PART 5

2.8K 224 26
                                    

Hola gengs, sudah di update yak ;) enjoy PART 5!

Abang
Secercah senyum kau layangkan ke udara
Genggamanmu menyentuh kemudi
Duduk di bantalan kursi kokpit yang nyaman
Rela terbang tanpa istirahat
Demi rakyatmu hidup damai dan sentosa
Keselamatan mereka adalah prioritasmu
Meskipun, nyawamu taruhannya

Aku adikmu,
Yang hanya bisa berharap kau pulang
Bertemu ayah dan ibu setia menunggu di rumah
Mereka bangga dapat memelukmu kembali

Aku adikmu,
Yang berharap kau bisa menjagaku sebagaimana kau menjaga rakyatmu
Yang berharap kau membuatku tertawa kembali
Dan yang berharap kau  masih menganggapku si kecil penuh celotehannya

Selama Abang tidak ada di Surabaya dan hari libur. Aku biasanya nongkrong sendiri menghadap laptop untuk mengetikkan beberapa bait puisi yang aku alami saat ini dan ditemani secangkir kopi espresso. Setelah selesai aku membuat puisiku, aku menutup laptopku sambil menikmati kopiku yang sudah mulai mendingin, lalu menatap keluar dengan rerintik hujan menderas mengguyur Kota Pahlawan yang sedang macet sore ini.

“Kita bertemu lagi,” kata seseorang seketika duduk di depanku tanpa permisi.

“Ah, ya, mas Aryo.” Aku tergeragap sambil mengingat wajahnya.

“Oh, ya, yang di Instagram fotonya siapa? Pacarnya tentara ya?”

Oke, sudah sekian kali yang bilang bahwa Abangku adalah kekasihku.

“Bukan, itu Abangku, Mas.”

“Wah, kayak pacarnya, ya Mbak Santi.” Pujinya.

“Sudah sering dibilang begitu, hehehe,” ujarku meringis, “Kerja di mana, Mas?” tanyaku sedikit ingin tahu.

“Kerja di ekspedisi Sahaja, jadi supervisor di sana.”

“Wah, orang sibuk ya?” aku tersenyum. Dia orang yang cukup ramah sekali. Dia cukup tampan, pakaiannya selalu rapi, potongannya cepak, dan kupikir dia setinggi Bang Azka, tetapi tidak sekurus Bang Azka. Badannya sedikit berisi dan agak kekar.

“Hahaha, nggak juga,” katanya sambil tertawa.

Kami pun saling mengobrol satu sama lain. Perasaan suka mulai muncul dalam benakku. Ia sering keliling ke luar negeri untuk mengirim barang ke negara-negara lain. Kupikir dia cukup sukses dalam pekerjaannya. Lalu, berganti aku yang bercerita selama menjadi dokter di sini.

“Orang tua tentara?” tanyaku.

“Pensiunan,” katanya, “Tapi, gimana Mbak Santi tahu?”

Aku tersenyum saat ia mengerti maksudku, “Ah, ya, Mbak Santi kan kerja di rumah sakit tentara ya.” Ia tergelak tawa.

Kami berdua saling bertukar cerita menunggu hujan reda. Menikmati cerita dan berbagi kisah hidup. Entah, aku baru saja mengenal Mas Aryo, tapi ia sudah bisa menaklukan hatiku.

***

Sudah dua minggu kami saling mengenal, kami memutuskan untuk bertemu di kafe yang sama. Aku melihatnya menunggu di tempat pertama kali kita saling bertukar cerita. Di suasana Kota Surabaya yang ramai lancar yang dingin, ia menyambutku dengan hangat.

“Espresso?” tawarnya.

“Ya,” ia semakin tahu apa yang sering kuminum di kafe ini.

“Hm, begini, langsung saja ya,” ia mengeluarkan undangan kepadaku. Membuatku sedikit terkejut.

“Apa ini?” tanyaku sambil meraih undangan itu.

“Itu undangan pernikahan,” ia tersenyum, “Aku pengen kamu datang sama aku di pesta pernikahan temanku.”

Ketika Abang KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang