Selamat hari Rabu sayang-sayangku heheheh xD udah part 24 nihh, enjoy ya!
---
Aku duduk di depan televisi di Jumat pagi bersama Abangku. Bang Azka mampir ke rumah karena aku memintanya untuk menemani hari liburku yang membosankan ini. Abang sedang memakan gado-gado sambil menatap layar televisinya mengenakan kaos biru tua. Kakinya bersila di atas sofa dan aku bersandar di bahu kanannya.
“Ncis, tolong bikinin Abang teh ya.”
“Oke, Bang.” aku berjalan ke dapur untuk membuatkan teh.
Setelah membuatkan teh, aku memberikannya kepada Bang Azka, “Bang, habis gini aku mau kenalin gebetanku ke Abang deh!”
“Weehee, siapa tuh?” tanyanya sambil menyeruput sedikit tehnya, lalu mengacak-acak rambutku.
“Namanya Lettu Laut Rahman Diandra Wisesa.”
“Wah, aku kenal orangnya. Dia kan juniorku. Kenal di mana?”
“Ya, kemarin di acara pernikahannya Bang Lukman, temen Abang itu.”
“Tuhkan! Abang bilang juga apa! Pasti dapet jodoh di sana, hahaha.” Bang Azka tergelak tawa.
“Keputusan Abang gimana? Kan Abang udah tahu orangnya.”
“Itu sih, biar kita ngobrol-ngobrol dulu lah.”
“Abang bisanya kapan?” tanyaku.
“Sabtu besok, suruh mampir ke rumah jam 9 ya. Jangan sampai telat! Itu akan mempengaruhi penilaian!” ia tergelak tawa.
“Kok gitu sih, Bang?” sungutku.
“Hidup itu harus tahu aturan. Kalau misalnya nanti kalau kamu mau ngelahirin, tapi suamimu nggak jaga-jaga, emangnya mau lahiran di tengah jalan?”
“Dih, kok kepikiran ke situ sih, Bang?” aku masih tersulut.
“Nggak ada salahnya kan kalo Abang berpikir panjang demi kebaikan?” Bang Azka masih melanjutkan makannya.
Ding ding.
“Kecilin suaranya,” pintanya untuk mengecilkan suara televisi yang sedari tadi tidak kami hiraukan. Aku mengambil sebungkus gado-gado di meja lalu melahapnya.
Ia berjalan keluar rumah dan duduk di teras sambil menerima telepon dari seseorang. Aku melihat dari raut wajahnya tampak datar tanpa ekspresi, beberapa kali ia mengangguk-anggukkan kepalanya.
Bang Azka kembali memasuki rumah sambil mengela napas berat. Ia segera mengambil jaketnya yang menggantung di belakang pintu kamarnya.
“Mau ke mana, Bang?” tanyaku saat ia sedang mengenakan jaketnya. Ia duduk di sebelahku.
“Abang nggak bisa ketemu Rahman besok.” desahnya sambil menggaruk-garuk kepalanya dengan sebal.
“Ke-kenapa, Bang?” tanyaku tergeragap.
“Ada kecelakaan. Pesawat jatuh di pegunungan Arjuno. Abang diminta untuk bantu evakuasi di sana pakai helikopter. Nanti siangan, Abang berangkat tugas.”
“Tapi belum ada di berita, Bang.”
“Yah, nggak tahu kalo belum ada pemberitaan, yang penting Abang berangkat tugas,” ia mengenakan jam tangan di tangan kanannya, kemudian, tangannya menggenggam erat kedua tanganku, “Maafin Abang ya, kita tunda dulu rencana kita setelah Abang pulang tugas ya?”
Aku mengangguk pelan, “Ya sudah, Bang. Hati-hati ya, jaga kesehatan.”
Ia tersenyum sambil mengecup keningku, “Pasti. Abang pasti pulang buat Ncis.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Abang Kembali
General Fiction[COMPLETED] Abang itu si tukang suruh-suruh adiknya? Abang itu si jago bertengkar dengan adiknya? Atau Abang itu si tukang pembuat onar? Tiga cap jelek itu tidak sama sekali menjurus ke Bang Azka. Bagi Santi, Bang Azka adalah kakak yang menyenangkan...