Ini hari minggu. Untuk anak seumuran Natella biasanya sudah mendapati undangan atas namanya sendiri, entah itu dari teman sekolah dulu, teman main atau bahkan teman kuliah. Pertama kali Natella mendapati undangan pernikahan yang ditujukan khusus untuknya, itu datang dari teman SD-nya yang lumayan dekat, membuatnya terkejut sekaligus merasa bahwa waktu memang tidak pernah berhenti dan dia beranjak dewasa.Tapi, tenang saja, sebanyak apapun dia mendapati undangan pernikahan, Natella belum terpikir sama sekali untuk menikah. Mentalnya masih terlalu kanak-kanak untuk memikirkan peliknya kehidupan rumah tangga, meskipun dia suka iseng membayangkan malam pertama dengan Arka.
Cewek itu keluar dari kamarnya dan menuju ruang TV dengan langkah tanpa beban. Seperti yang dikatakan mbak Ratna dari belasan menit lalu, Arka sudah datang daritadi dan menunggunya di ruang tamu.
Cewek yang mengenakan kimono satin serta beberapa bagian rambut di roll itu mendapati Arka tengah duduk bersebelahan dengan adik laki-lakinya yang masih SMA, Ferre, memainkan handphone masing-masing. Natella menebak kalau mereka pasti tengah memainkan game Mobile Legend atau yang tidak jauh-jauh dari itu. Well, sebenarnya, tiap kali Arka ke rumah Natella, dia seperti lebih ingin menemui Ferre daripada Natella. Kedua laki-laki itu memiliki hobi yang sama, bermain game.
"Belom kelar juga, Nat?" Tanya Arka sembari menatapnya datar. Cowok itu memandangi Natella dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ayolah, Natella bahkan masih mengenakan piyama satin, rambutnya masih di roll dan bibirnya masih pucat.
"Kamu pakai baju apa?" tanya cewek itu masa bodoh, tidak merasa bersalah telah membuat Arka menunggunya. Dia keluar hanya untuk memastikan pakaian yang Arka pakai, agar matching dengan apapun yang ia kenakan nanti. Tapi, Arka masih menenakan kaos hitam, belum memakai pakaian formalnya.
"Batik."
"Warna apa?"
"Cokelat."
Ya, batik kan emang rata-rata warna cokelat! Natella memutar bola mayanya malas.
"Lihat dong." Pintanya kemudian.
Arka menggeleng, "di mobil." ucapnya kalem.
"Buruan, Nat. 10 menit lagi belom kelar, aku tinggal ya." ucapnya.Natella cemberut. Apalagi ketika mendengar Ferre bergumam mendukung rencana jahat Arka, "tinggalin aja, bang. Daripada lo telat."
"Lo gausah ikut campur." Natella tentu saja mengomeli Ferre, tapi cowok tinggi berumur 16 tahun itu tampak tak peduli, masih memasang tampang resenya sembari memainkan handphone. Kadang, Natella berpikir kalau Ferre lumayan mirip dengan Arka. Sama-sama tinggi, cuek dan beraura dingin. Bedanya, Arka lebih baik, lebih pintar, lebih ganteng, jauh lebih sempurna di banding Ferre. Entah itu memang benar, atau hanya berlaku di mata Natella yang tentu pilih kasih terhadap Arka.
"Tahu diri kek jadi orang, masih untung dijemput dan ditungguin." Balas Ferre jutek. Natella menghembuskan napas kesalnya, dia merasa ingin sekali menjambak-jambak rambut Ferre, seperti yang sering ia lakukan waktu mereka masih kecil. Tapi mereka sudah tumbuh, badan Ferre lebih besar dan lebih kuat darinya. Kalau Natella berani melakukan itu, yang ada dia yang menanggung.
"Nat, gih lanjutin siap-siapnya." Arka meminta, sekaligus menghentikan perkelahian kakak-adik itu yang tidak asing lagi dari pandangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Super Psycho Love
Teen Fiction"Percaya deh. Bukan gue yang gila, tapi cowok gue."