Natella sedang duduk di kursi teras rumah menunggu Jeana. Hari ini kuliah jam setengah 8 makanya cewek itu tidak menyetir mobil sendiri. Dia bukan tipikal morning person yang bisa segar di pagi hari. Buktinya, daritadi dia tidak henti menguap sembari memoleskan wajahnya dengan make-up yang belum kelar karena bangun kesiangan. Untung tidak lama dari itu, BMW hitam kelihatan berhenti di depan pagar rumah.Natella memasukkan peralatan make-upnya ke dalam tas sembarangan, buru-buru berjalan keluar karena tidak enak membuat Jeana menunggu, memasuki pintu belakang mobil yang dibukakan supir Jeana, cewek itu tidak pernah dibiarkan berkeliaran sendiri tanpa supir. Dan seperti dugaan Natella, Jeana mengeluarkan pertanyaan tentang pembicaraan mereka kemarin yang belum selesai ketika Natella sudah duduk manis di sebelahnya.
"Jadi, gimana? Arka belum cerita sama Nate?"
Natella menggeleng singkat, "yang ada gue malah didiemin," ceritanya kesal sembari mengingat kejadian tempo hari.
"Serius? Karena apa?"
Natella menghembuskan napasnya kasar, "Cuma karena gue maksa dan ngebentak dia." Balasnya dongkol. "Asli ya Arka tuh berlebihan banget!!! Kalau ngga sayang, udah beneran gue barter sama makanan kucing." lanjut Natella dengan suaranya yang gregetan, masih ingat bagaimana Arka hanya meresponnya dengan 'hm', 'ya', 'ga' di perjalanan menuju rumah Natella.
Seenggaknya, Arka masih berbaik hati bersedia mengantar Natella sampai rumah dengan selamat, meskipun cewek itu mengeluarkan keluhan menyebalkan sepanjang jalan. Sebesar apapun kesebalan Natella terhadap Arka, pada akhirnya, cewek itu pasti selalu menjadi yang mengalah dan meminta maaf duluan.
Jeana hanya bisa mengeluarkan tawanya, melihat Natella frustasi karena Arka memang bisa dijadikan hiburan terbaik bagi dia, Meira dan Dennisa.
"Nate udah minta maaf?"
Natella memberikan gelengannya lagi, "Ngga ah, males. Sekali-sekali dia kek yang negur gue duluan."
"Kalau Arka gamau, gimana?" tanya Jeana memancing.
"Yaudah." Balas cewek itu singkat.
"Yaudah apa?"
"Yaudah sih, paling gue lagi yang minta maaf duluan."
Jeana mengeluarkan tawa gelinya mendengar pengakuan temannya itu. Sengakak apapun seorang Jeana, dia masih bisa kelihatan anggun dan mengontrol diri agar tetap terlihat seperti 'perempuan tulen' yang tahu sopan santun.
Natella loves Arka so bad that this girl will do anything to make him stay with her. Makanya, Natella selalu bertingkah menjadi gadis baik dan penurut demi Arka.
Natella menghembuskan napas frustasinya. Dia berpikir sebentar kemudian mengeluarkan isi pikirannya itu, "kira-kira Meira kenapa ya?" tanyanya makin penasaran, jujur Natella memikirkan hal ini sampai ketiduran tadi malam karena Arka tidak mau memberitahunya. "Terakhir Arka bilang, kalau Meira belum mau cerita, jangan dipaksa."
"Jangan-jangan Meira hamil?" tebak Jeana cepat. Natella juga kepikiran hal ini semalam, dia mau blak-blakan, tapi disisi lain tidak enak dengan sopir Jeana yang mendengarkan percakapan tidak jelas mereka.
"Kayaknya ngga deh, Meira kan lagi dapet? Terus dia masih ngerokok." Natella mengingatkan kalau dua hari terakhir, Meira sempat mengeluhkan sakit perut karena lagi PMS.
"Iya juga." Jawab Jeana kemudian. "Tapi gimana kalau itu cuma alibi Meira aja biar kita ngga curiga?
Bisa jadi.
"Sebenarnya, yang paling aneh itu... kok Meira mau sih dianterin pulang sama Arka? Si Arman kemana? Yang kayak Meira kan gasuka kemana-mana sendiri?"
Jeana mengangguk setuju, mempertimbangkan pemikiran Natella. Arman itu nama asli lelaki yang sering mereka sebut Sugar Daddy, 11 tahun lebih tua dari mereka, awalnya memang sugar daddy secara harafiah, tapi sekarang kayaknya sudah menjadi pacar Meira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Super Psycho Love
Teen Fiction"Percaya deh. Bukan gue yang gila, tapi cowok gue."