, main perang-perangan!”
“Ayo, di luar ya?” Bang Azka pun langsung menggendongnya keluar. Aku membuntuti mereka dan duduk di teras rumah melihat si Abang dengan keponakannya sedang main perang-perangan yang berujung jadi kejar-kejaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Abang Kembali
General Fiction[COMPLETED] Abang itu si tukang suruh-suruh adiknya? Abang itu si jago bertengkar dengan adiknya? Atau Abang itu si tukang pembuat onar? Tiga cap jelek itu tidak sama sekali menjurus ke Bang Azka. Bagi Santi, Bang Azka adalah kakak yang menyenangkan...