1st Memory

8.2K 428 11
                                    

1

"Maju ... Mundur ... Putar! Maju ... Mundur ... Putar!"

Di bawah sinar lembut mentari pagi, seorang gisaeng senior sedang mengajarkan para gisaeng juniornya yang masih anak-anak itu menari. Kaki kanan melangkah ke depan sembari kaki kiri menjinjit. Kemudian tumit kaki kiri diturunkan diikuti kaki kanan yang dinaikkan, menyilang, lalu berputar 360 derajat.

PLOK!

Gisaeng senior memukul kaki salah satu muridnya yang tampak kaku dalam melangkah dengan rotan. Mereka memang masih baru belajar, sehingga pasti akan terjadi banyak kesalahan. Menjadi gisaeng tidak gampang. Tugas gisaeng bukan hanya untuk menemani dan melayani para lelaki bangsawan. Mereka harus pintar menari, menyanyi, dan bermain musik. Mereka juga diajari membaca dan menulis karya sastra seperti layaknya gadis bangsawan. Beberapa di antara mereka juga bisa melukis dan menjahit. Ingin menjadi gisaeng terkenal, harus bisa segala hal. Gisaeng bukanlah pelacur rendahan, melainkan seniman.

"Ayo sekarang tangannya. Waktu maju, kedua tangan digerakkan ke samping kiri seperti ini," gisaeng senior mencontohkan dengan gerakan yang lembut dan indah. "Lalu waktu mundur dan berputar, tangannya ke kanan memegang pinggang sebelah kanan. Ayo dicoba, satu... dua... tiga..."

"Hei, hei, bukan begitu caranya!" gisaeng senior memukul tangan beberapa muridnya yang salah. "Itu, coba kalian lihat Ah Reum. Seperti itu gerakan yang benar dan lembut."

Semua anak-anak itu menoleh ke tengah barisan, kepada seorang gadis kecil yang sedang menari dengan anggunnya tanpa kesalahan sedikitpun. Ada yang kagum, ada pula yang iri. Jang Ah Reum adalah anak salah satu gisaeng senior di Gibang Bu Yong, Gibang paling terkenal di ibukota, tempat berkumpulnya para gisaeng terbaik di Joseon. Meski masih kecil, Ah Reum sudah menunjukkan bakat yang luar biasa. Dia juga mewarisi kecantikan sang ibu, sesuai dengan namanya yang berarti 'cantik'.

Ketika semua anak serta gisaeng senior masih terpesona dengan tarian Ah Reum, mereka tidak menyadari bahwa di ada seseorang yang mengintip dari balik pilar di sudut kiri Gibang. Seorang gadis cilik dengan wajah bercoreng arang serta pakaian kumal ala budak. Ya, dia adalah seorang budak cilik yang bekerja di Gibang Bu Yong. Namanya Han Kyung Ja. Ibu Kyung Ja juga seorang budak, sedangkan ayahnya seorang tukang daging. Sang ibu meninggal setelah melahirkannya. Kyung Ja hidup miskin bersama sang ayah hingga usia lima tahun. Ayahnya terserang penyakit diare akut yang merenggut nyawanya karena tidak memiliki uang untuk berobat. Gadis yatim piatu itu terluntang-lantung hingga bertemu dengan seorang gisaeng cantik yang baru menjabat sebagai Haengsu. Ia pun dibawa ke gibang dan bekerja sebagai budak di sana. Tahun ini usianya delapan tahun. Berarti sudah tiga tahun dia bekerja.

Kyung Ja melangkah pelan menuju sumur untuk mencuci baju, masih terbayang indahnya gerakan tari Ah Reum. Kyung Ja menoleh ke kiri dan kanan, memastikan tidak ada orang.

Kedua tangan Kyung Ja mulai terangkat, diiringi dengan gerakan kaki. Gerakan itu sama persis dengan yang diajarkan oleh gisaeng senior hari ini, yang ditarikan dengan baik oleh Ah Reum. Sambil menimba air di sumur, kakinya bergerak-gerak. Setelah selesai mencuci, ia melangkah gemulai membawa bak berisi cucian yang akan dijemur di atas kepala yang ditahan oleh tangan kanannya, sementara tangan kirinya bergerak-gerak ke kiri dan kanan tubuhnya. Sambil menjemur pun Kyung Ja masih menari, bersama kain-kain basah yang dikebaskan dan digantung di tali jemuran.

Tanpa Kyung Ja sadari, Haengsu Baek sudah melihat tariannya sejak di sumur. Bukannya marah karena Kyung Ja seperti bermain-main dengan pekerjaannya, sebaliknya Haengsu Baek mengagumi tarian Kyung Ja. Haengsu Baek merasa seperti tidak sengaja tersandung batu, dan ternyata batu itu mengandung emas. Jika batu itu diolah dengan baik, maka batu yang awalnya tidak berharga itu akan berubah menjadi emas dengan harga yang sangat mahal. Meski belum sebagus Ah Reum, jika dilatih dengan baik, Kyung Ja pasti bisa setara bahkan lebih baik dari Ah Reum. Menurut Haengsu Baek, Kyung Ja tipe murid yang cepat belajar.

~~~

Bulan sabit telah menggantung di langit bertabur bintang. Di saat semua penghuni Gibang telah tertidur pulas, Kyung Ja masih terjaga. Dia berjalan mengendap ke halaman tempat latihan para gisaeng. Di bawah keremangan sinar bulan, Kyung Ja mulai menari. Akhir-akhir ini Kyung Ja sering diam-diam mengintip para gisaeng latihan, lalu berlatih di malam hari. Meski baru bisa beberapa gerakan dasar, Kyung Ja sudah dapat menarikannya dengan sangat baik.

Ketika sedang berputar dengan kedua tangan di pinggang sebelah kanan, gerakannya tiba-tiba berhenti. Matanya terbelalak kaget melihat majikannya sudah berdiri di hadapannya.

"Kenapa berhenti, Kyung Ja?" tanya Haengsu Baek.

Tergeragap, Kyung Ja berlutut hingga keningnya menyentuh tanah, "Maafkan saya, Haengsu. Saya berjanji tidak akan menari lagi."

"Kenapa kau tidak ingin menari lagi?"

"Saya hanyalah seorang budak rendahan, tidak pantas menarikan tarian gisaeng yang berkelas."

"Jadi, selama kau menjadi seorang budak, kau tidak akan menari?"

Kyung Ja menggigit bibirnya. Kyung Ja ingin menari. Meski bukan seorang gisaeng, tetapi Kyung Ja ingin tetap bisa menari.

"Jawab aku, Kyung Ja, apa kau tidak ingin menari?"

Kyung Ja memberanikan diri menatap wajah Haengsu Baek, "Saya... saya ingin menari. Sangat ingin menari. Saya tidak bisa menghentikan tangan dan kaki saya yang ingin selalu bergerak. Saya tidak bisa tidur, selalu terbayang tarian-tarian itu." Mata Kyung Ja berkaca-kaca, "Apakah budak seperti saya tidak akan pernah boleh menari?"

"Lalu, apa kau ingin menjadi gisaeng?"

"Bisakah?"

"Kalau kau mau, aku akan mendaftarkanmu di Hojang untuk menjadi gisaeng."

Mata Kyung Ja kini berbinar, "Benarkah, Haengsu? Saya bisa menjadi gisaeng?"

"Tetapi perlu kuperingatkan, sekali kau menjadi gisaeng, kau tidak akan pernah bisa bebas lagi. Seorang gisaeng tidak bisa menjadi milik satu orang lelaki saja, tidak bisa menjadi istri sah seorang pria. Perasaan cinta hanyalah sebuah kesia-siaan bagi gisaeng. Meski mencintai seseorang sepenuh hati, gisaeng tidak boleh memilikinya. Gisaeng harus bisa menahan rasa sakit hati karena tak dapat meraih cinta. Sanggupkah kau untuk hal ini?"

"Saya akan berusaha. Meskipun saya belum pernah merasakan yang namanya jatuh cinta, dan bila rasa cinta itu datang untuk menyakiti hati saya, saya akan berusaha untuk bertahan. Saya akan berusaha untuk bisa menjadi gisaeng yang terbaik di Joseon."

Haengsu mengangkat tubuh Kyung Ja yang sedari tadi berlutut. "Mulai besok kau bukan lagi seorang budak, melainkan seorang gisaeng junior. Nama gisaeng-mu adalah Myung Geum, batu emas yang berkilauan..."

Tbc

Note:

Gibang (atau terkadang disebut juga Gyobang) = rumah tempat para gisaeng tinggal dan berlatih, serta menerima tamu. Bahasa kasarnya:rumah bordil

Hojang = petugas yang melakukan pengawasan dan perlindungan terhadap gisaeng, memantau registrasi, memastikan agar kisaeng tidak melarikan diri.  

Memories of Gisaeng ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang