Negeri Joseon berduka. Raja mereka meninggal dunia. Meskipun masih dalam keadaan berduka, Kim Jeong Ho segera mengeluarkan surat wasiat Raja, untuk melantik putra mahkota Lee Jung menjadi raja, dengan perwalian Kim Jeong Ho karena Lee Jung masih berusia sepuluh tahun. Jeong Ho segera melakukan hal itu, agar tidak ada celah bagi Yong Sook untuk merebut tahta, namun hal ini malah digunakan Yong Sook untuk balik menjatuhkan Jeong Ho.
Kepala Polisi Hwang Shin Gyu dan anak buahnya menginvestigasi ulang kematian Raja yang terkesan mendadak. Meski banyak masalah yang terjadi akhir-akhir ini, namun kesehatan Raja cukup baik. Memang Raja sempat merasa tidak enak badan di hari pernikahan putrinya, tetapi Tabib Seo dan Tabib Jang menyatakan bahwa Raja hanya stres ringan. Raja hanya butuh obat tidur. Maka dari itu, polisi mulai mencurigai Tabib Kim yang khusus meracik obat tidur. Dari penyelidikan, akhirnya polisi menemukan bahan berbahaya di dalam racikan obat Tabib Kim. Kim Jeong Ho mulai tersudut, karena Tabib Kim adalah adik kandungnya.
"Yang Mulia, tidak salah lagi, Perdana Menteri Kim telah berkhianat dengan membunuh mendiang Raja melalui adiknya," kata Menteri Han kepada Raja Muda.
Raja Muda yang tidak mengerti apa-apa, hanya terdiam ketakutan.
"Yang Mulia harus segera memberi keputusan, untuk menghukum keluarga Kim untuk mencegah kudeta," kata Menteri Perpajakan.
"Ta... tapi... tidak ada bukti..." terbata Raja Muda berbicara.
"Bukti apa lagi, Yang Mulia? Racun itu sudah ditemukan pada Tabib Kim. Dia pasti disuruh oleh kakaknya untuk membunuh mendiang Raja, dan jangan-jangan, dia juga berencana untuk membunuh Yang Mulia!" bantah Menteri Perpajakan.
"Tolong jaga bicara anda, Menteri Perpajakan. Tidak ada yang akan terjadi pada Yang Mulia. Saya yang akan menjamin hal itu," kata Yong Sook menegur menteri itu, kemudian Yong Sook menatap Raja Muda, "Saya akan melindungi Yang Mulia. Bagaimanapun juga, kita satu keluarga, bukan?"
Raja Muda menggigit bibirnya yang gemetar. Abbamama, tolong aku...
***
"Aaaarrrggg!!!" jerit Tabib Kim ketika kulit pahanya bersentuhan dengan besi panas.
Tabib malang itu disiksa untuk buka suara, bahwa Perdana Menteri Kim yang menyuruhnya membunuh Raja dan berencana untuk merebut tahta. Tetapi Tabib Kim tidak bicara apapun selain berteriak kesakitan. Dia tidak merasa harus mengakui kejahatan yang tidak pernah dia lakukan. Namun ketika istri dan anak-anaknya yang masih kecil harus ikut disiksa, dia tidak punya pilihan lain.
"Mereka akan selamat dan tidak akan ikut dihukum mati, asal kau mengaku," kata Kepala Polisi Hwang.
"Apa yang harus kuakui, kalau aku tidak pernah melakukan kejahatan apapun?!"
Kepala Polisi Hwang mengedikkan dagu kepada anak buahnya yang sudah siap dengan besi panas. Besi itu didekatkan ke wajah anak perempuan Tabib Kim yang menjerit-jerit ketakutan. Istri Tabib Kim menjerit sekuat tenaga agar putrinya tidak disakiti.
"Hentikan! Hentikan!" pekik Tabib Kim, "Ba...baik, aku akan mengaku. Aku bersalah. Aku membunuh Yang Mulia!!!"
Kepala Polisi Hwang mengangkat tangannya sehingga besi panas itu menjauh dari pipi mulus gadis kecil itu.
"Katakan sekali lagi," kata Kepala Polisi Hwang.
"Aku membunuh Yang Mulia. Tetapi Perdana Menteri Kim tidak ada sangkut pautnya. Aku sendiri yang membunuhnya!"
Namun Kepala Polisi Hwang hanya ingin mendengar sebatas 'Aku membunuh Yang Mulia', sedangkan kalimat yang lain dianggap angin lalu. Dia menghadap kepada Raja Muda yang masih berkumpul dengan kubu Yong Sook.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories of Gisaeng ✔
RomancePerasaan cinta hanyalah sebuah kesia-siaan bagi seorang gisaeng. Meski mencintai seseorang sepenuh hati, gisaeng tidak boleh memilikinya. Gisaeng harus bisa menahan rasa sakit hati karena tak dapat meraih cinta. Tetapi ketika pada akhirnya cinta da...