1. Murid Baru

44 2 0
                                    

Udara di pagi hari terasa sangat sejuk setelah gue keluar dari rumah untuk mengelap sekaligus memanaskan mesin motor matic pemberian dari ayah yang diberikannya bulan lalu.
Dulu sebelum ada motor gue berangkat ke sekolah mengayuh sepeda yang jaraknya lumayan jauh menurut gue sekitar 5 km, tapi menurut temen-temen gue jarak sedemikian jauh itu dekat. Ya iyalah orang mereka berangkatnya pake motor.
Dulu sebelum ayah bekerja di luar kota, setiap paginya sebelum gue berangkat ke sekolah sering diajak ngopi, dengan alasan agar saat belajar di sekolah gue gak ngantuk katanya. Namun sekarang semua itu udah berubah, ayah sering pulang dua minggu sekali dan itu pun ayah tetap saja mengerjakan tugas kantornya disaat libur.
Gue di rumah tinggal sama Bunda dan dua orang adik. Adik pertama gue itu cewe namanya Melati hampir sepantaran sama gue, umurnya pun gak jauh-jauh amat selisih setahun dengan gue. Jadi wajar saja banyak orang yang mengira kalo kita pacaran. Adik gue yang satunya lagi itu cowo namanya Yuda, umurnya masih lima tahun dan lagi lucu-lucunya hehe. Gue sama Yuda umurnya jauh sekali dan gak tanggung-tanggung selisih lima belas tahun.

“Hesa, kamu jadi berangkat sekolah gak, liat sekarang jam berapa?!” teriak wanita paruh baya dari dalam rumah.

Gue bangun dari lamunan pagi dan bergegas melihat jam yang ada di tangan gue. Tadi itu suara Bunda. Sambil menepuk kening gue langsung ngambil tas “Astaga gue lupa, bisa bisa gue terlambat!”

Gue bergegas ngeluarin motor. “Bunda, Hesa berangkat dulu! Hesa udah telat nih!” teriak gue dari luar. Sebenernya sih gak sopan. Gue tahu dan gue sadar kok. Tapi gue udah telat nih.

“Yaudah hati-hati ya, nak!” balasnya dari dalam rumah. Gue hanya tersenyum sambil menstarter motor dan akhirnya gue berangkat menuju sekolah.

-----***----

Baru saja gue turun dari motor dan parkir di bawah pohon agar tidak kepanasan saat siang, gue dikagetkan dengan kehadiran dua sahabat gue ini yang berlari-lari dari tengah lapangan ke arah gue.
Gue melihat mereka ngos-ngosan. Iyalah, suruh siapa mereka lari-lari. Mereka adalah Rico dan Ranggi. Mereka sohib gue dan sekaligus temen sekelas. Gue memberi waktu pada mereka beberapa detik untuk menarik napas, seketika itu juga gue memperhatikan dua sahabat gue dari atas sampai bawah nampak lusuh dan acak-acakan, pokoknya gak enak dilihat deh apalagi diterawang.

“Heh, ada apaan sih sama lo berdua, pagi-pagi juga” tanya gue nada kesal.
“Eh, bro.... ada murid..” jawab Ranggi terengah-engah.
“Iya tau di sekolah ini emang ada murid,” jawab gue datar.
“Tapi yang ini beda bro,” kata Ranggi, dia masih terengah-engah.
“Beda gimana? Punya sayap atau tanduk gitu?,” tanya gue bingung.
“Nah itu dia!” Rico menunjuk ke arah cewe yang sedang berjalan melewati parkiran dengan seragam putih abunya, mengenakan kerudung putih. Gue hanya sekilas melihat cewe itu yang mengenakan sweater berwarna ungu.
Gue mengangguk bingung “Ya, terus kenapa?” jawab gue sambil meninggalkan mereka berdua di parkiran. Mereka hanya liat gue pergi melewati mereka berdua.
“Eh tunggu dong bro,” sahut Rico.

Gue mengabaikan mereka berdua.
Mereka saling tatap lalu dengan kompak mengangkat bahunya. Lalu mereka ikut menyusul gue. Kami bertiga berjalan menuju kelas sambil melihat di keadaan sekitar banyak siswa-siswi yang berjalan lalu lalang melintas di mata kami bertiga. Setelah percakapan tadi kami bertiga saling membisu tanpa membicarakan apapun.

-----***----
“Krrrrrrrrkk” suara pintu yang melengking saat gue mencoba membuka pintu kelas, gue masuk ke dalam melihat apa ada bangku yang kosong atau tidak. “Aaaah sial gue harus duduk di bangku paling belakang” gerutu gue dalam hati.
Biasanya setiap hari gue selalu duduk di bangku kedua dari depan, karna tadi gue kesiangan jadi dengan berat hati gue mau gak mau harus duduk di bangku paling belakang.
Sistem tempat duduk ini telah disepakati sejak awal semester lalu, kalau orang yag terlambat datang itu duduknya di belakang. Gue berjalan ke arah bangku yang paling belakang, tampak gue lihat suasana di kelas ini begitu tentram walaupun sudah banyak siswa yang sudah datang. Sebagian siswa ada yang sedang membaca buku, ada yang menggosip, yang melamun pun ada.
Gue menaruh tas di atas meja lalu terduduk untuk istirahat sejenak. Di depan kelas sama seperti halnya sekolah lainnya ada dua papan tulis whiteboard diatasnya ada bingkai foto Presiden dan Wakil Presiden di tengah-tengahnya ada bingkai bergambarkan burung garuda. Di sudut depan kelas ada satu meja khusus, ya itu untuk guru.
Dari belakang gue lihat Ranggi dan Rico masuk ke kelas membawa sekantung plastik bening yang berisikan dua bala-bala dan satu gehu dilumuri oleh merahnya saos. Mereka melihat ke arahku, tanpa gue suruh mereka berdua nyamperin gue. Kini mereka tepat ada di depan gue sambil mengunyah gorengan yang mereka beli di kantin.

NovemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang