Part 26, it's the final guys! Enjoy ;)
---
Setelah dua jam telah dimakamkan, aku dijumpai beberapa rekan media dari berbagai stasiun televisi atau jurnalis dari berbagai media cetak. Dua jam yang lalu, aku hanya bisa terdiam. Hanya Mbak Tanti yang menghiburku walaupun itu sama sekali tidak mempan. Rekan media benar-benar menungguku, Mbak Tanti membujukku untuk menemui rekan-rekan media itu. Setelah berkenalan, mereka mulai mewawancaraiku.
"Bagaimana pribadi Kapten Azka semasa hidupnya?" tanya salah satu wartawan untuk memulai wawancara ini.
"Dia itu orangnya supel, ramah, ibadahnya taat, ulet, dan nggak neko-neko. Bang Azka kalau ada panggilan tugas langsung berangkat. Kalau di rumah Surabaya, dia sering interaksi sama orang-orang sekitar. Kalau bulan puasa, ia menyempatkan buat tarawih sama orang-orang di Surabaya, kumpul-kumpul di acara kampung ya sering ikut, kalau nggak sempat kalau nggak sempat ya mesti kabarin. Pokoknya, kalau ada waktu luang, Bang Azka mesti mampir ke rumah. Dia suka menghabiskan waktu bersama sama saya, biasanya kalau habis tugas dan dapat cuti, Abang minta berangkat liburan sama saya." aku menitikkan air mataku. Aku tak kuasa untuk menceritakan kilas balik tentang Bang Azka.
"Apa ada firasat sebelum Kapten Azka meninggal?"
"Tidak ada kalau dari saya sendiri. Sudah biasa kalau Bang Azka memeluk saya saat Bang Azka mau berangkat tugas. Tapi, pelukan terakhirnya terasa lebih lama dari biasanya. Tapi saat itu, saya berpikir positif kalau Bang Azka berangkat tugas di sana bakal lama."
"Saya dengar, Mbak Santi juga punya adik yang sudah meninggal. Apa itu benar adanya?"
Aku mengangguk, "Iya. Itu memang benar. Tiga tahun lalu adik saya meninggal karena senioritas saat mengikuti diklat pecinta alam. Abang paling terpukul saat meninggalnya Danang. Apalagi saat itu Abang lagi tugas di Lebanon. Dia baru bisa mengunjungi makam Danang setelah Abang pulang tugas dari Lebanon."
"Apa lebaran kemarin sempat pulang ke Jakarta?"
"Ya, kemarin pulang. Saya dan Abang selalu pulang ke Jakarta naik mobil."
"Apa ada keinginan terbesar Kapten Azka yang belum tercapai semasa hidupnya?"
Aku menoleh sedikit ke Mbak Tanti disampingku, "Keinginan terbesar Bang Azka yang belum kesampaian adalah menikah. Rencana setelah pulang tugas, Bang Azka mau melamar tunangannya dan merencanakan pernikahan dua bulan lagi."
"Apa tunangannya datang ke Jakarta?"
"Yang duduk di sebelah kanan saya ini tunangannya. Mereka teman satu sekolah di SMA."
"Apa kenangan terakhir Mbak Santi bersama Kapten Azka?"
"Kenangan terakhir saya saat kami menikmati gado-gado di rumah," kenangku, "Bang Azka sempat minta dibikinin teh hangat. Lalu, ditelepon untuk berangkat tugas. Saya ingin mengantarkannya sekalian bisa mampir di tempat kerja, awalnya saya yang nyetir mobil, tapi Bang Azka memaksa buat dia yang nyetir. Dan akhirnya hampir ketilang polisi. Dan saya nggak nyangka kalau itu hari terakhir saya sama Bang Azka, dan itu teh terakhir yang saya buatkan untuk Bang Azka."
Dan kini Mbak Tanti yang sedang di wawancarai. Aku menerima telepon dari Mas Rahman. Aku meninggalkan Mbak Tanti sebentar untuk mengangkat telepon Mas Rahman.
"Mbak Santi, Mas Rahman turut bela sungkawa sedalam-dalamnya atas kepergiannya Bang Azka."
"Terima kasih, Mas Rahman."
"Mbak Santi yang sabar ya, tetap doakan Abangnya. Maaf Mas Rahman mau berangkat ke Sorong. Nggak bisa ikut ngelayat ke Jakarta."
"Iya, nggak apa-apa, Mas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Abang Kembali
General Fiction[COMPLETED] Abang itu si tukang suruh-suruh adiknya? Abang itu si jago bertengkar dengan adiknya? Atau Abang itu si tukang pembuat onar? Tiga cap jelek itu tidak sama sekali menjurus ke Bang Azka. Bagi Santi, Bang Azka adalah kakak yang menyenangkan...