Remember

169 19 1
                                    

Liam’s PoV

            Aku tertawa kecil, sekecil mungkin sehingga tak menghasilkan suara yang bisa terdengar oleh Kayla. Aku sengaja menyentuhkan tanganku dengan milik Kayla agar aku bisa membpunyai kesempaan untuk menggenggam tangannya. I hold her hand tight. Wish I can do this everytime, so I can keep her in my arms.

            Rencana untuk bertemu dengan Kayla sudah kupikirkan sejak lama. Bahkan sebelum pertemuan dengannya di pesta ulang tahun pamannya—Simon. Tapi sayangnya, aku masih tak mempunyai keberanian lebih saat itu. baru hari inilah aku mempunyai kekuatan dan keberanian itu. aku memang pengecut. Begitu saja membiarkan Kayla pergi dari genggamanku, dan membiarkan wajahnya yang indah dihancurkan oleh airmata karena ulahku.

            “Sepertinya aku harus mengisi perutku sebelum berpetualang kembali denganmu.” Curhatku dengan masih menatap jalanan. “Apa kau sudah makan siang?” tanyaku menatap Kayla di sampingku.

            Kayla mengangkat kepalanya untuk menatapku yang lebih tinggi darinya. Kedua sudut bibirnya terangkat sebelum ia menggelengkan kepalanya dengan pelan. Senyuman yang aku rindukan. Senyuman yang selama tiga bulan terakhir hanya aku lihat dari foto yang diam-diam aku ambil saat bersama Kayla dulu.

            “Belum,” jawabnya kemudian membenarkan posisi kepalanya. “Tapi aku sudah ada coklat panas, you mind?” sambung Kayla.

            Typical Kayla. “Aku anggap itu sebagai ya untuk ajakanku, Kayla.” Kuambil kepeutusan tanpa meminta persetujuan Kayla terlebih dahulu.

            Kulihat Kayla menganggukkan kepalanya. Senangnya. “Tapi...” Ia tak melanjutkan kalimat yang baru saja ia keluarkan. Hanya saja, Kayla mengedarkan pandangannya. Orang-orang disekitar menatap kami. Seakan tak percaya dengan apa yang mereka lihat. Shit, salahku. Aku tak menggunakan penyamaran.

            “Kau sudah tau kan??” pertanyaan yang dilontarkan Kayla tepat setelah aku mengetahui apa yang akan disampaikan Kayla kepadaku.

            Persetan dengan orang yang melihatku dengan Kayla. Aku tak bisa mempedulikan apa yang mereka pikir dan katakan. Jika aku peduli untuk kali ini, aku akan kehilangan Kayla untuk kedua kalinya.

            “I do, kee.” Jawabku. Langkah Kayla yang terhenti membuatku yang menggandeng tangannya berhenti juga. Kayla memberi tatapan kepadaku seakan ia tak percaya. Uh oh. Aku memanggilnya dengan ‘kee’. Jantungku berdetak kencang, takut jika Kayla akan marah kepadaku.

            Untungnya tidak. Kayla hanya menatapku sebentar kemudian kembali menatap apa yang ada di hadapannya.

            “Terkadang, kau harus bersikap acuh dengan dunia yang kau jalani. karena kau akan merasakan kebahagian dalam kebebasan, dan juga takkan ada yang menyakitimu dengan tid peduli kepada orang-orang yang mengekangmu selam ini.” nasehatku kepadanya.

            Tak sepenuhnya nasehat. Melainkan ungkapan hati yang selama ini aku pendam untuk diriku sendiri. Aku tak peduli dengan pendapat orang yang melihatku bersama Kayla dengan tangan kami yang saling bertautan. Yang  ada dalam pikiranku adalah aku harus mengakhiri semua yang membuatku sakit hati dan kehilangan orang yang aku sayang untuk satu alasan yang membunuh. Sophia Smith.

            “I have no special place to go. Whenever I go to, that place will be special if I go with you. So, here we are.” Ujarku senang. Mempersembahkan kepada gadis di sampingku tempat yang ia suka. Sungai Thames. Lebih tepatnya, kami berdiri di teppi Sungai Thames, dekat dengan Jembatan London.

            “Don’t!” teriakan nyaring suara seorang Louis Tomlinson membuat Kayla menghentikan aksinya untuk duduk di rerumputan.

            “Louis?!” Kayla mengucapkannya dengan nada tak percaya begitu juga dengan tatapannya.

Hold OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang