FF#9 Dark Romance

3 1 0
                                    

Vio merasakan tubuhnya menggigil kedinginan. Ia mengambil sebuah botol di dekatnya, menyesap cairan merah lengket yang hanya tersisa dua tetes. Ia menjilati mulut botol itu, namun tidak ada lagi yang tertinggal.

"Aargggh!!" Ia melemparkan botol itu ke dinding sambil menahan sakit. Ia menjatuhkan badannya dan berguling menuju jendela. Seluruh nadinya menyusut, menyisakan kesakitan yang luar biasa.

Eve membuka matanya. Ia terkejut melihat Vio meringis kesakitan di sudut jendela. Ia bangkit dan bergegas mendekatinya.
"Tidak Eve, jangan mendekat!" sergahnya ketika eve ingin menyibak kain gorden yang menutup wajahnya.
Eve tertegun sejenak, menatap pecahan botol yang biasa menampung darah manusia yang berhasil mereka kencani.

Eve dan Vio sudah satu tahun bersama. Vio yang gagah dengan dada bidang dan rambutnya yang ikal dengan mudah dapat menggaet wanita untuk dihisap darahnya. Namun adakala, pada bulan purnama ia tidak dapat keluar mencari mangsa. Eve akan dengan setia menggaet pria atau wanita untuk dibawa pulang.

Dua minggu yang lalu ada Helien, sekretaris nakal penyuka sesama jenis yang berhasil dibawa oleh Eve. Helien bersedia begitu saja ketika Eve mengikat tangannya untuk memuaskan nafsunya. Eve kemudian menyabet leher Helien, dan menampung darah yang mengucur ke dalam botol kehijauan yang sekarang pecah dan terserak di lantai.

Sepertinya kali ini terlambat.  Ia terlalu sibuk mengurusi pekerjaan di luar kota. Bagaimanapun mereka juga butuh uang untuk biaya hidup, untuk membeli baju baru dan merawat tubuh. Ia tidak menyadari Vio mulai melemah dan tidak terurus. Ia harusnya ingat, bahwa setiap dua minggu ia wajib mendapatkan seorang manusia untuk pemuas dahaga Vio.

"Maafkan aku Eve," ujar Vio terbata-bata.
"Aku hanya menyusahkanmu," lanjutnya sambil memukul tembok.
"Sayang," sela Eve sambil memegang pundak Vio lembut. Ia memberi kecupan mesra pada punggung Vio dan memeluknya dari belakang. Perlahan Vio berbalik dan memeluk erat tubuh Eve. Tampak rambut putih Vio dengan raut wajah peyot yang pucat pasi. Eve membelai wajah itu. Namun kemudian Vio terjatuh dan mengejang.

"Eve, lari!!" teriak Vio padanya. Ia tidak ingin melukai Eve. Ia terkapar dengan lutut menekuk ke arah perutnya. Eve menatap nanar dan hampir berbalik untuk kabur. Namun ia tidak ingin meninggalkan Vio. Ia tahu Vio akan mati lemas tanpa meminum darah. Eve pun malah mendekatkan diri padanya.
Ia mengangkat kepala Vio dengan sebelah tangannya. Menyibakkan rambutnya ke samping.

"Reguklah cintaku, Sayang!" perintah Eve pada Vio yang mengepalkan kedua tangannya berusaha menahan diri.
Eve tahu bahwa tidak ada jarak antara kehidupan dan kematiannya ketika ikatan suci pernikahan mereka  dilangsungkan. Ia tahu betul sewaktu-waktu hal ini bisa saja terjadi. Ia akan mendampingi Vio dalam wujud apapun, walau harus menjadi monster penghisap darah seperti Vio sekalipun.

Vio menciumi leher jenjang Eve. Eve sangat menikmatinya. Ia memejamkan kedua matanya. Mata Vio terbalik, berubah menjadi merah menyala dan kuku-kukunya menjadi panjang. Vio mengeluarkan gigi taringnya. Ia tancapkan keduanya pada leher Eve. Vio menikmati setiap tetes darah Eve yang memasuki nadinya, membuat jantungnya yang melemah berdetak kembali seperti biasa, meregenasi kulit dan tubuhnya.

Kulit-kulit Eve mulai menciut. Saliva dari taring Vio mulai melesak ke dalam jantungnya dengan cepat. Matanya memandang penuh cinta pada Vio yang meminum darahnya dengan beringas. Cahaya matanya mulai meredup, kakinya mengejang dan kukunya mulai membiru.

"Bangun, Sayang" ucap Vio setelah melepas rasa hausnya, matanya berganti ke warna asalnya.  Ia meletakkan kepala Eve di atas pangku annya. Kuku dan giginya sudah kembali seperti semula.
Ia mengguncang-guncang tubuh Eve sambil meneriakkan namanya. Namun Eve terlihat sangat lemah dengan rambut yang memutih. 

Vio menciumi seluruh bagian wajah kekasih hatinya. Ia mengangkat tubuh istrinya yang setia ke atas tempat tidur mereka.
"Kamu masih cantik sekali, Sayang." Vio berucap lirih sambil membelai rambut putih Eve.
Eve hanya tersenyum, Vio dengan sigap mengenakan kemejanya. Ia membuka  jendela dan segera meloncat mencari mangsa untuk Eve.

Kumpulan Flash fictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang